PT Fawz Finansial Indonesia
Newsletter Bonds Market
1 Desember 2024
Benchmark Series
Series | Maturity Date | Coupon | Price 15/11/2024 | Price 1/12/2024 | Price Changes |
FR0102 | 15 Jul 2054 | 6,875% | 97,65 | 97,70 | 0,1% |
FR0101 | 15 Apr 2029 | 6,875% | 100,50 | 100,45 | 0,0% |
FR0100 | 15 Feb 2034 | 6,625% | 97,75 | 98,30 | 0,6% |
FR0098 | 15 Jun 2038 | 7,125% | 100,35 | 101,15 | 0,8% |
FR0097 | 15 Jun 2043 | 7,125% | 100,45 | 100,85 | 0,4% |
Obligasi Terlaris Berdasarkan Volume
Series | Avg Price | Volume (bio) | Freq |
FR0104 | 98.27 | 2,975.99 | 58.00 |
FR0103 | 98.41 | 2,089.24 | 146.00 |
FR0098 | 101.43 | 494.75 | 26.00 |
FR0100 | 98.47 | 473.82 | 53.00 |
FR0101 | 100.54 | 301.13 | 32.00 |
Benchmark All Time High (ATH) & All Time Low (ATL)
Series | Yield | Bid | Offer | |||
ATL | ATH | ATL | ATH | ATL | ATH | |
FR0102 | 6,82% | 7,11% | 97,10 | 101,85 | 95,50 | 100,75 |
FR0101 | 6,28% | 7,02% | 99,40 | 103,30 | 98,55 | 102,80 |
FR0100 | 6,29% | 7,16% | 96,15 | 102,50 | 95,50 | 101,70 |
FR0097 | 6,34% | 7,51% | 95,99 | 108,30 | 94,99 | 108,05 |
FR0096 | 6,07% | 7,67% | 95,58 | 106,70 | 94,89 | 105,75 |
Macro Highlights
(15 November – 1 Desember 2024)
Amerika Serikat
- Penjualan Ritel
Penjualan ritel di AS tercatat naik 0,4% pada Oktober 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, setelah mengalami kenaikan 0,8% pada September, dan melampaui ekspektasi pasar yang sebesar 0,3%. Secara tahunan, penjualan ritel di AS meningkat 2,8% pada Oktober, setelah revisi naik menjadi 2% pada September.
- PMI Manufaktur
Indeks PMI Manufaktur AS Global S&P naik menjadi 48,8 pada November 2024, sedikit lebih tinggi dari 48,5 pada Oktober, sesuai dengan perkiraan pasar. Meskipun masih mencatatkan kontraksi dalam sektor manufaktur selama lima bulan berturut-turut, laju penurunan berangsur melambat, mencatatkan penurunan paling moderat sejak Juli.
- PMI Jasa
Indeks PMI Layanan AS Global S&P meningkat menjadi 57 pada November 2024, dari 55 pada bulan sebelumnya, jauh melebihi ekspektasi pasar yang sebesar 55,2, mencatatkan ekspansi tercepat dalam sektor jasa AS sejak Maret 2022.
- Laju Pertumbuhan PDB
Ekonomi AS mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 2,8% pada Q3 2024, sesuai dengan estimasi awal, meskipun melambat dari 3% pada Q2. IMF memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh 2,8% pada 2024, meningkat dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,5%, namun diperkirakan melambat menjadi 2,2% pada 2025 seiring moderasi sektor konsumsi dan ekspor.
- Klaim Pengangguran Awal
Klaim pengangguran awal di AS tetap stabil di 213.000 untuk minggu yang berakhir pada 23 November, lebih rendah dari ekspektasi pasar yang sebesar 216.000, mengindikasikan pasar tenaga kerja AS tetap kuat meskipun ada pengetatan kebijakan moneter dari Federal Reserve.
- Inflasi
Indeks harga PCE di AS naik 2,3% secara tahunan pada Oktober 2024, sedikit meningkat dari 2,1% pada September, sesuai dengan ekspektasi. Indeks harga PCE inti naik 2,8% tahun-ke-tahun, level tertinggi dalam enam bulan, juga sesuai dengan prediksi pasar.
