[Medan | 14 November 2025] Kebuntuan anggaran yang menutup sebagian operasional pemerintah Amerika Serikat sejak 1 Oktober akhirnya berakhir. Presiden Donald Trump menandatangani RUU pendanaan pada Rabu malam waktu setempat, mengakhiri shutdown terpanjang dalam sejarah AS.
Penutupan selama 43 hari itu membuat layanan publik tersendat dan ratusan ribu pegawai federal tidak menerima gaji. Dalam pernyataannya, Trump menuduh Partai Demokrat melakukan tekanan politik selama proses negosiasi dan menegaskan bahwa Partai Republik tidak menginginkan shutdown berlarut-larut.
RUU pendanaan tersebut sebelumnya disetujui Senat pada Senin malam dan menjamin keberlanjutan operasional pemerintah hingga akhir Januari. Dokumen itu juga memastikan pembayaran kembali gaji pegawai federal yang terdampak serta pendanaan program bantuan pangan SNAP bagi 42 juta warga AS. Paket tersebut turut membuka jalan bagi pemungutan suara terkait usulan pencabutan subsidi asuransi kesehatan Obamacare.
Sebelum mencapai meja presiden, RUU tersebut telah disetujui oleh Dewan Perwakilan AS sesuai mekanisme dua kamar dalam sistem legislatif AS. Penandatanganan ini menandai berakhirnya ketidakpastian fiskal yang sempat menekan perekonomian dan dinamika politik Washington.
Dampak ke Indonesia: Potensi Penguatan Rupiah, Ekspor, dan Arus Modal
Berakhirnya shutdown menjadi sinyal positif bagi pasar global, termasuk Indonesia, karena normalisasi aktivitas fiskal memungkinkan rilis data ekonomi AS kembali berlangsung.
1. Prospek Rupiah
Selama shutdown, dolar menguat karena meningkatnya permintaan aset safe haven. DXY tercatat naik 1,98%, sementara rupiah melemah sekitar 0,78%.
Dengan berakhirnya penutupan pemerintah, rilis data inflasi dan ketenagakerjaan AS yang tertunda akan kembali menjadi perhatian. Jika data mengindikasikan perlambatan ekonomi, peluang pemangkasan suku bunga The Fed meningkat — skenario yang dapat menekan dolar dan memperkuat rupiah.
2. Perdagangan dan Permintaan Ekspor
AS merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia. Peningkatan stabilitas ekonomi AS dapat mendorong permintaan impor terhadap komoditas RI seperti sepatu, karet, panel surya, alat listrik, dan minyak sawit. Hingga September 2025, ekspor Indonesia ke AS mencapai US$23,03 miliar dan berpotensi meningkat seiring pemulihan konsumsi masyarakat AS.
3. Potensi Arus Modal Asing
Kepastian fiskal AS juga membuka peluang masuknya kembali modal asing ke pasar keuangan negara berkembang. Jika imbal hasil obligasi AS turun dan volatilitas global mereda, Indonesia berpeluang mendapatkan arus dana masuk ke pasar obligasi dan saham.
Prospek Pemangkasan Suku Bunga The Fed Kian Tidak Pasti
Meski pasar sempat memperkirakan tingginya peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember, sentimen tersebut mulai memudar. Pernyataan terbaru sejumlah pejabat bank sentral menunjukkan keraguan mengenai perlunya pelonggaran lanjutan pada pertemuan 9–10 Desember.
Probabilitas penurunan suku bunga yang sebelumnya berada di sekitar 2 banding 1 kini menyempit menjadi sekitar 50:50 berdasarkan data FedWatch CME Group. Minimnya rilis data akibat shutdown membuat pengambilan keputusan menjadi lebih menantang bagi para pengambil kebijakan.
Presiden Fed Boston, Susan Collins, menilai kondisi ketidakpastian memerlukan sikap lebih berhati-hati. Menurutnya, mempertahankan suku bunga pada level saat ini masih menjadi pilihan yang tepat karena risiko inflasi belum sepenuhnya mereda meski pertumbuhan perekrutan mulai melambat.
Pasar kini memperkirakan suku bunga akhir tahun berada di level sekitar 3,775%, sedikit di bawah level saat ini 3,87%, jauh lebih rendah dibandingkan ekspektasi pemangkasan sebesar 95% yang sempat terbentuk sebulan lalu.

