PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
1 Juli 2023
16 Juni 2023 | 27 Juni 2023 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 6.714 | 6.665 | -49 | -0.7% |
LQ45 | 952 | 946 | -6 | -0.6% |
EIDO | 23.5 | 23.1 | -0.4 | -1.7% |
Japan Nikkei 225 | 33.485 | 33.265 | -220 | -0.7% |
Shanghai CI | 3.253 | 3.198 | -55 | -1.7% |
Dow Jones | 34.408 | 33.715 | -693 | -2.0% |
Nasdaq | 13.783 | 13.336 | -447 | -3.2% |
Emas | 1.971 | 1.937 | -34 | -1.7% |
Jokowi Cabut Status Pandemi, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi?
Pada hari Rabu (21/6/2023), Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut status pandemi Covid-19 menjadi endemi. Kasus Covid-19 di Indonesia sendiri pertama kali ditemukan pada Maret 2020, dan sejak saat itu, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dampak penyebaran virus Covid-19 ini.
Selain itu, pemerintah juga mulai mengakhiri kebijakan wajib masker di tempat umum, termasuk di transportasi publik. Pemerintah nantinya juga tidak akan lagi menanggung biaya perawatan jika terkena COVID. Lantas, apakah pencabutan status pandemi ini akan memberikan dampak yang positif untuk ekonomi Indonesia?
Pada hari Rabu (21/6/2023), IHSG ditutup naik 0,63% atau 42,17 poin, setelah bergerak di rentang 6.635,67 – 6.702,62. Selain itu, 280 saham terpantau mengalami peningkatan, sementara 240 saham lainnya menurun dan 218 saham stagnan. Adapun menurut Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, pencabutan status pandemi Covid-19 ini dapat menjadi sentimen positif bagi pasar.
Menurutnya, beberapa sektor saham yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi secara langsung akan diuntungkan dengan pencabutan status pendemi ini, seperti sektor perbankan sektor consumer cyclical dan non cyclical, kemudian sektor transportasi dan logistik juga diperkirakan dapat mengalami kenaikan akibat keputusan ini.
Sesuai Prediksi! BI Kembali Tahan Suku Bunga di 5,75%
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 21-22 Juni 2023 kembali memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%. Selain itu, bank sentral juga menahan suku bunga deposit facility di level 5% dan suku bunga lending facility di level 6,5%.
Hal ini pun sesuai dengan proyeksi para ekonom, dimana mereka memperkirakan bahwa BI akan tetap menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%. Bahkan, beberapa ekonom mempredisikan bahwa BI akan tetap mempertahankan suku bunganya hingga akhir tahun 2023.
Tentunya, apabila tingkat inflasi tetap terkelola dengan baik dalam kisaran target BI mulai Juni 2023 hingga Desember 2023, maka ruang untuk kenaikan suku bunga akan terbatas. Sebagai informasi, tingkat inflasi Indonesia tercatat turun ke level terendah dalam 12 bulan terakhir menjadi sebesar 4% secara tahunan pada Mei 2023. Adapun, inflasi diperkirakan inflasi akan terus menurun dan bergerak dalam kisaran target kedepannya.
Meskipun begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, berbagai situasi ekonomi di Amerika Serikat (AS) saat ini berpotensi membuat fed fund rate (FFR) masih akan naik ke depannya. Sebagai informasi, The Fed telah menahan suku bunga acuannya di level 5-5,25% pada pekan lalu. Namun, pejabat The Fed juga mengisyaratkan ada kemungkinan kenaikan suku bunga lagi sebanyak 2 kali, apabila inflasi tak kunjung reda.
IndiHome Resmi Gabung Dengan Telkomsel, Apa Dampaknya ke TLKM?
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) telah resmi menandatangani akta pemisahan atau deed of spin-off untuk mengintegrasikan IndiHome ke Telkomsel. Dengan penandantanganan ini, Telkomsel secara resmi akan mengambil alih pengoperasian IndiHome pada 1 Juli 2023.
Adapun, setelah proses integrasi IndiHome ini selesai, kepemilikan efektif Telkom di Telkomsel akan naik menjadi 69,9%. Sementara itu, kepemilikan Singtel di Telkomsel akan menjadi 30,1%. Pengalihan ini pun menandai refocus bisnis dalam Telkom Group, dimana Telkomsel akan sepenuhnya berkonsentrasi pada segmen Business to Consumer (B2C), sedangkan Telkom akan fokus pada segmen Business to Business (B2B). Lantas, apa dampak dari aksi merger ini terhadap saham TLKM?