China
- Harga Rumah Baru
Harga rumah baru di 70 kota Tiongkok turun 5,9% secara tahunan pada Oktober 2024, sedikit lebih dalam dibandingkan penurunan 5,8% pada bulan sebelumnya, mencatatkan penurunan selama 16 bulan berturut-turut dan menjadi penurunan ter tajam sejak April 2015, meskipun ada upaya dari pemerintah untuk meredakan dampak pelemahan sektor properti.
- Produksi Industri
Produksi industri Tiongkok tumbuh 5,3% yoy pada Oktober 2024, lebih rendah dari perkiraan yang sebesar 5,6% dan melambat dari angka 5,4% pada September.
- Penjualan Ritel
Penjualan ritel di Tiongkok meningkat 4,8% yoy pada Oktober 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan 3,2% pada bulan sebelumnya dan melampaui ekspektasi pasar sebesar 3,8%, mencatatkan pertumbuhan tercepat sejak Februari.
- Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran yang disurvei di Tiongkok turun menjadi 5% pada Oktober 2024, lebih rendah dari estimasi pasar dan angka September yang sebesar 5,1%, mencatatkan angka terendah dalam empat bulan terakhir.
- Penanaman Modal Asing Langsung (FDI)
Penanaman modal asing langsung (FDI) ke Tiongkok turun 29,8% yoy menjadi CNY 693,21 miliar (sekitar USD 96,29 miliar) pada Januari-Oktober 2024, meskipun sedikit lebih baik dibandingkan penurunan 30,4% pada sembilan bulan pertama tahun ini.
- Suku Bunga Acuan Pinjaman
Bank Rakyat Tiongkok mempertahankan suku bunga acuan pinjaman satu tahun (LPR) pada 3,1% dan suku bunga lima tahun untuk hipotek pada 3,6%, tetap pada rekor terendah setelah penurunan sebelumnya pada Oktober dan Juli.
- Suku Bunga Fasilitas Pinjaman Jangka Menengah Satu Tahun Tiongkok
Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) menetapkan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah (Medium-term Lending Facility/MLF) satu tahun tetap di angka 2%.
- Total Laba Industri
Laba perusahaan industri di Tiongkok turun 4,3% yoy menjadi CNY 5.868,04 miliar pada sepuluh bulan pertama 2024, lebih dalam dibandingkan penurunan 3,5% pada periode yang sama tahun sebelumnya, mencerminkan kemerosotan ekonomi akibat permintaan yang lemah dan pelemahan sektor properti.
- PMI Manufaktur
PMI Manufaktur Tiongkok naik menjadi 50,3 pada November 2024 dari 50,1 pada Oktober, sejalan dengan konsensus pasar dan menandai pembacaan tertinggi sejak April. Itu juga merupakan bulan kedua berturut-turut peningkatan aktivitas pabrik menyusul serangkaian langkah-langkah dukungan dari Beijing sejak akhir September.
Image source: AP/ beritariau.comIndonesia
- Neraca Dagang, Ekspor dan Impor
Surplus perdagangan Indonesia menyempit menjadi USD 2,47 miliar pada Oktober 2024, turun dari USD 3,47 miliar pada bulan yang sama tahun lalu dan di bawah ekspektasi pasar sebesar USD 3,05 miliar. Ekspor meningkat 10,25% yoy, mencatatkan pertumbuhan tercepat sejak Januari 2023, sementara impor melonjak 17,49%, jauh melampaui ekspektasi pasar.
- Nilai Pinjaman
Nilai pinjaman di Indonesia meningkat 10,92% yoy pada Oktober 2024, setelah mengalami pertumbuhan terlemah sejak Desember 2023 pada bulan September yang tercatat 10,85%.
- Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI rate di level 6,00% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 19 – 20 November 2024. Selain menahan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5,25% dan suku bunga lending facility di level 6,75%.
- Pasokan Uang M2
Jumlah Uang Beredar M2 di Indonesia meningkat menjadi Rp 9.078,6 triliun pada bulan Oktober dari Rp 9.044,9 triliun pada bulan September 2024.
