PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
1 April 2023
16 Maret 2023 | 31 Maret 2023 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 6.628 | 6.809 | 181 | 2.7% |
LQ45 | 914 | 940 | 26 | 2.8% |
EIDO | 21.6 | 23.5 | 1.9 | 8.8% |
Japan Nikkei 225 | 27.229 | 27.783 | 554 | 2.0% |
Shanghai CI | 3.263 | 3.261 | -2 | -0.1% |
Dow Jones | 31.875 | 32.859 | 984 | 3.1% |
Nasdaq | 11.434 | 12.013 | 579 | 5.1% |
Emas | 1.925 | 1.996 | 71 | 3.7% |
Pulang Ke China, Jack Ma Akan Pecah Alibaba Menjadi 6 Grup Bisnis
Alibaba Group Holding Ltd. berencana memecah kerajaan bisnis yang bernilai US$ 220 miliar tersebut menjadi 6 grup bisnis. Keenam grup bisnis tersebut adalah Cloud Intelligence Group, Taobao Tmall Commerce Group, Local Services Group, Cainiao Smart Logistics Group, Global Digital Commerce Group, dan Digital Media and Entertainment Group.
Perombakan itu terjadi sehari setelah pendiri Alibaba, Jack Ma pulang dari kediamannya selama setahun di luar negeri. Perombakan ini menjadi sebuah langkah yang sejalan dengan upaya Beijing untuk memacu pertumbuhan di sektor swasta setelah dua tahun tindakan keras. Para analis mengatakan bahwa pemecahan itu dapat memudahkan pengawasan atas raksasa teknologi yang bisnisnya telah menjadi target regulator selama bertahun-tahun.
Nantinya, masing-masing dari enam bisnis tersebut akan memiliki CEO serta dewan direksi dan akan mempertahankan fleksibilitas untuk meningkatkan modal luar dan mencari penawaran umum perdana. Pengecualiannya adalah Taobao Tmall Commerce Group yang menangani bisnis perdagangan China dan akan tetap menjadi unit yang sepenuhnya dimiliki oleh Alibaba Group.
Restrukturisasi tersebut juga merupakan salah satu langkah terbesar perusahaan terbesar pada sektor teknologi China dalam beberapa tahun terakhir, karena industri tersebut berada di bawah pengawasan peraturan yang lebih ketat, menyebabkan kesepakatan mengering dan mengurangi selera risiko di antara bisnis. Investor juga mengatakan bahwa pemecahan ini menghilangkan kekhawatiran bahwa Alibaba telah kehilangan potensi untuk tumbuh.
Sebagai informasi, Alibaba sebelumnya pada tahun 2010 juga sukses dengan spin-off yang memisahkan Alipay. Tindakan ini menghasilkan pembentukan Ant Group Co, anak perusahaan fintech yang dijalankan oleh Jack Ma yang hampir melakukan IPO terbesar yang pernah ada sebelum pemerintah Beijing menghentikannya.
First Citizens Bakal Akuisisi Bank Silicon Valley
Pada hari Senin (27/3/2023), First Citizens BancShares Inc (FCNCA.O) mengumumkan bahwa pihaknya akan mengakuisisi deposito dan pinjaman Silicon Valley Bank yang gagal. Pengumuman ini pun menandai akhir dari satu bab dalam krisis kepercayaan yang merusak sistem keuangan dunia.
Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), yang baru-baru ini mengakuisisi kendali atas SVB, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima hak apresiasi ekuitas di saham First Citizens BancShares dengan potensi nilai hingga $500 juta sebagai bagian dari kesepakatan. First Citizens mengatakan bahwa kesepakatan tersebut dibuat agar bisnis yang digabungkan akan memiliki posisi keuangan yang kuat dan memiliki portofolio pinjaman dan basis simpanan yang bervariasi.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, unit First Citizens Bank & Trust Company akan menerima aset SVB sebesar $110 miliar, simpanan sebesar $56 miliar, dan pinjaman sebesar $72 miliar. Selain itu, First Citizens Bank akan bekerja sama dengan regulator untuk berbagi kerugian guna menawarkan perlindungan penurunan tambahan terhadap potensi kerugian kredit, dan juga akan mendapatkan jalur kredit dari FDIC untuk kebutuhan likuiditas darurat.
