[Medan | 12 Maret 2025] Nilai utang pemerintah pusat mengalami kenaikan pada Januari 2025, mencapai Rp 8.909,14 triliun, atau naik sekitar 1,22% dibandingkan posisi Desember 2024 yang tercatat sebesar Rp 8.801,09 triliun.
Meskipun meningkat dalam jumlah nominal, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap stagnan di 39,6%, hanya sedikit berubah dari 39,7% pada Desember 2024, menurut keterangan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto.
Pemerintah berencana menjaga rasio utang dengan dua strategi utama. Pertama, melalui pengendalian utang, yakni dengan meningkatkan penerimaan negara (collecting more), memastikan belanja yang lebih efisien dan produktif (spending better), serta menerapkan pembiayaan yang prudent, kreatif, dan berkelanjutan.
Salah satu bentuk pengelolaan belanja berkualitas adalah pengalokasian anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta sektor pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan dan energi, pembangunan desa, koperasi, dan UMKM. Kedua, pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar rasio utang tetap dalam batas yang terkendali.
Secara komposisi, total utang pemerintah per Januari 2025 terdiri dari pinjaman senilai Rp 1.091,90 triliun dan hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.817,23 triliun. Pinjaman ini terbagi menjadi pinjaman luar negeri sebesar Rp 1.040,68 triliun, yang berasal dari sumber bilateral (Rp 272,45 triliun), multilateral (Rp 604,53 triliun), dan komersial (Rp 163,7 triliun). Sementara itu, pinjaman dalam negeri relatif kecil, yakni hanya Rp 51,23 triliun.
Dari sisi penerbitan SBN, mayoritas utang berasal dari denominasi rupiah, yakni sebesar Rp 6.280,13 triliun, sedangkan dalam valuta asing (valas) mencapai Rp 1.537,11 triliun.
Sementara itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, pemerintah menargetkan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,15% pada 2025, dengan proyeksi turun ke kisaran 39,01%-39,10% pada 2029.