- Harga Properti Residensial
Harga properti residensial di Indonesia meningkat 1,46% yoy pada kuartal ketiga 2024, meskipun melambat dari kenaikan 1,76% pada kuartal sebelumnya. Ini adalah laju pertumbuhan harga properti yang paling lambat sejak kuartal keempat 2021.
Apa Dampak Kebijakan Trump terhadap Pasar Obligasi Indonesia?
Donald Trump berhasil memenangkan kembali Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2024, mengalahkan pesaingnya, Kamala Harris. Berdasarkan hasil hitung cepat, Trump memperoleh 70.700.924 suara populer, sementara Harris dari Partai Demokrat mendapatkan 65.846.569 suara. Dalam sistem suara elektoral, Trump meraih 277 suara dari total 538, sedangkan Harris memperoleh 224 suara. Hasil pemilu AS pun akan secara resmi keluar oleh Senat pada 25 Desember, dan Trump dijadwalkan akan dilantik sebagai Presiden AS ke-47 pada 20 Januari 2025.
Kemenangan Trump sendiri dapat membawa sejumlah dampak besar, baik bagi ekonomi global maupun pasar Indonesia. Mengingat kebijakan ekonomi yang kontroversial di masa jabatan pertamanya, banyak yang bertanya bagaimana kebijakan ekonomi Trump berikutnya akan memengaruhi pasar obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia. Adapun berikut sejumlah kebijakan yang diusulkan Trump untuk periode keduanya sebagai Presiden AS:
1. Mendeportasi Migran Besar-besaran
Selama kampanye, Trump berjanji untuk melakukan deportasi besar-besaran terhadap migran tanpa dokumen. Dia juga ingin melanjutkan pembangunan tembok di perbatasan Meksiko yang sudah dimulai pada masa kepresidenannya antara 2017-2021.
2. Pemotongan Pajak dan Menaikkan Tarif Impor
Trump berjanji untuk mengatasi inflasi yang tinggi di bawah pemerintahan Biden. Meskipun kekuasaan presiden terbatas dalam memengaruhi harga, Trump berencana untuk melanjutkan pemotongan pajak besar-besaran seperti yang dilakukan pada 2017. Ia mengusulkan penghapusan pajak atas tip, pembayaran jaminan sosial, serta pemotongan pajak untuk perusahaan. Selain itu, Trump berencana mengenakan tarif 25% pada produk dari Meksiko dan Kanada, serta tarif tambahan 10% untuk barang-barang asal China.
3. Memangkas Regulasi Iklim dan Mendorong Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Dalam isu lingkungan, Trump tetap pada posisinya yang menolak perubahan iklim. Dia berencana untuk mempercepat eksplorasi minyak dan gas, bahkan di kawasan sensitif seperti Cagar Margasatwa Nasional Arktik. Trump juga berencana menarik AS dari Kesepakatan Iklim Paris dan membatalkan target-target kebijakan Biden yang mempromosikan kendaraan ramah lingkungan.
4. Menghentikan Aliran Dana ke Ukraina
Trump berpendapat bahwa dia telah menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina sejak ia belum dilantik. Adapun salah satu program kerja yang ditawarkan olehnya, yaitu menyetop aliran dana ke Ukraina. Pemberhentian aliran dana ini juga diiringi oleh suatu permintaan terhadap sekutu Eropa, dimana Trump meminta pihak tersebut untuk mengganti biaya pembangunan kembali persediaan AS.
5. Mendukung Israel dalam Perang Melawan Hamas
Perihal kemiliteran internasional, Trump juga berencana untuk terus mendukung Israel dalam perang melawan kelompok Hamas. Bukan hanya itu, Trump juga mendukung upaya penumpasan Hamas di Palestina. Trump juga menyinggung evaluasi mendasar terhadap tujuan dan misi NATO. Jika dilihat dari fungsi organisasi, upaya mendukung penumpasan Hamas oleh Trump didasarkan pada upaya menjaga keamanan negara-negara anggota NATO.
6. Tidak Ada Larangan Aborsi
Berbeda dengan sebagian pendukungnya, Trump mengungkapkan bahwa dia tidak akan menandatangani undang-undang larangan aborsi nasional. Ia percaya bahwa masing-masing negara bagian seharusnya memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan aborsi mereka sendiri.