Sebagai informasi, ketika otoritas California menutup Silicon Valley Bank (SVB) pada 10 Maret, itu menjadi bank terbesar yang gagal sejak krisis keuangan 2008, menyebabkan dislokasi pasar yang parah dan meningkatnya ketegangan dalam industri perbankan di seluruh dunia. Menurut Gary Ng, ekonom senior di Natixis Hong Kong, “langkah tersebut positif untuk stabilitas keuangan dan industri modal ventura,” namun dia menambahkan tidak sepenuhnya jelas apakah peran SVB dalam industri modal ventura akan dibawa oleh entitas baru tersebut.
5 Years of Cycle Runtuhnya IHSG Dan Pasar Modal, Apakah Bakal Terulang Kembali Di Tahun 2023?
Di tahun 2008, salah satu perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang bernama Lehman Brother bangkrut, sehingga menyebabkan terjadinya krisis ekonomi global. Kebangkrutan perusahaan ini disebabkan oleh kredit macet yang terjadi pada perusahaan property dan real estate yang berada di Amerika Serikat. Selain kasus Lehman Brother, ada juga kasus AIG Group. American International Group (AIG) adalah perusahaan terbesar di sektor asuransi. Tumbangnya lembaga keuangan Amerika AIG tak hanya berdampak negatif pada ekonomi Amerika, tapi juga menjadi malapetaka bagi pasar keuangan global.
Nah, setelah big news ini, IHSG pun turun drastis, dimana pada tahun 2008, IHSG terpantau berada di level 1.238 pada 3 November 2008, yang kemudian rebound sebesar 95,8% dalam setahun ke level 2.424.
Nah, hal yang sama juga terulang kembali di tahun 2013. Di tahun 2013, IHSG sempat menyentuh posisi terendahnya di level 4.187 pada tanggal 1 Agustus 2013. Dengan pattern yang sama, IHSG juga kembali rebound setahun kemudian sebesar 22,7% ke level 5.138.
Salah satu penyebab IHSG turun drastis di tahun 2013 adalah tapering off. Tapering off ini adalah pengurangan stimulus moneter yang dilakukan oleh bank sentral ketika perekonomian telah mengalami kelebihan likuiditas serta mengarah pada ancaman terjadinya inflasi. Tapering off ini membuat USD naik drastis, dan akibatnya Rupiah juga anjlok lebih dalam lagi. Aksi jual di pasar obligasi juga membuat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik sampai 250 basis poin (bps).
Nah, dari tahun 2008 ke tahun 2013, jaraknya 5 tahun bukan? Coba kita lihat kembali krisis yang terjadi 5 tahun setelah tahun 2013, yaitu di tahun 2018. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2018 ini dipicu oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Donald Trump, Presiden Amerika Serikat saat itu mengenakan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan 10% untuk impor alumunium pada 23 Maret 2018. China kemudian membalas dengan mengenakan tarif sebesar 15-25% terhadap 128 produk impor dari Amerika yang mencakup buah-buahan, kedelai, recycled aluminium, automobile, hingga produk kimia.
Kebijakan pengenaan tarif ini pun berdampak pada penurunan produksi dari Amerika Serikat maupun China, sehingga terjadi penurunan permintaan bahan baku yang membuat harga bahan baku kemudian meningkat drastis. Tak hanya itu, perang dagang ini juga membuat inflasi meningkat tajam. Pada tahun 2018, IHSG terpantau menyentuh level terendah di 5.791 pada 4 Juni 2018, yang kemudian rebound sebesar 9,8% dalam setahun ke level 6.363.
Nah, 5 tahun setelah tahun 2018, yaitu tahun ini, 2023, terjadi lagi tragedi Silicon Valley Bank (SVB) yang bangkrut pada 10 Maret lalu. Salah satu faktor yang menyebabkan kejatuhan SVB ini adalah penempatan dana di obligasi jangka panjang yang nilainya turun tajam ketika tren suku bunga terus meningkat. Tak lama setelah SVB bangkrut, Credit Suisse, yang juga merupakan lembaga keuangan terbesar di dunia juga terancam ambruk, setelah pemegang saham terbesarnya, Saudi National Bank, mengatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan pendanaan lebih lanjut lagi karena alasan regulasi.
