PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
1 Agustus 2023
31 Juli 2023 | 1 Agustus 2023 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 6.870 | 6.931 | 61 | 0.9% |
LQ45 | 964 | 966 | 2 | 0.2% |
EIDO | 23.6 | 23.5 | -0.1 | -0.4% |
Japan Nikkei 225 | 32.391 | 33.172 | 781 | 2.4% |
Shanghai CI | 3.238 | 3.291 | 53 | 1.6% |
Dow Jones | 34.509 | 35.560 | 1051 | 3.0% |
Nasdaq | 14.114 | 14.346 | 232 | 1.6% |
Emas | 1.956 | 2.003 | 47 | 2.4% |
Bursa Karbon RI Meluncur September 2023, Saham Apa Yang Bakal Cuan?
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa pemerintah akan mulai menerapkan bursa karbon pada bulan September 2023 mendatang. Menurut Luhut, hanya entitas yang beroperasi di Indonesia yang diizinkan untuk berdagang di bursa karbon Indonesia. Skemanya pun akan mirip dengan perdagangan saham dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawasi kegiatan di bursa karbon.
Sebagai informasi, kredit karbon atau satuan untuk menggambarkan seberapa besar usaha yang sudah dilakukan untuk menyerap potensi emisi karbon yang sudah terbentuk nantinya bisa diperjual-belikan di bursa karbon. Dengan begitu, hadirnya bursa karbon ini pun diproyeksikan dapat memberikan dampak positif kepada saham-saham yang memiliki bisnis terkait.
Adapun, salah satu saham yang berpotensi diuntungkan dari bursa karbon ini adalah anak usaha PT Pertamina (Persero), yaitu PT Pertamina Geothermal Tbk. (PGEO). Menurut Direktur Keuangan PGEO, Nelwi Aldriansyah, perseroan telah mencatatkan pendapatan dari kredit karbon atas vintage carbon Ulubelu dan Karaha dari tahun 2016-2020. Dengan begitu, hadirnya bursa karbon ini bisa menjadi peluang yang menarik bagi anak usaha PT Pertamina tersebut. Nelwi juga memproyeksikan bahwa dengan asumsi pajak karbon yang diusulkan Rp30 per kg, PGEO berpotensi mendapatkan pendapatan tambahan dari kredit karbon sebesar Rp36,6 miliar.
The Fed Naikkan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin, BI Kembali Tahan Suku Bunga di 5,75%
Sesuai dengan prediksi, Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%-5,5% pada 26 Juli 2023. Kenaikan suku bunga ini pun diharapkan menjadi kenaikan yang terakhir untuk tahun ini. Namun, Ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers mengisyaratkan masih ada kemungkinan kenaikan suku bunga ke depannya, mengingat inflasi AS yang saat ini masih jauh dari target The Fed. Sebagai informasi, inflasi AS melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023 sementara tingkat pengangguran tercatat 3,6% pada Juni.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 24-25 Juli 2023. Adapun, suku bunga Deposit Facility juga dipertahankan sebesar 5%, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,5%. Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, keputusan untuk mempertahankan suku bunga ini dibuat untuk menjaga tingkat inflasi nasional agar terkendali, seiring dengan pergolakan ekonomi di tingkat global. Keputusan ini juga sejalan dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3 plus minus 1% hingga sisa akhir tahun 2023 ini dan 2,5 plus minus 1% pada 2024.
Dengan keputusan ini, maka suku bunga BI dengan The Fed hanya memiliki selisih sebesar 25 basis poin (bps) saja. Selisih tersebut pun berpotensi membuat minat investasi di Indonesia menurun mengingat tingkat suku bunga di Amerika Serikat yang beda tipis dengan suku bunga di Indonesia. Dengan begitu, mata uang rupiah pun diperkirakan akan cenderung melemah. Meskipun begitu, jika penerapan kebijakan simpan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri selama 3 bulan ini sukses, maka nilai tukar rupiah pun berpotensi menguat.
BEI Rombak Indeks LQ45, 2 Emiten Ini Terdepak!
Bursa Efek Indonesia (BEI) baru saja melakukan evaluasi atau perombakan besar terhadap susunan penghuni indeks LQ45, yang periode efektif konstituennya berlangsung hingga Januari 2024. Indeks LQ45 sendiri merupakan indeks yang berisi 45 saham yang memenuhi sejumlah kriteria, seperti likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar.