Sebagai informasi, aksi merger Indihome dan Telkomsel ini dilakukan dengan skema inbreng atau skema suntikan modal dalam bentuk aset, dimana Telkomsel akan menerbitkan saham baru yang kemudian akan ditukar dengan aset Indihome. Nah, dengan aksi merger ini, TLKM nantinya akan lebih efisien dari segi biaya operasional dan mendapatkan tambahan pendapatan dari Telkomsel.
TLKM juga berpotensi mendapatkan mitra strategis untuk mengembangkan bisnis fixed broadband dan mengakuisisi pelanggan Telkomsel yang sudah masuk ke layanan IndiHome. Dengan begitu, TLKM berpotensi meningkatkan penjualannya dari cross-selling antara produk Indihome dan Telkomsel. Selain itu, aksi merger ini juga akan meningkatkan daya saing bisnis telekomunikasi di Indonesia.
Simak Ulasan Saham Minggu Ini
- PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) merupakan perusahaan yang utamanya bergerak di bidang pertambangan batubara, termasuk survei umum, eksplorasi, eksploitasi, pemrosesan, pemurnian, transportasi dan perdagangan, dan pengelolaan fasilitas pelabuhan batubara khusus untuk kebutuhan internal dan eksternal. Perseroan juga bergerak di segmen lainnya, yang meliputi pembangkit listrik, investasi atau holding (jasa perkebunan dan rumah sakit), transportasi, pergudangan (khususnya untuk jasa pelabuhan), dan kegiatan pengembangan perkebunan.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya di newsletter postingan tanggal 15 Maret 2023, saham PTBA ini mendapatkan rekomendasi HOLD, mengingat jumlah dividen jumbo yang dibagikan seiring dengan meningkatnya pendapatan perusahaan. Nah, PTBA sendiri telah setuju untuk membagikan dividen sebesar Rp 12,6 triliun atau 100% dari laba bersih perseroan tahun buku 2022. Dengan begitu, pemegang saham PTBA akan mendapat dividen senilai Rp 1.094 per saham. Lantas, apakah saham PTBA masih layak untuk dikoleksi setelah pembagian dividen jumbo ini?
Umumnya, harga saham perusahaan akan cenderung menurun setelah periode pembagian dividen, mengingat banyak investor mungkin akan langsung menjual saham mereka setelah mendapatkan besaran dividennya. Lalu, seberapa dalam penurunan saham PTBA setelah periode pembagian dividennya selesai? Akankah penurunannya lebih tajam dari tingkat dividen yieldnya sendiri? Mari kita berkaca dari saham-saham lainnya yang juga membagikan dividen jumbo seperti PTBA.
Salah satu contohnya adalah PT. Total Bangun Persada Tbk (TOTL) yang diketahui membagikan dividen yield sebesar 23,64%, lalu mengalami penurunan sebesar 27%, dalam kurun waktu 5 hari setelah cum-date. Selain itu, ada juga PT Petrosea Tbk (PTRO) yang membagikan dividen yield sebesar 20,38% dan mengalami penurunan sebesar 23% dalam waktu 4 hari setelah cum-date. Lalu, PT United Tractors Tbk (UNTR) juga diketahui membagikan dividend yield sebesar 19,69% dan mengalami penurunan sebesar 23% dalam kurun waktu 6 hari setelah cum-date. Nah, dari sini dapat terlihat bahwa harga saham cenderung mengalami penurunan, dan bahkan penurunannya jauh lebih dalam dibandingkan dengan tingkat dividen yield yang ditawarkan perusahaan hingga periode cum-dividen.
Saham PTBA sendiri ditutup di level Rp 3.850 pada perdagangan hari Rabu (21/6/2023). Maka dari itu, harga saham PTBA pun berpotensi turun hingga diatas tingkat dividend yieldnya, yaitu sekitar 28,3%. Sebagai informasi, cum dividen pasar reguler dan negosiasi saham PTBA dijadwalkan pada 23 Juni 2023, dan ex dividen pasar reguler dan negosiasi PTBA akan dilaksanakan pada 26 Juni 2023. Adapun, harga saham PTBA sudah ditutup memerah di level Rp 3.700 per saham, atau turun sebesar Rp 80 per saham dalam sehari, pada penutupan perdagangan hari Jumat (23/6/2023), atau di hari terakhir cum-date dividen.
