[Medan | 21 Februari 2025] Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berencana memberlakukan tarif impor sebesar 25% untuk mobil, semikonduktor, dan produk farmasi. Pengumuman mengenai kebijakan ini dijadwalkan pada 2 April mendatang.
Sebelumnya, Trump telah menetapkan tarif 25% pada baja dan aluminium, yang mulai berlaku pada Maret. Jika tarif impor baru diterapkan, langkah ini akan semakin memperluas perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Trump.
Trump meyakini bahwa penerapan tarif dapat mendorong kembalinya industri ke dalam negeri serta meningkatkan pendapatan negara. Namun, banyak ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen Amerika dan menghambat upaya pengendalian inflasi.
Selain itu, Trump telah menyatakan akan menerapkan tarif “timbal balik” terhadap berbagai negara pada April, meskipun detail kebijakan tersebut masih dalam tahap perumusan. Ia juga mengancam akan mengenakan tarif tambahan terhadap mitra dagang utama AS, termasuk tarif 10% yang telah diberlakukan terhadap Tiongkok serta tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko, yang saat ini masih ditangguhkan hingga setidaknya 4 Maret.
Pengenaan tarif tinggi berisiko mengganggu rantai pasokan global dan memperlambat perdagangan internasional, yang pada akhirnya dapat melemahkan ekspor Indonesia. Sebagai bagian dari ekonomi global, Indonesia berpotensi terdampak oleh menurunnya permintaan terhadap bahan baku dan produk setengah jadi di sektor otomotif, teknologi, dan farmasi.
Di sisi lain, meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan proteksionisme AS dapat memberi tekanan pada nilai tukar Rupiah. Investor cenderung mengalihkan modal dari pasar negara berkembang ke aset safe haven seperti dolar AS, yang dapat menyebabkan depresiasi Rupiah. Jika pelemahan Rupiah berlanjut, Bank Indonesia kemungkinan harus melakukan intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar dan mengendalikan inflasi.