Berdasarkan pengumuman resmi BEI, ada 2 saham baru yang masuk dan 2 saham lama yang terdepak dari indeks LQ45. Kedua saham yang masuk indeks LQ45 adalah PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI). Sementara dua saham yang keluar dari indeks LQ45 adalah PT Timah Tbk. (TINS) dan PT Japfa Comfeed Tbk. (JPFA).
Lantas, apa yang akan terjadi jika sebuah saham masuk ataupun keluar dari indeks LQ45? Nah, jika saham berhasil masuk ke indeks LQ45, saham tersebut berpotensi mendapatkan daya beli dari investor institusi seperti, manajer investasi reksa dana, dana pensiun, asuransi, dan lainnya. Selain itu, harga saham yang masuk ke indeks LQ45 juga diproyeksikan akan mengalami kenaikan untuk jangka pendek. Sementara harga saham yang keluar dari indeks LQ45 akan cenderung mengalami penurunan. Adapun daftar penghuni indeks LQ45 dengan periode efektif konstituen Agustus 2023 – Januari 2024 adalah sebagai berikut:
Simak Ulasan Saham Minggu Ini
- PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG)
PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) adalah perusahaan induk yang terdiri dari grup perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan kelapa sawit melalui entitas anak dan perusahaan asosiasinya, serta perkebunan karet. Kegiatan usahanya meliputi perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Adapun, produknya meliputi minyak sawit mentah (CPO), inti sawit, slab, dan ribbed smoked sheet (RSS).
Berdasarkan segmennya, segmen minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit berkontribusi sebesar Rp 1.92 triliun atau sekitar 99,7% dari total pendapatan TAPG di kuartal I-2023. Sementara itu, segmen karet berkontribusi sebesar Rp 5.7 miliar atau sekitar 0,03% dari total pendapatan TAPG di kuartal I-2023. Nah, dari sini dapat terlihat bahwa pendapatan TAPG sebagian besarnya ditopang oleh segmen minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit. Lantas bagaimana prospek minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) ini kedepannya?
Sebagai informasi, harga CPO telah anjlok sekitar 12% ke RM 3,789/ton di sepanjang kuartal I-2023, dan bahkan menyentuh level terendahnya di RM 3,146/ton pada bulan Mei 2023 lalu. Meskipun begitu, harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange sudah mulai terlihat merangkak naik kembali hingga menyentuh RM 4,032/ton pada tanggal 21 Juli 2023. Lantas, apakah ini pertanda bahwa sektor kelapa sawit bakal kembali bersinar?
Seperti yang sudah dijelaskan di newsletter sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan bahwa Indonesia berpotensi dilanda fenomena El Nino pada Agustus 2023 mendatang. El Nino sendiri adalah fenomena iklim yang menyebabkan Suhu Muka Air Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah naik di atas tingkat normal. Kelapa sawit pun biasanya menjadi salah satu komoditas yang rentan gagal panen akibat cuaca ekstrem kekeringan yang disebabkan oleh fenomena El Nino.
Nah, potensi penurunan produksi akibat dampak dari fenomena El nino ini pun diproyeksikan dapat mengkerek harga CPO. Pasalnya, berkaca dari fenomena El nino sebelumnya, harga CPO rata-rata naik 5,5% selama El Nino dan naik sekitar 16% selama 12 bulan berikutnya. Selain itu, kenaikan harga CPO juga diproyeksikan akan terus berlanjut seiring dengan langkah Rusia untuk menghentikan ekspor biji-bijian di Ukraina lewat Laut Hitam yang telah dimulai pada 17 Juli 2023 lalu.