Penurunan harga saham PTBA ini juga sepertinya didorong oleh berita PTBA yang baru-baru ini tersandung dugaan korupsi dalam proses akuisisi PT Satria Bahana Sarana (SBS) yang dilakukan lewat anak perusahaan, PT Bukit Multi Investama (BMI). Sebagai informasi, pada 21 Juni 2023, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Selatan telah resmi menetapkan tiga tersangka terkait dugaan korupsi ini, yaitu eks Direktur Usaha PT Bukit Asam (PTBA), Anung Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA, Saiful Islam, dan pemilik PT SBS sebelum diakuisisi oleh PTBA, Tjahyono Imawan.
Nah, mengingat periode pembagian dividen yang hampir usai dan juga dugaan korupsi yang menimpa PTBA, maka para investor PTBA harus siap mental ya, kalau-kalau harga saham PTBA terjun bebas. Meskipun begitu, saham PTBA ini sebenarnya dapat dikatakan “terselamatkan” oleh hari libur cuti bersama Idul Adha yang berlangsung dari 28 Juni hingga 30 Juni 2023. Namun, apakah market akan kembali optimis dengan PTBA setelah libur cuti bersama? Jawabannya mungkin iya, mungkin juga tidak. Lantas, dengan harga saham PTBA yang sudah turun bahkan menyentuh Auto Reject Bawah (ARB), apakah ini saatnya untuk JUAL saham PTBA atau malah sebaliknya, yaitu BELI?
Dalam memutuskan hal ini, kita bisa melihat prospek dari emiten PTBA ini kedepannya. Nah, sebagai perusahaan yang utamanya bergerak di bidang pertambangan batubara, naik turunnya harga batubara tentu akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sebelumnya, harga batubara diproyeksikan akan mengalami penurunan di tahun 2023 ini, mengingat perekonomian China yang masih menunjukkan perlambatan. Meskipun begitu, fenomena El Nino diperkirakan dapat meningkatkan kebutuhan akan batubara dan mendongkrak harga batubara di kuartal II-2023. Bahkan, beberapa analis memprediksikan bahwa harga batubara Newcastle berpeluang mencapai US$ 175 per ton hingga akhir tahun 2023 ini.
Sebagai informasi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan bahwa fenomena El Nino lemah akan terjadi di bulan Juni 2023, kemudian menguat setelah bulan Juni 2023. El nino sendiri merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya, sehingga berpotensi mengurangi curah hujan dan dapat menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan. Fenomena El Nino ini pun diproyeksikan dapat meningkatkan kebutuhan akan batubara dan mendongkrak harga batubara pada tahun 2023 ini.
Tak hanya itu, permintaan batubara dari India juga diperkirakan akan meningkat, mengingat pemerintah India mewajibkan pembangkit listrik yang menggunakan batubara impor untuk memaksimalkan kapasitas mereka mulai 12 Juni hingga 30 September 2023 mendatang. Adapun, hal ini dikarenakan India saat ini sedang dilanda cuaca panas ekstrem. Sebagai informasi, suhu udara di India telah mecapai 43,5 derajat Celcius, dan gelombang panas ini telah menewaskan setidaknya 166 orang di dua negara bagian terpadat, yaitu Uttar Pradesh dan Bihar. Nah, tanpa adanya kepastian yang jelas mengenai kapan suhu panas di India akan turun, maka permintaan batubara di India diproyeksikan masih akan tetap tinggi. India sendiri juga merupakan tujuan ekspor terbesar PTBA dengan porsi mencapai 18% dari total penjualan. Dengan begitu, PTBA tentunya akan sangat diuntungkan dari cuaca panas di India saat ini.
Selain itu, impor batubara China juga mulai melonjak sejak bulan Maret 2023 lalu, karena pemerintah menyarankan untuk meningkatkan pasokan batubara dalam rangka mengantisipasi meningkatnya permintaan dari pembangkit listrik untuk keperluan pendingin ruangan. Namun, apakah permintaan batubara China yang meningkat dapat memberikan dampak yang positif ke Indonesia, mengingat pengekspor bahan bakar fosil terbesar di Rusia, perusahaan Energi Batubara Siberia SUEK, juga akan meningkatkan penjualan batubaranya secara signifikan ke China pada tahun 2023 ini?
Berdasarkan grafik di atas, dapat terlihat bahwa sekalipun Rusia akan mengekspor batubara dalam jumlah besar ke China, Indonesia tidak perlu terlalu khawatir, karena Indonesia sampai saat ini masih tetap menjadi pilihan China sebagai sumber impor batubara nya. Nah, melihat prospek batubara yang cukup cerah kedepannya berkat fenomena El nino dan juga peningkatan permintaan batubara dari India dan China, lalu bagaimana dengan kondisi keuangan PTBA saat ini?
Laporan Keuangan
2023 – Q1 | 2022 – Q1 | 2021 – Q1 | |
Penjualan | 9,957,130,000,000 | 8,205,116,000,000 | 3,994,925,000,000 |
Laba Bersih | 1,162,932,000,000 | 2,275,393,000,000 | 500,518,000,000 |
Total Asset | 46,376,300,000,000 | 38,989,683,000,000 | 24,526,158,000,000 |
Total Liabilitas | 16,673,440,000,000 | 12,467,527,000,000 | 6,960,390,000,000 |
Total Ekuitas | 29,702,860,000,000 | 26,522,156,000,000 | 17,565,768,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, PTBA berhasil membukukan peningkatan penjualan dari Rp 8.2 triliun di kuartal I-2022, menjadi Rp 9.9 triliun di kuartal I-2023 ini. Sejalan dengan itu, aset perusahaan juga meningkat dari Rp 38.9 triliun menjadi Rp 46.3 triliun, dan ekuitas perusahaan juga mengalami peningkatan dari Rp 26.5 triliun menjadi Rp 29.7 triliun. Meskipun begitu, laba bersih perusahaan tercatat mengalami penurunan dari Rp 38.9 triliun menjadi Rp 46.3 triliun di kuartal I-2023 ini. Sementara itu, perusahaan juga membukukan peningkatan liabilitas, dari Rp 12.4 triliun menjadi Rp 16.6 triliun di kuartal I-2023.
Namun, sekalipun perusahaan mencatatkan peningkatan liabilitas, jumlah ekuitas perusahaan masih jauh lebih besar ketimbang liabilitasnya, dimana hal ini menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang cukup sehat. Kondisi keuangan PTBA yang cukup sehat ini pun terlihat dari debt-to-equity rasio perusahaan yang sebesar 4,2%.
Kesimpulannya, dengan prospek batubara yang cukup cerah dan kondisi keuangan perusahaan yang cukup sehat, saham PTBA ini menarik untuk dijadikan investasi jangka panjang. Selain itu, PTBA juga terkenal sebagai perusahaan yang rajin membagikan dividen jumbo. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham PTBA ini layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY, dan penurunan harga saham PTBA yang terjadi setelah periode cum dividen juga dapat terbilang merupakan “kesempatan” untuk kembali mengkoleksi saham PTBA.
2. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)
PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara, penggalian, jasa penunjang pertambangan, perdagangan, transportasi, pergudangan dan jasa penunjang transportasi, penanganan kargo (stevedoring), kegiatan jasa pelabuhan laut, pertanian, konstruksi, perbaikan dan pemasangan mesin, power supply, water treatment, serta kehutanan dan industri.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, prospek batubara kedepannya masih terbilang cukup cerah mengingat Indonesia yang sudah memasuki cuaca El nino, kemudian pemerintah India yang mewajibkan pembangkit listrik untuk menggunakan batubara impor karena cuaca India yang sangat panas, dan juga China yang akan meningkatkan pasokan batubaranya dalam rangka mengantisipasi meningkatnya permintaan dari pembangkit listrik untuk keperluan pendingin ruangan. Selain itu, mengingat China merupakan tujuan ekspor terbesar ADRO, dengan porsi ekspor sebesar 19% pada kuartal I-2023, maka peningkatan permintaan batubara China tentunya akan mendongkrak kinerja ADRO di kuartal II-2023 ini.
Adapun berdasarkan pendapatannya, penjualan batubara pada pihak ketiga di pasar ekspor menjadi penyumbang terbesar pendapatan ADRO dengan nilai sebesar US$ 1,54 miliar. Kemudian diikuti oleh penjualan kepada pihak ketiga di pasar domestik senilai US$ 195,54 juta. Nah, melihat penjualan di pasar ekspor yang menjadi penopang utama ADRO, maka sentimen-sentimen dari China dan India tentunya akan memberikan dampak yang positif untuk kinerja ADRO di tahun 2023 ini.
Selain itu, kalaupun harga batubara mengalami penurunan, ADRO masih tergolong cukup aman dibandingkan dengan emiten batubara lainnya. Hal ini dikarenakan diversifikasi bisnis yang dilakukan ADRO, seperti seperti pembangunan pabrik pengolahan (smelter) aluminium di kawasan industri di Kalimantan Utara dalam rangka menyediakan bahan pendukung untuk kendaraan listrik. Seperti yang kita ketahui, pemerintah saat ini juga sedang gencar-gencar nya mendorong penggunaan kendaraan listrik. Jadi, diversifikasi ADRO di bidang kendaraan listrik ini dapat terbilang cukup menjanjikan untuk kedepannya.
Adapun mengenai pembangunan smelter aluminium, ADRO bersama PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) telah memberikan pinjaman kepada anak usahanya untuk mengembangkan smelter aluminium yang diperkirakan bakal beroperasi pada tahun 2025 mendatang dan memiliki kapasitas sebesar 500.000 ton per tahunnya. Diversifikasi ini pun diproyeksikan dapat menjadi penopang bisnis ADRO kedepannya. Lantas, melihat prospek ADRO yang cukup menjanjikan kedepannya, bagaimana dengan kondisi keuangan ADRO saat ini?
Laporan Keuangan
2023 – Q1 (USD) | 2022 – Q1 (USD) | 2021 – Q1 (USD) | |
Pendapatan | 1,838,568,000 | 1,224,672,000 | 691,972,000 |
Laba Bersih | 458,042,000 | 400,070,000 | 71,747,000 |
Total Asset | 9,825,899,000 | 7,629,923,000 | 6,485,222,000 |
Total Liabilitas | 2,775,871,000 | 2,720,187,000 | 2,384,975,000 |
Total Ekuitas | 7,050,028,000 | 4,909,736,000 | 4,100,247,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, ADRO berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari US$ 1.2 miliar di tahun 2022 menjadi US$ 1.8 miliar di kuartal I-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perseroan juga meningkat dari US$ 400 juta menjadi US$ 458 juta di kuartal I-2023. Aset perusahaan juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari US$ 7.6 miliar di tahun 2022 menjadi US$ 9.8 miliar di kuartal I-2023.
Sementara itu, perusahaan juga mencatatkan peningkatan liabilitas, dari US$ 2.72 miliar di tahun 2022 menjadi US$ 2.77 miliar di kuartal I-2023. Meskipun begitu, liabilitas perusahaan masih jauh lebih kecil dibandingkan ekuitasnya, yang tercatat mengalami peningkatan pesat dari US$ 4.9 miliar menjadi US$ 7.05 miliar di kuartal I-2023. Ini pun menandakan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi yang sehat.
Sebelumnya, ADRO juga diketahui telah membagikan dividen interim senilai US$ 500 juta pada bulan Januari 2023 lalu. Sehingga, dividen final yang akan dibagikan berjumlah US$ 500 juta atau setara dengan Rp 229,8 per lembar. Adapun, cum dividen pasar reguler dan negosiasi saham PTBA telah dilaksanakan pada 24 Mei 2023 lalu, dan ex dividen pasar reguler dan negosiasi PTBA juga telah digelar pada 25 Mei 2023 lalu. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, harga saham perusahaan akan cenderung menurun setelah periode pembagian dividen, mengingat banyak investor mungkin akan langsung menjual saham mereka setelah mendapatkan besaran dividennya.
Hal itu juga terlihat pada harga saham ADRO yang dibuka menyentuh Auto Reject Bawah (ARB) atau turun sebesar 6,91% ke level Rp 2.290 per saham di perdagangan tanggal ex-datenya atau pada hari Selasa (23/5/2023). Adapun, harga saham ADRO pada perdagangan tanggal 27 Juni 2023 terpantau ditutup di level Rp 2.230. Lalu, apakah penurunan harga ini menjadi momen yang tepat untuk kembali mengoleksi saham ADRO?
Jika dilihat dari valuasinya, saham ADRO saat ini sudah terbilang relatif murah, dimana Price-to-Earnings (PER) ADRO berada di kisaran 1,84x dan Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0,72x. Nah, sama seperti PTBA, momen penurunan harga ini pun dapat dikatakan merupakan momen yang tepat untuk kembali mengoleksi saham ADRO. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham ADRO layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Blue Bird Tbk (BIRD)
PT Blue Bird Tbk (BIRD) merupakan perusahaan yang utamanya bergerak di bidang transportasi taksi, yang menyediakan berbagai jenis layanan, seperti taksi (reguler dan eksekutif), sewa mobil, charter bus dan logistik. Segmen Perusahaan meliputi Segmen Taksi dan segmen Penyewaan Mobil dan Bus.
Berdasarkan segmennya, segmen kendaraan taxi berkontribusi sebesar Rp 796.8 miliar atau sekitar 76% dari total pendapatan BIRD di kuartal I-2023. Sementara itu, segmen sewa kendaraan berkontribusi sebesar Rp 253.6 miliar atau sekitar 24,2%, kemudian segmen sewa gedung berkontribusi sebesar Rp 832 juta atau sekitar 0,79%, dan segmen komisi lelang berkontribusi sebesar Rp 10.7 miliar atau sekitar 1% dari total pendapatan BIRD di kuartal I-2023. Nah, berdasarkan pembagian segmen ini, dapat terlihat bahwa pendapatan BIRD di kuartal I-2023 sebagian besarnya ditopang oleh segmen kendaraan taxi. Lantas, bagaimana dengan prospek taxi BlueBird kedepannya?
Sebagai informasi, pada 21 Juni 2023, Presiden Jokowi telah resmi mencabut status pandemi COVID-19 di Indonesia, dan menyebutkan bahwa kini Indonesia telah memasuki masa endemi. Dengan pulihnya mobilitas masyarakat, BIRD pun dinilai memiliki prospek yang menjanjikan. Selain itu, dimulainya masa kampanye di tahun ini juga diproyeksikan akan membawa dampak yang positif kepada emiten-emiten yang bergerak di sektor transportasi.
Tak hanya itu, pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan oleh pemerintah juga tentunya akan memberikan berkah bagi armada angkutan darat untuk mendorong konektivitas sehingga distribusi semakin cepat. Nah, melihat prospek transportasi darat yang cukup cerah, saham BIRD ini tentunya bisa dijadikan sebagai salah satu pertimbangan buat kamu yang berminat masuk ke sektor transportasi. Namun pertanyaannya, di era yang serba digital seperti sekarang ini, apakah taxi konvensional BlueBird mampu bersaing dengan transportasi online, seperti Gojek dan Grab?
Sebagai informasi, BlueBird sendiri sudah meluncurkan aplikasinya yang bernama MyBlueBird pada tahun 2016 lalu. Adapun, jika selama ini penumpang yang menggunakan layanan taksi harus membayar berdasarkan argo, lewat aplikasi MyBlueBird ini, penumpang dapat mengetahui tarif pasti dari titik keberangkatan taksi ke tempat tujuan. Hal ini pun menunjukkan bahwa aplikasi MyBlueBird ini sudah beroperasi selayaknya aplikasi dari taksi online lainnya, dan aplikasi ini pun menjadi salah satu inovasi yang menunjukkan bahwa BIRD siap untuk bersaing dengan transportasi-transportasi online lainnya.
Usaha BlueBird untuk mengikuti perkembangan teknologi juga tak berhenti sampai disitu saja. Adapun pada tahun 2017, BIRD bekerja sama dengan aplikasi GO-JEK (Gojek), dengan meluncurkan fitur GoBlueBird untuk menarik pelanggan melalui jasa yang tersedia pada aplikasi Gojek. Beberapa tahun setelah peluncuran fitur GoBlueBird, Gojek pun diketahui membeli 4,3% saham perusahaan BIRD yang sebelumnya dipegang oleh PT Pusaka Citra Djokosoetono senilai Rp 411 miliar. Selain Gojek, BlueBird juga diketahui bekerja sama dengan Traveloka untuk menyediakan angkutan komuter dengan tujuan Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Nah, strategi BlueBird untuk bekerja sama dengan Gojek pun menunjukkan bahwa BIRD ini sebenarnya sudah “mengamankan” posisinya di era digital ini. Sementara dari segi tarif, promo-promo yang ditawarkan transportasi online seperti Grab dan lainnya memang membuat harga jauh menjadi lebih murah dibandingkan dengan taksi konvensional. Namun, desakan penyesuaian tarif yang terus disuarakan oleh pengemudi layanan transportasi online pun berhasil membuat pemerintah melakukan penyesuaian tarif batas bawah untuk layanan taksi online ini. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa tarif antara taxi konvensional dan taxi online sudah terpaut tidak begitu jauh, sehingga peluang masyarakat untuk kembali menggunakan taxi konvensional pun terbilang cukup tinggi. Lantas, melihat prospek BIRD yang masih cukup cerah ditengah gencarnya transportasi online, apakah saham BIRD ini layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q1 | 2022 – Q1 | 2021 – Q1 | |
Pendapatan | 1,046,017,000,000 | 673,982,000,000 | 480,052,000,000 |
Laba Bersih | 123,262,000,000 | 47,143,000,000 | (28,251,000,000) |
Total Asset | 7,052,082,000,000 | 6,651,812,000,000 | 7,156,383,000,000 |
Total Liabilitas | 1,575,540,000,000 | 1,456,546,000,000 | 1,949,181,000,000 |
Total Ekuitas | 5,476,542,000,000 | 5,195,266,000,000 | 5,207,202,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, BIRD berhasil membukukan peningkatan pendapatan yang pesat, dari Rp 673.9 miliar menjadi Rp 1.04 triliun di kuartal I-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga meningkat signifikan dari Rp 47.1 miliar di tahun 2022 menjadi Rp 123.2 miliar di kuartal I-2023. Aset perusahaan juga tercatat mengalami peningkatan dari Rp 6.6 triliun menjadi Rp 7.05 triliun. Sementara itu, liabilitas perusahaan juga tercatat meningkat dari Rp 1.4 triliun menjadi Rp 1.5 triliun. Meskipun mengalami peningkatan liabilitas, total ekuitas perusahaan masih jauh lebih tinggi daripada liabilitasnnya, dimana ekuitas perusahaan meningkat dari Rp 5.1 triliun menjadi Rp 5.4 triliun di kuartal I-2023. Nah, ekuitas yang masih jauh lebih besar dibandingkan liabilitasnya pun menandakan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi yang sehat.
Sebagai informasi, PT Blue Bird Tbk (BIRD) juga telah setuju untuk membagikan dividen sebesar Rp 180.51 miliar atau setara dengan 50,27% dari laba bersih tahun buku 2022. Dengan begitu, pemegang saham BIRD akan mendapatkan pembayaran dividen senilai Rp 72 per saham. Adapun, jadwal pembagian dividen tunai BIRD untuk tahun buku 2022 adalah sebagai berikut:
- Cum Dividen Tunai di Pasar Reguler dan Negosiasi: 5 Juli 2023
- Ex Dividen Tunai di Pasar Reguler dan Negosiasi: 6 Juli 2023
- Cum Dividen Tunai di Pasar Tunai: 7 Juli 2023
- Ex Dividen Tunai di Pasar Tunai: 10 Juli 2023
- Recording Date yang berhak atas Dividen Tunai: 7 Juli 2023
- Pembayaran Dividen Tunai: 21 Juli 2023
Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa BlueBird di tahun 2023 ini sudah memasuki fase “growing”. Prospek kedepannya pun terbilang cukup menjanjikan, mengingat Presiden Jokowi yang telah mencabut status pandemi Covid-19 di Indonesia dan tahun kampanye politik yang akan meningkatkan mobilitas masyarakat dan mendongkrak kinerja BIRD di tahun 2023 ini. Selain itu, kerjasama BlueBird dengan Gojek pun diyakini dapat menjadi senjata utama BlueBird dalam bersaing dengan transportasi-transportasi online lainnya.
Adapun dari segi evaluasinya, saham BIRD masih tergolong cukup murah, dimana Price-to-Earnings (PER) BIRD berada di kisaran 10.91x dan Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 1.00x. Nah, dengan prospek yang menjanjikan, evaluasi harga saham BIRD yang masih tergolong murah, serta adanya pembagian dividen, maka saham BIRD ini layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia