Sebagai informasi, BRICS adalah aliansi negara berkembang yang didirikan berdasarkan ikatan sejarah persahabatan, solidaritas, dan kepentingan bersama. Anggota BRICS saat ini pun terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Meskipun begitu, BRICS telah resmi mengumumkan bahwa ada 6 negara yang akan bergabung menjadi anggota baru BRICS pada 1 Januari 2024 mendatang.
Adapun keenam negara tersebut Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran, Ethiopia, Mesir, dan Argentina. Sayangnya, tidak ada nama Indonesia di daftar negara anggota baru tersebut. Presiden Jokowi menegaskan Indonesia memang tidak mau tergesa-gesa bergabung dengan BRICS. Menurutnya, salah satu proses yang harus dilalui untuk menjadi anggota baru BRICS adalah mengirim surat expression of interest atau surat ketertarikan, dan ia menekankan bahwa Indonesia belum mengirim surat tersebut.
Keputusan tersebut pun merupakan sebuah langkah yang bertujuan untuk mempercepat upaya BRICS untuk merombak tatanan dunia yang mereka anggap sudah ketinggalan jaman. Selain itu, bertambahnya anggota juga akan menambah kekuatan ekonomi BRICS dan memperkuat ambisi blok BRICS untuk menjadi juara di kawasan Selatan. Lantas, apakah keputusan Jokowi untuk tidak bergabung dengan BRICS merupakan keputusan yang tepat?
Menurut Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satryo Nugroho, Indonesia memang sebaiknya tidak bergabung menjadi anggota BRICS. Pasalnya, eksistensi BRICS ini masih belum jelas mau dibawa ke mana. Ia pun curiga jika wadah ini hanya diperuntukkan ntuk gagah-gagahan China dan Rusia melawan AS dan sekutunya.