Selain itu, kenaikan harga CPO juga akan didorong oleh impor minyak bunga matahari India yang kemungkinan akan mengalami penurunan dalam beberapa bulan mendatang, sebagai akibat dari langkah Rusia menarik diri dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam. Sebagai informasi, India biasanya mengimpor sekitar 250.000 metrik ton minyak bunga matahari per bulan, terutama dari Rusia, Ukraina, Argentina, dan Turki. Pasokan minyak bunga matahari yang hilang dari kawasan laut hitam ini pun akan meningkatkan permintaan minyak sawit dan mendongkrak harga sawit. Lantas, melihat prospek kelapa sawit yang cukup cerah kedepannya, apakah saham TAPG ini layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q1 | 2022 – Q1 | 2021 – Q1 | |
Penjualan | 1,925,833,000,000 | 2,190,911,000,000 | 1,351,171,000,000 |
Laba Bersih | 294,707,000,000 | 873,509,000,000 | 142,722,000,000 |
Total Asset | 14,701,531,000,000 | 13,340,725,000,000 | 11,924,087,000,000 |
Total Liabilitas | 3,982,958,000,000 | 4,640,767,000,000 | 5,123,782,000,000 |
Total Ekuitas | 10,718,573,000,000 | 8,699,958,000,000 | 6,800,305,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, TAPG membukukan penurunan pendapatan dari Rp 2.1 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp 1.9 triliun di kuartal I-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga tercatat mengalami penurunan dari Rp 873.5 miliar menjadi Rp 294.7 miliar di kuartal I-2023. Sementara itu, perusahaan berhasil membukukan peningkatan aset dari Rp 13.3 triliun menjadi Rp 14.7 triliun di kuartal I-2023, dan ekuitas perusahaan juga tercatat meningkat dari Rp 8.6 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 10.7 triliun di kuartal I-2023. Perusahaan juga sukses membukukan penurunan liabilitas dari Rp 4.6 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 3.9 triliun di kuartal I-2023.
Nah, liabilitas yang menurun, serta jumlah ekuitas yang jauh lebih besar daripada jumlah liabilitasnya pun mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang cukup sehat. Hal ini juga tercermin dari rasio debt-to-equity TAPG yang sebesar 38,61%. Adapun dari segi evaluasinya, saham TAPG masih tergolong cukup murah, dimana rasio Price-to-Earnings (PER) berada di kisaran 10.27x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 1.17x.
Kesimpulannya, penguatan harga CPO berkat sejumlah sentimen, seperti fenomena El Nino, impor minyak bunga matahari India yang berpotensi mengalami penurunan, serta keputusan Rusia untuk menarik diri dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam, diproyeksikan bakal mendorong pendapatan TAPG kedepannya. Selain itu, TAPG juga diketahui tengah mengalami pertumbuhan yang signifikan seiring dengan umur tanaman yang sedang berada pada masa puncak. Adapun, selama 5 tahun terakhir, TAPG berhasil mencatatkan peningkatan produksi sebesar 6%. Jadi, penguatan harga CPO, peningkatan produksi kelapa sawit, serta evaluasi harga saham TAPG yang masih tergolong cukup murah ini pun menjadikan saham TAPG layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
2. PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL)
PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) adalah perusahaan yang utamanya bergerak dalam pembuatan kabel tyer, karet sintetis, terutama tyers dan tube. Selain itu, perseroan juga terlibat dalam kegiatan bisnis pendukung, seperti pergudangan dan penyimpanan, dan kegiatan konsultasi manajemen lainnya. Adapun, perseroan menawarkan produknya dengan merek GT Radial, Giti, Gajah Tunggal Bias, IRC Tire dan Zeneos.
Berdasarkan segmennya, segmen ban berkontribusi sebesar Rp 4.2 triliun atau sekitar 96% dari total pendapatan GJTL di kuartal I-2023. Sementara itu, segmen benang nilon berkontribusi sebesar Rp 3.9 miliar atau sekitar 2,2%, dan segmen lainnya berkontribusi sebesar Rp 172.9 miliar atau sekitar 3,8% dari total pendapatan GJTL di kuartal I-2023. Nah, dari sini dapat terlihat bahwa pendapatan GJTL sebagian besarnya ditopang oleh segmen ban. Lantas, bagaimana dengan prospek dari segmen ban ini?
Kinerja emiten produsen ban sendiri diproyeksikan tengah berada dalam “tren bertumbuh” seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, pemulihan ekonomi, serta tingginya permintaan di sektor otomotif. Sebagai informasi, penjualan mobil nasional tumbuh sebesar 6,51% year on year (yoy) dari 475.030 unit pada semester I-2022 menjadi 505.985 unit pada semester I-2023. Sementara itu, penjualan motor juga tercatat mengalami peningkatan yang cukup pesat, dimana penjualan motor hingga kuartal II-2023 tercatat mencapai 3.201.930 unit, atau naik 42,5% dari periode yang sama pada tahun 2022 lalu yang sebesar 2.246.627 unit.