7. Menaikkan kredit pajak anak
Wakil presiden Trump, Senator JD Vance, mengusulkan peningkatan kredit pajak anak menjadi $5.000, naik dari $2.000, dan mendorong pemberian kredit pajak kepada semua warga AS, termasuk mereka yang berpenghasilan tinggi.
8. Ingin Gratiskan Program Bayi Tabung bagi Warga AS
Trump berencana untuk mewajibkan pemerintah federal atau perusahaan asuransi menanggung biaya perawatan IVF (program bayi tabung), yang bisa mencapai puluhan ribu dolar.
9. Kewenangan menembak pelaku kriminal dan hukuman mati
Trump mendukung kepemilikan senjata api dan mempercayai bahwa senjata bertindak sebagai pencegah kejahatan. Ia juga akan memberikan izin kepada polisi untuk menembak pelaku kriminal jika diperlukan. Selain itu, Trump mendukung hukuman mati bagi pelaku perdagangan perempuan dan anak-anak serta penyelundup narkoba.
10. Donald Trump tunjuk Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan
Trump menunjuk Scott Bessent, pendiri Key Square Group, sebagai Menteri Keuangan AS. Penunjukan ini dianggap langkah strategis untuk menempatkan seorang ahli pasar yang juga merupakan loyalis Trump di posisi ekonomi penting.
11. Mewajibkan Pengusaha AS Berinvestasi di Dalam Negeri
Trump berniat mengenakan tarif pada perusahaan yang memindahkan produksi dari AS ke negara lain. Ia sempat mengancam perusahaan John Deere dengan tarif jika mereka tetap memindahkan produksi ke Meksiko. Tarif ini diharapkan membuat barang-barang asing lebih mahal, meskipun dapat berisiko menaikkan harga untuk produsen AS jika mereka mengimpor suku cadang.
12. Menurunkan Harga Perumahan
Trump berjanji untuk menurunkan harga rumah dengan meningkatkan pasokan, salah satunya dengan membuka lahan federal untuk pembangunan rumah besar. Ia juga berharap penurunan suku bunga akan mengurangi biaya KPR menjadi lebih terjangkau. Trump juga menyalahkan imigran tak berdokumen atas peningkatan harga rumah dan berencana menanggulanginya dengan deportasi massal dan larangan mereka mendapatkan KPR.
Negara yang Paling Terdampak
- China
Dari kebijakan-kebijakan di atas, China diperkirakan akan menjadi salah satu negara yang terdampak paling besar. Pengenaan tarif 10% pada barang-barang dari China dapat memperburuk ketegangan yang sudah ada dalam perang dagang AS-China yang dimulai pada masa pemerintahan Trump sebelumnya. China, sebagai salah satu negara dengan nilai ekspor terbesar ke AS, akan merasakan dampak langsung dari tarif ini karena harga barang-barangnya akan meningkat di pasar AS. Penurunan permintaan terhadap produk-produk China di pasar AS dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi China, yang mengandalkan ekspor sebagai salah satu pilar utamanya.
Jika China membalas dengan tarif pada produk-produk AS, ini akan semakin memperburuk ketegangan perdagangan antara kedua negara dan menghambat perdagangan global. Selain itu, rencana Trump untuk mempercepat eksplorasi bahan bakar fosil dan mengurangi regulasi lingkungan juga berpotensi merugikan negara-negara yang fokus pada energi terbarukan, termasuk China, yang memimpin sektor energi terbarukan global dan mungkin menghadapi persaingan yang lebih ketat.
- Meksiko
Meksiko juga akan menghadapi dampak besar dari kebijakan tarif Trump. Tarif 25% pada barang-barang dari Meksiko berpotensi menaikkan biaya impor bagi AS, mengingat Meksiko adalah mitra dagang utama bagi AS dengan barang-barang seperti otomotif, elektronik, dan barang konsumen yang banyak diperdagangkan. Karena Meksiko sangat bergantung pada ekspor ke AS, kebijakan ini akan menurunkan pendapatan negara dari sektor ekspor, yang bisa merusak stabilitas ekonomi mereka dan memperburuk defisit neraca perdagangan.
Deportasi massal migran ilegal, yang terutama menyasar Meksiko dan negara-negara Amerika Latin, juga akan memperburuk hubungan AS dengan negara-negara tersebut. Meksiko akan menghadapi lonjakan jumlah migran yang dideportasi, yang dapat memperburuk masalah kemiskinan dan pengangguran. Selain dampak sosial, pengurangan jumlah pekerja migran yang sebelumnya mengirimkan remitansi ke keluarga mereka juga akan memengaruhi perekonomian Meksiko, yang sangat bergantung pada remitansi tersebut.
- Rusia dan Arab Saudi
Di sisi lain, kebijakan Trump yang mendukung percepatan eksplorasi bahan bakar fosil dan pengurangan regulasi lingkungan dapat memberi keuntungan bagi negara-negara penghasil energi besar seperti Rusia dan Arab Saudi. Negara-negara ini bisa meningkatkan ekspor minyak dan gas alam ke AS, yang berpotensi mencari sumber energi domestik yang lebih murah.
Dampak untuk Indonesia
Kebijakan proteksionisme AS, seperti peningkatan tarif pada barang-barang dari China dan Meksiko, dapat memberikan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia:
1. Peluang untuk Meningkatkan Ekspor
Dengan tarif yang lebih tinggi pada barang-barang dari China dan Meksiko, daya saing produk kedua negara tersebut di pasar AS dapat menurun. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengisi celah dalam sektor-sektor seperti elektronik, barang konsumen, tekstil, dan komoditas manufaktur. Produk-produk Indonesia yang selama ini bersaing dengan China di pasar AS mungkin mendapat keuntungan kompetitif, memungkinkan ekspor meningkat.
2. Potensi Masuknya Investasi Asing Langsung (FDI)
Perusahaan-perusahaan AS yang ingin menghindari dampak perang dagang dengan China atau kenaikan tarif dari Meksiko mungkin memindahkan operasinya ke negara lain. Indonesia, dengan tenaga kerja melimpah dan pasar yang besar, bisa menjadi tujuan relokasi pabrik-pabrik tersebut. Jika ini terjadi, arus FDI ke Indonesia berpotensi meningkat, mendorong pertumbuhan sektor manufaktur dan penciptaan lapangan kerja. Namun, ketegangan dengan negara-negara yang terkena dampak kebijakan AS juga bisa meningkat, terutama jika persaingan perdagangan menjadi lebih ketat.
3. Dampak Tidak Langsung melalui Mitra Dagang Utama
Jika kebijakan proteksionisme AS menyebabkan perlambatan ekonomi global, mitra dagang utama Indonesia seperti China dapat terpengaruh secara negatif. Perlambatan ekonomi di China bisa menurunkan permintaan terhadap ekspor komoditas Indonesia seperti batubara, kelapa sawit, dan nikel, yang menjadi andalan neraca perdagangan Indonesia.
4. Risiko Volatilitas Pasar Obligasi Indonesia
Kebijakan proteksionisme AS dapat menimbulkan ketidakpastian global, yang sering kali menyebabkan investor beralih ke aset aman seperti obligasi AS. Permintaan yang lebih rendah terhadap obligasi Indonesia dapat menyebabkan kenaikan yield obligasi domestik dan melemahkan nilai tukar Rupiah.
Adapun usai Trump dinyatakan menang dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2024 pada 5 November 2024, Indonesia Composite Bond Index (ICBI), yang merupakan indikator kinerja pasar obligasi Indonesia secara keseluruhan, mengalami kenaikan hingga mencapai 394,57. Peningkatan ini pun terjadi karena investor mengantisipasi kebijakan agresif yang meningkatkan risiko ekonomi global, melemahkan rupiah, dan memicu arus keluar modal ke pasar AS yang lebih menarik.
Namun pada 15 November 2024, indeks ICBI terpantau kembali turun ke 391,79 usai Gubernur Bank Sentral atau Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dalam pidatonya mengatakan bahwa ketahanan ekonomi AS memberikan ruang bagi pejabat untuk melakukan pelonggaran lebih hati-hati. Dengan penurunan suku bunga AS yang lebih hati-hati, yield obligasi AS diperkirakan akan lebih rendah, sehingga investor mungkin mencari yield yang lebih tinggi di pasar negara berkembang seperti Indonesia, yang bisa menyebabkan permintaan obligasi Indonesia meningkat, yang menyebabkan harga obligasi naik dan yield turun.
Meskipun begitu, berdasarkan survei CME FedWatch, peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada pertemuan Desember mendatang naik menjadi sekitar 70% dibandingkan sebelumnya 59%. Peningkatan ini sejalan dengan data inflasi AS, PCE Price Index, yang sesuai ekspektasi di angka 2,3%. Dengan inflasi yang tetap terjaga di bawah 2,5% selama tiga bulan terakhir ini, pasar masih memandang inflasi AS bisa turun lagi di masa mendatang.
Jika The Fed nantinya memutuskan untuk memangkas suku bunga, dampak positif bagi pasar obligasi Indonesia bisa cukup signifikan. Pemangkasan suku bunga AS cenderung mengurangi daya tarik aset-aset dolar AS, yang dapat mengalihkan minat investasi asing ke pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Kesimpulannya, setelah Trump menjabat, pasar obligasi Indonesia kemungkinan akan mengalami:
- Volatilitas Pasar
Kebijakan ekonomi yang lebih proteksionis dan kemungkinan ketegangan perdagangan global dapat menyebabkan volatilitas tinggi di pasar obligasi Indonesia. Ketidakpastian global, termasuk kebijakan perdagangan Trump, bisa membuat investor cenderung menghindari risiko dan lebih memilih aset yang lebih aman, mempengaruhi kestabilan harga obligasi Indonesia.
- Pelemahan Rupiah
Pelemahan rupiah terjadi karena ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksionisme Trump, serta dampak dari kebijakan perdagangan yang lebih agresif. Ketika pasar global terpengaruh oleh kebijakan tersebut, investor bisa lebih memilih untuk memindahkan dana mereka ke aset yang lebih aman seperti, dolar AS atau obligasi AS. Permintaan terhadap rupiah dan aset Indonesia lainnya bisa menurun, menyebabkan depresiasi nilai rupiah.
- Kenaikan Yield
Ketidakpastian yang dihasilkan oleh kebijakan proteksionisme Trump, yang dapat mempengaruhi perdagangan global dan perekonomian dunia, berpotensi mendorong arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan investor lebih memilih obligasi negara maju yang dianggap lebih aman, seperti obligasi AS. Untuk menarik investor, Indonesia mungkin harus menawarkan yield yang lebih tinggi, yang dapat mengarah pada kenaikan yield obligasi Indonesia.
Secara keseluruhan, meskipun pasar obligasi Indonesia menghadapi tantangan berupa volatilitas, pelemahan rupiah, dan kenaikan yield, peluang tetap ada. Yield yang lebih tinggi bisa menjadi daya tarik bagi investor yang mencari imbal hasil lebih besar dibandingkan dengan negara maju. Selain itu, fundamental ekonomi Indonesia yang relatif stabil, termasuk proyeksi pertumbuhan ekonomi yang positif, serta kebijakan dari Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas pasar keuangan, memberikan alasan bagi investor untuk tetap mempertimbangkan pasar obligasi Indonesia sebagai opsi investasi jangka panjang.
Dalam konteks strategi investasi, obligasi tenor pendek cenderung lebih disarankan dalam situasi volatilitas tinggi. Obligasi tenor pendek menawarkan risiko lebih rendah karena jatuh tempo yang lebih cepat, sehingga lebih aman dari fluktuasi pasar jangka panjang. Namun, jika The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga pada Desember, obligasi tenor panjang berpotensi memberikan keuntungan lebih besar. Penurunan suku bunga AS dapat meningkatkan harga obligasi jangka panjang, terutama jika saat ini diperdagangkan di bawah harga par (diskon), sehingga menawarkan keuntungan tambahan selain kupon
Rekomendasi
Tenor Pendek: FR0056, FR0081, FR0101
Tenor Panjang: FR0097, FR0098, FR0100, FR0102, FR0103
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia