[Medan | 16 Januari 2025] Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2024 mencapai US$ 2,24 miliar. Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa surplus tersebut mengalami penurunan sebesar 1,05% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 2,13% secara bulanan (month-to-month/mtm).
Surplus neraca perdagangan ini telah berlanjut selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Pada Desember 2024, surplus tersebut didukung oleh komoditas non-migas, dengan bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72) sebagai penyumbang utama.
Di sisi lain, neraca perdagangan migas mencatat defisit sebesar US$ 1,76 miliar, yang disebabkan oleh impor hasil minyak dan minyak mentah. Amalia juga menyebutkan bahwa sepanjang 2024, defisit terbesar dalam neraca perdagangan terjadi dengan China, Australia, dan Thailand.
Defisit dengan China mencapai US$ 11,41 miliar, terutama karena impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87). Defisit dengan Australia tercatat sebesar US$ 4,78 miliar, dipicu oleh impor bahan bakar mineral (HS 27), logam mulia dan perhiasan (HS 71), serta bijih logam (HS 26). Sementara itu, defisit dengan Thailand mencapai US$ 3,84 miliar, didominasi oleh plastik (HS 39), mesin mekanis (HS 84), dan kendaraan (HS 87).
Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia tetap surplus karena nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor. Pada Desember 2024, nilai ekspor tercatat sebesar US$ 23,46 miliar, turun 2,24% secara bulanan. Sebaliknya, nilai impor naik 8,10% secara bulanan menjadi US$ 21,22 miliar.