Nah, peningkatan penjualan mobil dan motor ini pun diproyeksikan bakal menguntungkan GJTL, yang merupakan salah satu emiten produsen ban terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, penurunan harga komoditas karet juga tentunya akan menjadi salah satu sentimen positif untuk GJTL, mengingat perusahaan ini menggunakan karet sebagai bahan baku utama pembuatan ban. Lantas, melihat prospek segmen ban yang cukup cerah kedepannya, apakah saham GJTL layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q1 | 2022 – Q1 | 2021 – Q1 | |
Penjualan | 4,445,161,000,000 | 4,224,811,000,000 | 3,921,878,000,000 |
Laba Bersih | 265,691,000,000 | 71,479,000,000 | 114,193,000,000 |
Total Asset | 19,174,593,000,000 | 18,916,159,000,000 | 18,537,886,000,000 |
Total Liabilitas | 11,783,420,000,000 | 11,868,866,000,000 | 11,374,308,000,000 |
Total Ekuitas | 7,391,173,000,000 | 7,047,293,000,000 | 7,163,578,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangannya, GJTL berhasil mencatatkan peningkatan penjualan dari Rp 4.2 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 4.4 triliun di kuartal I-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga meningkat dari Rp 71.4 miliar menjadi Rp 265.6 miliar di kuartal I-2023. Perusahaan juga berhasil membukukan peningkatan aset dari Rp 18.9 triliun menjadi Rp 19.1 triliun, serta kenaikan jumlah ekuitas dari Rp 7.04 triliun menjadi Rp 7.3 triliun di kuartal I-2023. Sementara itu, liabilitas perusahaan juga tercatat mengalami sedikit penurunan dari Rp 11.8 triliun menjadi Rp 11.7 triliun di kuartal I-2023.
Nah, jumlah liabilitas yang jauh lebih besar ketimbang ekuitasnya pun menandakan bahwa perusahaan mungkin berada dalam kondisi yang kurang solid. Hal ini juga tercermin dari rasio debt-to-equity (DER) perusahaan yang sebesar 76%. Lalu, apakah kondisi keuangan GJTL ini yang menjadi alasan Lo Kheng Hong melepas kepemilikan sahamnya sebesar 4,87 juta saham di GJTL?
Sebagai informasi, per 7 Juli 2023, Lo Kheng Hong masih tercatat memiliki 180.001.000 atau 5,17% saham GJTL. Namun, setelah melepas kepemilikan sahamnya sebesar 4,87 juta saham, Lo Kheng Hong saat ini pun tercatat hanya menggenggam 175.127.400 saham atau setara dengan 5,03% dari total saham GJTL. Alasan mengapa Lo Kheng Hong melakukan aksi divestasi ini pun belum diketahui hingga saat ini. Namun yang pasti, Lo Kheng Hong menjual saham GJTL saat harganya sedang melambung tinggi, sehingga aksi divestasi Lo Kheng Hong ini pun kemungkinan besar hanyalah salah satu aksi “profit taking”.
Meskipun begitu, aksi divestasi Lo Kheng Hong ini sempat membuat investor panik, dimana harga saham GJTL sempat ditutup anjlok 5,10% ke level Rp 1.210 per saham. Lantas, setelah melihat Lo Kheng Hong melepas kepemilikan sahamnya di GJTL, apakah para investor juga harus ikut menjual kepemilikan sahamnya di GJTL? Jika dilihat dari segi prospek, saham GJTL ini memiliki masa depan yang cukup cerah, seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat, pemulihan ekonomi, serta bertumbuhnya sektor otomotif yang tentunya dapat memberikan dampak yang positif terhadap perusahaan produsen ban seperti GJTL. Jadi, melepas saham GJTL mungkin bukanlah keputusan yang tepat, kecuali investor memang membeli saham GJTL ini hanya untuk sebatas “profit taking”.
Kesimpulannya, saham GJTL ini merupakan salah satu saham yang cukup menarik untuk dijadikan investasi jangka panjang. Selain itu, evaluasi saham GJTL juga masih tergolong cukup murah, dimana rasio Price-to-Earnings (PER) berada di kisaran 3.52x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0.51x. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham GJTL layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY. Bahkan, harga yang sempat anjlok karena aksi jual dari Lo Kheng Hong ini pun menjadi “momen yang tepat” untuk mengakumulasi saham GJTL.
3. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN)
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) merupakan perusahaan yang utamanya bergerak dalam pembuatan pakan ternak, termasuk pakan unggas dan pakan babi. Kegiatan usaha perseroan meliputi kegiatan pembibitan ayam pedaging, rumah potong hewan dan pengepakan daging bukan unggas, kegiatan rumah potong hewan dan pengepakan daging unggas, industri pembuatan dan pengawetan produk unggas dan daging, industri frosting buah dan sayuran, industri tepung campuran dan adonan tepung, serta industri makanan dan makanan olahan.
Berdasarkan segmennya, segmen ayam pedaging berkontribusi sebesar Rp 7.6 triliun atau sekitar 52,2% dari total pendapatan CPIN di kuartal I-2023. Sementara itu, segmen pakan berkontribusi sebesar Rp 4.07 triliun atau sekitar 27,99%, lalu segmen ayam olahan berkontribusi sebesar Rp 2.1 triliun atau sekitar 14,5%, kemudian segmen anak ayam usia sehari berkontribusi sebesar Rp 294.9 miliar atau sekitar 0,20% dan segmen lainnya berkontribusi sebesar Rp 470.8 miliar atau sekitar 0,32% dari total pendapatan CPIN di kuartal I-2023. Nah, berdasarkan segmennya, dapat terlihat bahwa pendapatan CPIN sebagian besarnya ditopang oleh segmen ayam pedaging. Lantas, bagaimana prospek segmen ini kedepannya?
Sebagai informasi, rata-rata harga ayam broiler pada awal tahun 2023 adalah sebesar Rp 16.300 per kg, turun 12% dibandingkan bulan sebelumnya dan menurun 22,7% secara tahunan. Hal ini pun terjadi karena penurunan permintaan serta jumlah culling yang rendah pada akhir tahun 2022. Culling sendiri merupakan program pemusnahan dini induk ayam, yang bertujuan untuk menjaga harga daging ayam yang anjlok akibat kelebihan pasokan. Adapun, Kementerian Pertanian pada 12 Juni 2023 lalu mengumumkan bahwa program ini akan dilaksanakan lagi mulai dari Agustus hingga September 2023 mendatang. Dengan begitu, program culling ini pun diproyeksikan dapat menstabilkan harga daging ayam dan meningkatkan pendapatan CPIN.
Selain itu, Badan Pangan Singapura (Singapore Food Agency/ SFA) juga telah memberikan izin impor atas daging ayam serta produk daging ayam dari Indonesia pada 30 Juni 2023 lalu, dimana CPIN menjadi salah satu perusahaan yang berhasil mendapat izin ekspor ke Singapura. Namun pertanyaannya, apakah pembukaan impor Singapura ini bakal memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja CPIN? Berdasarkan segmen geografisnya, hampir 90% penjualan CPIN didominasi oleh segmen dalam negeri, sementara segmen luar negeri hanya berkontribusi kurang dari 5%. Jadi, dapat dikatakan bahwa pembukaan impor Singapura ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja CPIN.
Nah, melihat pasar luar negeri CPIN yang cukup kecil, maka CPIN pun sangat bergantung terhadap penjualan dari dalam negeri. Konsumsi masyarakat di Indonesia sendiri diproyeksikan akan meningkat seiring dengan melandainya pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Di tahun 2023 ini, Indonesia juga tengah memasuki tahun politik sebagai persiapan pemilihan presiden pada tahun 2024 mendatang. Momentum ini pun diyakini bisa mengangkat permintaan ayam yang diproyeksikan bakal tumbuh pesat memasuki semester II-2023 ini. Nah, melihat prospek segmen ayam perdagingan yang bisa terbilang masih cukup cerah, apakah saham CPIN layak untuk dikoleksi?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Indonesia berpotensi dilanda El Nino pada Agustus 2023 mendatang, yang dimana salah satu dampaknya adalah kenaikan pada harga pakan ternak, seperti jagung. Segmen pakan sendiri pun merupakan segmen kedua dengan kontribusi terbanyak terhadap pendapatan CPIN terutama di kuartal I-2023. Lantas, apakah kenaikan harga jagung ini akan mempengaruhi kinerja CPIN kedepannya?