Berita buruk tentang perbankan ini pun membuat IHSG kembali anjlok. Pada tanggal 14 Maret lalu, IHSG ditutup turun tajam sebanyak 2,14%. Pertanyaannya, apakah 5 years of cycle bakal terulang kembali di tahun 2023? Apakah situasi tahun ini akan membentuk pattern yang sama atau masih adakah berita-berita pasar global yang akan membuat pasar modal lebih terpuruk?
Simak Saham Top Picks Minggu Ini
- PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG)
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) adalah perusahaan yang berfokus pada investasi di sektor energi yang berkembang, logam mulia, infrastruktur teknologi, produk dan layanan kesehatan, logistik dan distribusi khusus, serta ruang digital. Segmennya meliputi Perusahaan Blue Chip, Perusahaan Teknologi Digital, dan Perusahaan yang berfokus pada pertumbuhan.
Sebagai perusahaan investasi, sumber pendapatan utama SRTG berasal dari pendapatan dividen dan kenaikan nilai saham dari portofolio investasi. Secara rinci, segmen perusahaan blue chip, yang terdiri dari tiga perusahaan publik, yaitu ADRO, MDKA, dan TBIG, berkontribusi sebesar 83.3% atau Rp 20.3 triliun dari total pendapatan SRTG di tahun 2021. Sementara itu, segmen perusahaan teknologi digital, yang terdiri dari tiga perusahaan start-up digital dan dua dana investasi: PT Lingkar Niaga Solusindo (SIRCLO), PT Fuse Teknologi Indonesia, PT Julo Teknologi Finansial, Provident Growth Fund dan SC Technology Investment LP, berkontribusi sebesar 1.9% atau Rp 455 miliar dari total pendapatan SRTG di tahun 2021.
Kemudian, segmen perusahaan yang berfokus pada pertumbuhan, yang terdiri dari 9 perusahaan, yaitu MPMX, AGII (PT Aneka Gas Industri Tbk.), PRAY (PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk.), PT Mulia Bosco Logistics, PT Deltomed Laboratories, City Vision, PT Xurya Daya Indonesia, AtriaDC, dan Forrest Carbon, berkontribusi sebesar 14.6% atau Rp 3.5 triliun dari dari total pendapatan SRTG di tahun 2021. Nah, dari pembagian pendapatan berdasarkan segmen ini, dapat terlihat bahwa pendapatan SRTG sebagian besar ditopang oleh pendapatan investasi dari perusahaan blue chip.
Lantas, apakah krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa menjadi alasan utama anjloknya saham SRTG? Saham SRTG tercatat turun menjadi Rp 1.960 pada 1 Maret 2023, turun 29,5% dari awal 2023. Selain itu, laba bersih perusahaan juga mengalami penurunan tajam dari Rp 24.8 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 4,6 triliun pada tahun 2022. Merosotnya laba bersih berimbas dari menyusutnya keuntungan SRTG atas investasi efek menjadi Rp3,72 triliun dari Rp24,4 triliun pada tahun 2021.
Sebaliknya, penghasilan dividen, bunga, dan investasi SRTG tumbuh 57,70% secara tahunan (YoY) mencapai Rp 2.6 triliun, dari Rp 1.65 triliun di 2021. Aset perusahaan juga meningkat dari Rp 61.1 triliun menjadi Rp 63.7 triliun pada tahun 2022. Peningkatan ini juga diikuti oleh ekuitas perusahaan yang meningkat dari Rp 56 triliun menjadi Rp 59.8 triliun pada tahun 2022. Sejalan dengan itu, perusahaan juga membukukan penurunan liabilitas dari Rp 5.1 triliun menjadi Rp 3.9 triliun pada tahun 2022. Laporan keuangan perusahaan yang cukup solid dan juga rasio debt-to-equity yang rendah (2.6%) mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sehat.
Laporan Keuangan
2022 | 2021 | 2020 | |
Laba Bersih | 4,626,223,000,000 | 24,891,826,000,000 | 8,823,332,000,000 |
Penghasilan | 2,612,685,000,000 | 1,656,724,000,000 | 767,972,000,000 |
Total Asset | 63,771,150,000,000 | 61,151,527,000,000 | 35,048,949,000,000 |
Total Liabilitas | 3,954,713,000,000 | 5,136,745,000,000 | 3,652,322,000,000 |
Total Ekuitas | 59,816,437,000,000 | 56,014,782,000,000 | 31,396,627,000,000 |
Lalu, dengan kondisi keuangan yang cukup sehat, kenapa saham SRTG masih anjlok hingga hari ini? Apakah ini ada hubungannya dengan Sandiaga Uno, selaku pemegang saham SRTG pada pemilu 2024 mendatang? Melihat kembali historis, 2 hari setelah pilpres yang berlangsung pada 18 dan 22 April 2019, saham SRTG terpantau turun 1,82%. Hingga penutupan perdagangan hari Senin, 22 April 2019, saham perusahaan SRTG ditutup di level Rp3.770.
Meskipun saham SRTG hingga hari ini masih terpantau menurun, Net Asset Value (NAV) SRTG terlihat terus meningkat. Dengan harga saham saat ini, dimana kapitalisasi pasar SRTG sekitar Rp 27 triliun, mencerminkan diskon hingga 46% terhadap NAV. Sebelumnya, Presiden Direktur SRTG, Michael William P. Soeryadjaya mengatakan bahwa SRTG mencapai Net Asset Value (NAV) sebesar Rp60,9 triliun pada tahun 2022. Nilai tersebut naik 8% dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp56,3 triliun. Pertumbuhan NAV yang tetap positif di tengah berbagai tekanan faktor ekonomi sepanjang tahun 2022 lalu menunjukkan soliditas dari strategi investasi serta kuatnya fundamental bisnis portofolio investasi SRTG.
Pemegang Saham
Di samping itu, pemegang saham SRTG terdiri dari Edwin Soeryadjaya (Presiden Komisaris) sebesar 33.1%, Sandiaga Uno sebesar 21.51%, PT Unitras Pertama sebesar (perusahaan investasi milik Edwin Soeryadjaya dan adiknya Joyce Soeryadjaya Kerr, yang juga merupakan anggota komisaris SRTG) sebesar 32.72%, Michael W. P. Soeryadjaya (Presiden Direktur dan putra dari Edwin Soeryadjaya) sebesar 0.0152%, Lany D. Wong (Direktur keuangan) sebesar 0.0014%, Devin Wirawan (Direktur Investasi) sebesar 0.0056%, Direktur Investasi, serta saham treasuri sebesar 0.35%, dan Masyarakat sebesar 12.29%.
Berdasarkan persentase kepemilikan saham perusahaan, terlihat bahwa sejauh ini para manajemen SRTG dan bahkan para pendiri, masih memiliki saham SRTG secara langsung. Hal ini pun menjadi pertanda yang bagus untuk keberlangsungan perusahaan kedepannya. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham SRTG masih layak mendapatkan rekomendasi BUY.
Namun, mengingat strategi bisnis SRTG adalah berinvestasi di perusahaan portofolio, bukan mengelola secara langsung operasional bisnis seperti korporasi pada umumnya, yang dimana sumber pendapatan utama perusahaan berasal dari pendapatan dividen dan kenaikan nilai saham dari portofolio investasi. Nah, kenaikan nilai saham tersebut hanya dicatatkan dalam pos investasi di neraca dimana selisih yang dicatat sebagai laba masih unrealized, sehingga laba perusahaan investasi seringkali mengalami fluktuasi. Berbeda situasinya jika perusahaan melakukan divestasi atau penjualan terhadap portofolionya, sehingga keuntungannya bisa masuk ke kas perusahaan. Selain itu, pendapatan dividen dan investasi SRTG juga sebagian besar berasal dari perusahaan blue chip, maka penurunan harga komoditas seperti emas, tembaga, batubara dan nikel dapat berdampak terhadap penghasilan SRTG.
2. PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau dikenal juga sebagai Harita Nickel, merupakan perusahaan sektor pertambangan dan pengolahan nikel terintegrasi, yang pertambangannya berlokasi di Pulau Obi, Maluku Utara. Sebelumnya, NCKL telah melaksanakan penawaran awal atau book building dari tanggal 15 Maret hingga 24 Maret 2023 lalu. Sementara itu, saham NCKL akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 12 April 2023 mendatang.
Adapun rencana jadwal IPO PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) adalah sebagai berikut:
- Masa Penawaran Awal : 15 Maret – 24 Maret 2023
- Perkiraan Tanggal Efektif : 3 April 2023
- Masa Penawaran Umum Perdana Saham : 5 April – 10 April 2023
- Perkiraan Tanggal Penjatahan : 10 April 2023
- Perkiraan Tanggal Distribusi Saham Secara Elektronik : 11 April 2023
- Tanggal Pencatatan di Bursa Efek Indonesia : 12 April 2023
Sebagai informasi, NCKL menjual sekitar 8 miliar saham dengan harga teratas sebesar Rp 1.250 per saham. Sebelumnya, perseroan menetapkan harga penawaran awal sebesar Rp1.220 hingga Rp1.250 per saham. Pertimbangan penetapan harga IPO di batas atas muncul lantaran adanya kelebihan pemesanan atau oversubscribed pada saat proses book building.
Melansir Bloomberg, pada tanggal 27 Maret 2023, NCKL dikabarkan telah berhasil mengantongi dana IPO sebesar Rp 10 triliun. Data Bloomberg juga menunjukkan bahwa nilai emisi IPO NCKL adalah yang terbesar di Indonesia tahun ini, melampaui PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO). IPO saham NCKL juga masuk ke dalam daftar lima IPO terbesar di pasar modal Indonesia. Lantas, dengan menyandang gelar nilai emisi IPO terbesar di Indonesia, apakah saham NCKL layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2022 | 2021 | 2020 | |
Laba Tahun Berjalan | 4.305.692.310.705 | 1.398.163.626.691 | 80.554.961.593 |
Total Asset | 33.592.338.626.368 | 21.001.859.521.415 | 20.260.264.291.103 |
Total Liabilitas | 19.616.998.802.011 | 11.459.592.730.828 | 11.780.489.498.103 |
Total Ekuitas | 13.975.339.824.357 | 9.542.266.790.587 | 8.479.774.793.000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, NCKL berhasil membukukan peningkatan laba tahun berjalan dari Rp 1.3 triliun menjadi Rp 4.3 triliun pada tahun 2021. Aset perusahaan juga turut bertumbuh dari dari Rp 21 triliun pada tahun 2021, meningkat menjadi Rp 33.5 triliun pada tahun 2022. Peningkatan ini juga diikuti oleh ekuitas perusahaan yang turut meningkat dari Rp 9.5 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 13.9 triliun pada tahun 2022. Sementara itu, perusahaan membukukan kenaikan liabilitas dari Rp 11.4 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 19.6 triliun pada tahun 2022. Jumlah liabilitas yang lebih besar daripada ekuitas dapat mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan mungkin tidak begitu solid, dimana sebagian besar aset perusahaan dibiayai dari pinjaman.
Lalu, apakah dana yang terhimpun dari aksi IPO akan digunakan untuk membayar hutang-hutang perusahaan? Berdasarkan prospektus perusahaan, dana IPO nantinya akan digunakan untuk beberapa keperluan, diantaranya:
Alokasi Dana IPO | |
Sekitar 38,08% | Modal kerja |
Sekitar 32,27% | Keperluan entitas anak dan entitas asosiasi yang akan disalurkan melalui setoran modal dan pinjaman |
Sekitar 15,13% | Pembayaran seluruh utang kepada Oversea-Chinese Banking Corporation Limited (OCBC) dan Bank OCBC NISP (NISP) |
Sekitar 6,05% | Pembayaran seluruh utang kepada PT Dwimuria Investama Andalan (pengendali BBCA) |
Sekitar 5,46% | Pembayaran seluruh utang kepada PT Harita Jayaraya |
Sekitar 2,12% | Belanja modal (capex) |
Sekitar 0,89% | Pembayaran seluruh utang outstanding facility term loan 1 dan facility term loan 3 kepada OCBC NISP |
Nah, berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat bahwa sekitar 27% dana dari hasil IPO akan digunakan untuk membayar hutang perusahaan. Bahkan sebesar 5,46% dana dari hasil IPO akan digunakan untuk membayar hutang ke pemegang saham pengendali NCKL itu sendiri, yaitu PT Harita Jayaraya. Melihat dana IPO yang sebagian besarnya digunakan untuk membayar utang, tentu saja ini menjadi sebuah pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli saham ini. Namun, mengingat Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya mendorong penggunaan kendaraan listrik, maka dapat dikatakan bahwa NCKL melakukan IPO disaat yang tepat. Sebagai informasi, 80% dari bahan baku baterai kendaraan listrik berasal dari nikel. Sehingga, upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik tentunya dapat menaikkan permintaan bijih nikel milik NCKL.
Selain itu, pada tahun 2022, NCKL diketahui telah mengoperasikan dua tambang bijih nikel dan dua smelter, yaitu smelter rotary-kiln-electric furnace (RKEF) berkapasitas produksi 25 ktpa dan sebuah smelter HPAL berkapasitas 37 ktpa. Perseroan juga menargetkan untuk meningkatkan kapasitas produksi feronikelnya menjadi 219 ktpa pada 2025, dan kapasitas smelter HPAL-nya menjadi 120 ktpa pada 2024. Proyek RKEF 9 ktpa dan 185 ktpa sendiri akan memulai kegiatan produksinya masing-masing pada kuartal II-2023 dan kuartal II-2025.
Sementara itu, pembangunan smelter HPAL milik NCKL akan dibagi menjadi tiga tahap, dimana tahap pertama berkapasitas 37 ktpa sudah selesai dan sudah beroperasi dengan kapasitas penuh. Tahap kedua dengan kapasitas 18 ktpa, dan total kapasitas NCKL 55 ktpa diperkirakan akan memulai aktivitas produksi pada kuartal I-2023. Kemudian, tahap ketiga diperkirakan akan memulai aktivitas produksinya pada kuartal I-2024. Nah, apabila nantinya semua proyek ini berjalan, NCKL diproyeksikan akan menjadi salah satu produsen nikel terbesar di Indonesia.
Kesimpulannya, di samping penggunaan dana IPO untuk membayar hutang perusahaan, prospek saham NCKL di masa mendatang masih sangat potensial. Permintaan baterai listrik yang terus meningkat akan menjadi sentimen positif bagi perusahaan nikel. Upaya pemerintah dalam mendorong penggunaan kendaraan listrik juga diharapkan dapat mendorong potensi peningkatan permintaan nikel milik NCKL. Jadi, berdasarkan pemaparan di atas, saham NCKL layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA)
PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) merupakan anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan nikel. Di tahun 2023 ini, tak hanya PT Trimegah Bangun Persada (NCKL) dari grup Harita yang akan melakukan initial public offering (IPO). PT Merdeka Battery Materials Tbk juga akan melakukan aksi IPO dengan melepas sebanyak-banyaknya 11 miliar saham, dengan patokan harga Rp780 hingga Rp795 per saham. Alhasil, MBMA berpotensi meraup dana sebesar Rp 8.58 triliun hingga Rp 8.74 triliun dari aksi IPO ini.
Adapun rencana jadwal IPO PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) adalah sebagai berikut:
- Masa Penawaran Awal : 28 Maret – 4 April 2023
- Perkiraan Tanggal Efektif : 11 April 2023
- Masa Penawaran Umum Perdana Saham : 12 April – 14 April 2023
- Perkiraan Tanggal Penjatahan : 14 April 2023
- Perkiraan Tanggal Distribusi Saham Secara Elektronik : 17 April 2023
- Tanggal Pencatatan di Bursa Efek Indonesia : 18 April 2023
Tak jauh berbeda dengan NCKL, MBMA juga melakukan IPO di saat yang tepat, dimana pemerintah Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya mendorong penggunaan kendaraan listrik, yang dimana dapat meningkatkan permintaan akan bijih nikel. Di tambah lagi, dengan temuan potential resource nikel milik Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), yang terverifikasi oleh Joint Ore Reserves Committee (JORC) yang merupakan ke-3 terbesar di dunia. Sebagai informasi, induk usaha MBMA, yaitu MDKA, mengendalikan 51% saham SCM.
Grup MBMA juga didukung oleh beberapa pemegang saham terkemuka Indonesia, seperti Grup Provident, Grup Saratoga, dan Garibaldi Thohir. Secara rinci, pemegang saham MBMA terdiri dari PT Merdeka Energi Nusantara (anak usaha MDKA) sebesar 54,82%, Garibaldi ‘Boy’ Thohir sebesar 12,41%, Huayong International (Hong Kong) Limited sebesar 8,45%, Winato Kartono (pendiri Provident Capital Indonesia) sebesar 7,05%, Edwin Soeryadjaya (pendiri PT Saratoga Investama Sedaya Tbk) sebesar 2,38%, serta beberapa pemegang saham lainnya. Lalu, mengingat adanya sejumlah pemegang saham terkemuka Indonesia dalam IPO ini, apakah saham MBMA nantinya layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2022 (USD) | 2021 (USD) | 2020 (USD) | |
Pendapatan | 394.132.171 | – | – |
Total Asset | 1.933.968.452 | 169.181 | 10.862.093 |
Total Liabilitas | 596.744.805 | – | – |
Total Ekuitas | 1.337.223.647 | 169.181 | 10.862.093 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, MBMA membukukan pendapatan sebesar US$ 394.1 juta dan total liabilitas sebesar US$ 596.7 juta pada tahun 2022. MBMA juga membukukan peningkatkan aset dari US$ 169.1 ribu menjadi US$ 1.9 miliar pada tahun 2022. Peningkatan ini juga diikuti oleh ekuitas perusahaan yang meningkat dari US$ 169.1 ribu menjadi US$ 1.3 miliar. Jumlah ekuitas yang jauh lebih besar daripada liabilitas perusahaan menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang cukup sehat. Nah, melihat kondisi keuangannya yang cukup sehat, bagaimana perusahaan akan mengalokasikan dana dari IPO nya?
Berdasarkan prospektus perusahaan, dana IPO nantinya akan digunakan untuk beberapa keperluan, diantaranya:
Alokasi Dana IPO | |
Sekitar 48% | Pembayaran lebih awal terhadap seluruh utang yang timbul berdasarkan Perjanjian Fasilitas Berjangka US$300 juta, yang akan dibayarkan kepada MDKA dan ING Bank cabang Singapura |
Sekitar 5% | Keperluan entitas untuk mengambil alih hak tagih sebesar US$30 juta yang timbul dari Perjanjian Fasilitas Dukungan Induk tanggal 23 Agustus 2022 yang diberikan oleh MDKA kepada PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI) |
Sekitar 1,5% | Modal kerja |
Sekitar 8% | Dipinjamkan kepada MTI untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pembangunan Proyek AIM I, yang dijadwalkan akan memulai produksi pada kuartal II-2023 |
Sekitar 14% | Dipinjamkan kepada PT Zhao Hui Nickel (ZHN) untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pemasangan konversi nikel matte pada Smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) ZHN yang saat ini sedang dalam proses pembangunan |
Sekitar 5,5% | Dipinjamkan kepada PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) untuk modal kerja, meliputi antara lain biaya karyawan, biaya jasa profesional, pembayaran royalti ke kas negara, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya pemeliharaan dan perbaikan, serta biaya penambangan. |
Sekitar 18% | Penyetoran modal kepada PT Merdeka Industri Mineral (MIN) |
Berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat bahwa 48% dana IPO akan digunakan untuk pembayaran lebih awal terhadap seluruh utang yang timbul berdasarkan Perjanjian Fasilitas Berjangka US$300 juta. Terlihat tak jauh berbeda dengan NCKL yang juga menggunakan sebagian besar dana IPO nya untuk membayar hutang perusahaan, namun berdasarkan laporan keuangan perusahaan, hutang MBMA jauh lebih sedikit sehingga pembayaran hutang ini nantinya akan mendorong kinerja MBMA, dimana MBMA dapat lebih fokus terhadap ekspansinya kedepan. Meskipun begitu, baik NCKL maupun MBMA memiliki prospek yang cukup baik di tahun ini selama transisi energi dari energi fosil ke baru terbarukan terus berjalan secara berkelanjutan.
Terlihat juga bahwa MBMA menggunakan sekitar 45,5% dana hasil IPO nya sebagai penyertaan modal terhadap anak-anak usahanya, menandakan bahwa perusahaan memang berfokus untuk keberlangsungan usahanya dalam jangka panjang. Keberhasilan MBMA ini juga nantinya akan berdampak terhadap saham MDKA, mengingat MDKA merupakan pemegang saham terbesar MBMA. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham MBMA layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia