[Medan | 15 Juli 2025] Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengiriman senjata tambahan ke Ukraina sembari mengancam akan menjatuhkan sanksi berat terhadap negara-negara yang masih membeli produk ekspor Rusia, terutama minyak dan gas, jika Moskow tidak segera menyepakati perjanjian damai.
Langkah ini mencerminkan perubahan besar dalam pendekatan kebijakan luar negerinya. Sebelumnya, Trump cenderung ragu mendukung Kyiv secara terbuka, namun kini ia mengambil sikap lebih tegas terhadap Rusia. Dalam pertemuan dengan Sekjen NATO Mark Rutte di Gedung Putih, Trump menyampaikan bahwa miliaran dolar senjata dari AS akan dikirim ke Ukraina melalui mekanisme NATO, dengan seluruh biaya ditanggung negara-negara anggota aliansi tersebut.
Trump menyebut sistem rudal pertahanan udara Patriot sebagai salah satu komponen utama bantuan militer yang akan dikirim, dan pengiriman akan dilakukan secepat mungkin. Beberapa negara NATO, seperti Jerman, Finlandia, Swedia, Norwegia, Belanda, dan Kanada, disebut siap mengganti sistem mereka agar bisa segera dikirim ke Kyiv.
Selain bantuan militer, Trump juga memberi ultimatum: jika Rusia tidak mencapai kesepakatan damai dalam 50 hari, maka AS akan memberlakukan tarif sekunder sebesar 100% terhadap produk ekspor Rusia dan negara-negara yang masih membelinya. Ini menjadi ancaman sanksi ekonomi terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Sementara itu, Gedung Putih menyebut bahwa rencana tarif tersebut juga bisa meluas ke sanksi terhadap negara-negara pihak ketiga, seperti China dan India, yang selama ini masih menjadi konsumen utama energi Rusia. RUU bipartisan di Senat yang mendukung tarif hingga 500% terhadap pihak yang membantu ekonomi Rusia pun kini menanti restu dari Trump.
Pasar Rusia merespons positif pengumuman ini karena adanya masa tenggang 50 hari, membuat nilai tukar rubel menguat dan indeks saham Rusia naik.
Di Kyiv, masyarakat menyambut baik langkah ini meski tetap waspada. Banyak yang menilai Trump sebelumnya tidak terlalu peduli pada Ukraina, namun kini sikapnya mulai berubah setelah mendapat tekanan dari Eropa.