Sebagai informasi, harga jagung pakan di peternak saat ini berada di kisaran Rp 5.600 – Rp 6.000 per kg. Dengan harga jagung yang berada di rentang ini, dampaknya saja sudah bisa terlihat, dimana laba bersih CPIN tercatat mengalami penurunan sebesar 79,76% dari periode yang sama pada tahun lalu menjadi Rp 249.9 miliar di kuartal I-2023. Penurunan drastis pada laba bersih ini pun disebabkan oleh meningkatnya beban perusahaan, terutama karena efek kenaikan harga komoditas. Nah, harga jagung sendiri diproyeksikan bakal menyentuh Rp 7.000 per kg pada akhir tahun 2023 ini sebagai dampak dari El Nino. Lantas, dengan harga jagung yang diperkirakan bakal melambung karena El Nino, bukankah beban perusahaan juga akan semakin tinggi? Lalu, dengan potensi laba bersih CPIN tergerus lebih dalam lagi karena melambungnya harga komoditas sebagai akibat El Nino, apakah saham CPIN layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q1 | 2022 – Q1 | 2021 – Q1 | |
Penjualan | 14,564,094,000,000 | 14,295,430,000,000 | 12,405,280,000,000 |
Laba Bersih | 240,992,000,000 | 1,191,265,000,000 | 1,454,700,000,000 |
Total Asset | 41,348,448,000,000 | 36,388,076,000,000 | 32,838,805,000,000 |
Total Liabilitas | 14,780,597,000,000 | 10,047,117,000,000 | 8,034,121,000,000 |
Total Ekuitas | 26,567,851,000,000 | 26,340,959,000,000 | 24,804,684,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, CPIN berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 14.2 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 14.5 triliun di kuartal I-2023. Meskipun begitu, perusahaan mencatatkan penurunan laba bersih yang cukup signifikan, dari Rp 1.1 triliun menjadi Rp 240.9 miliar di kuartal I-2023. Laba bersih CPIN yang menurun drastis ini pun disebabkan karena beban perusahaan yang mengalami peningkatan, terutama kenaikan bahan baku. Sementara itu, perusahaan berhasil membukukan peningkatan aset dari Rp 36.3 triliun menjadi Rp 41.3 triliun, dan ekuitas perusahaan juga meningkat tipis dari Rp 26.3 triliun menjadi Rp 26.5 triliun di kuartal I-2023. Adapun, liabilitas perusahaan juga tercatat meningkat dari Rp 10.04 triliun menjadi Rp 14.7 triliun di kuartal I-2023.
Meskipun liabilitas perusahaan mengalami peningkatan di kuartal I-2023, namun jumlah ekuitas perusahaan masih jauh lebih besar ketimbang liabilitasnya. Hal ini pun mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan masih tergolong cukup sehat. Kondisi keuangan yang sehat ini juga tercermin dari rasio debt-to-equity (DER) perusahaan yang sebesar 37.4%. CPIN juga saat ini masih jauh lebih unggul ketimbang kompetitornya, seperti contohnya PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), yang dimana perusahaan ini mencatatkan rasio DER sebesar 110,4% dan emiten perunggasan yang satu ini juga terdepak dari indeks LQ45 yang baru.
Adapun mengenai pembagian dividen, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) CPIN memutuskan untuk tidak membagikan dividen kepada para pemegang saham dari perolehan laba bersih tahun 2022, dan mengalokasikan seluruhnya sebagai dana cadangan. Keputusan manajemen untuk tidak membagikan dividen ini pun cukup masuk akal mengingat laba bersih kuartal I-2023 CPIN yang tergerus cukup dalam.
Kesimpulannya, kinerja CPIN di tahun 2023 ini diperkirakan bakal ditopang oleh pemulihan harga ayam pedaging yang didorong oleh sentimen pemulihan konsumsi masyarakat serta adanya momentum tahun politik. Sementara itu, segmen pakan ternak mungkin akan melemah di semester II-2023 ini, mengingat adanya potensi fenomena El Nino yang akan melanda Indonesia dan meningkatkan harga bahan paku pangan. Meskipun begitu, CPIN sejauh ini masih jauh lebih unggul dibandingkan kompetitornya, yang terbukti dari emiten CPIN yang masih mampu bertahan di indeks LQ45, sementara kompetitornya, JPFA, sudah terdepak dari indeks LQ45 yang baru. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham CPIN masih layak mendapatkan rekomendasi BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia