[Medan | 3 Juli 2025] Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan telah mencapai kesepakatan dagang bilateral dengan Vietnam, hanya beberapa hari sebelum tenggat penerapan tarif timbal balik pada 9 Juli 2025.
Menurut Trump, tarif impor dari Vietnam akan ditetapkan sebesar 20%, sementara barang transshipment, produk asal negara ketiga yang dirakit di Vietnam, akan dikenai tarif 40%. Sebagai imbalannya, AS mendapatkan akses penuh ke pasar Vietnam tanpa tarif untuk produk-produknya, termasuk kendaraan besar seperti SUV.
Kesepakatan ini langsung mengangkat sentimen pasar AS, dimana indeks S&P 500 dan Nasdaq komposit mencatat penguatan, terutama pada saham teknologi, setelah investor melihat tanda positif bahwa konflik dagang bisa mereda. Saham di sektor retail dan apparel seperti Nike, Under Armour, dan Levi’s juga mengalami kenaikan, terdorong oleh harapan bahwa tarif impor Vietnam ke AS tidak akan sebesar yang diperkirakan sebelumnya.
Sebelumnya, Vietnam termasuk dalam daftar negara yang akan dikenai tarif sebesar 46% bila tidak tercapai kesepakatan sebelum 9 Juli. Namun dengan adanya perjanjian ini, tarif tersebut kini diturunkan menjadi 20% sebagai tarif dasar ekspor dan 40% untuk produk yang tidak sepenuhnya berasal dari Vietnam, guna mencegah praktik pengalihan barang dari negara ketiga, khususnya Tiongkok.
Selain itu, kesepakatan ini juga disertai komitmen pembelian produk pertanian AS oleh perusahaan-perusahaan Vietnam senilai US$2 miliar. Produk-produk tersebut mencakup komoditas seperti jagung, kedelai, dan hasil pertanian lainnya, yang akan diimpor dari negara bagian seperti Iowa dan ditujukan untuk mendukung stabilitas rantai pangan dalam negeri Vietnam. Hal ini sekaligus memperkuat posisi AS sebagai mitra dagang pertanian utama Vietnam, serta menyeimbangkan neraca perdagangan antara kedua negara.
Meski rincian final dari perjanjian ini belum diumumkan secara resmi oleh pemerintah Vietnam, pengumuman Trump telah memicu perhatian luas dari pasar dan negara-negara lain yang masih dalam tahap negosiasi, termasuk Indonesia, India, Jepang, dan Korea Selatan.
Kesepakatan dengan Vietnam dipandang sebagai model kompromi baru: tarif tetap diberlakukan, namun dengan insentif akses pasar dan pengakuan terhadap struktur produksi lokal negara mitra.
Secara politis, keberhasilan Trump dalam menutup kesepakatan ini memperkuat narasi “America First” yang selama ini diusungnya.
Di sisi lain, Vietnam menunjukkan ketangkasan diplomatik dalam menghindari sanksi penuh sambil tetap menjaga hubungan dagang strategis dengan AS. Kesepakatan ini juga menunjukkan upaya AS untuk memisahkan rantai pasok global dari ketergantungan pada Tiongkok, dengan mendorong negara-negara mitra agar meningkatkan kandungan lokal dan mematuhi struktur tarif baru.
Dengan tenggat tarif 9 Juli tinggal beberapa hari lagi, kesepakatan AS-Vietnam menjadi penanda bahwa diplomasi dagang AS kini bergerak cepat dan tegas. Negara-negara lain yang belum mencapai kesepakatan berpotensi menghadapi tarif tinggi dalam waktu dekat bila tidak segera menyepakati syarat-syarat serupa.