PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
1 Oktober 2024
15-Sep-24 | 1-Okt-24 | Perbedaan | % | |
IHSG | 7.812,13 | 7.547,11 | -265.02 | -3,39% |
LQ45 | 959,36 | 953,36 | -6 | -0,39% |
EIDO | 22,33 | 22,66 | 0,33 | 1,48% |
Japan Nikkei 225 | 36.837 | 37.997 | 1160 | 3,15% |
Shanghai CI | 2.717,12 | 2.717,12 | -125,09 | -4,40% |
Dow Jones | 41.546 | 41.586 | 40 | 0,10% |
Nasdaq | 19.574 | 19.514 | -60 | -0,31% |
Emas | 2.503,4 | 2.578,71 | 75,31 | 3,01% |
Highlight Berita Penting Selama Dua Pekan Terakhir
Stimulus Besar-Besaran China: Peluang Investasi di Tengah Pemulihan Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Meskipun pasar tampaknya telah kehilangan kesabaran terkait pemulihan ekonomi China, langkah-langkah yang diumumkan oleh Bank Sentral China pekan lalu adalah tindakan kebijakan stimulus paling komprehensif dalam beberapa tahun terakhir, baik dari segi skala maupun urgensi. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memberikan dukungan yang signifikan bagi pasar saham.
Kebijakan tersebut merupakan kombinasi antara dukungan moneter dan fiskal, yang mencakup pendanaan dari obligasi jangka panjang ultra dan obligasi khusus negara. Hal ini dikonfirmasi dalam pertemuan luar biasa Politbiro ekonomi, yang biasanya hanya diadakan dalam keadaan luar biasa. Pertemuan serupa terakhir kali diadakan pada Maret 2020 saat puncak kekhawatiran Covid-19.
Arah pengeluaran fiskal ini belum dirinci, tetapi indikasi terkuatnya adalah bahwa dana tersebut akan digunakan untuk mendorong konsumsi, bersama dengan suntikan modal ke dalam sistem perbankan sekitar 1 triliun RMB. Langkah-langkah utama kebijakan stimulus meliputi:
- Pemotongan suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah 1 tahun sebesar 30 basis poin (dari 2,60% menjadi 2,30%).
- Pemotongan suku bunga reverse repo 7 hari sebesar 20 basis poin (dari 1,90% menjadi 1,70%).
- Pemotongan rasio cadangan wajib (RRR) sebesar 50 basis poin, yang membebaskan likuiditas sekitar $142 miliar USD.
- Penurunan suku bunga hipotek untuk pinjaman yang ada.
- Rasio uang muka untuk rumah kedua diturunkan menjadi 15% dari 25%.
- Arahan dari PBOC yang memungkinkan lembaga keuangan meminjam untuk investasi saham dengan fasilitas sebesar 500 miliar RMB.
- PBOC menyediakan dana bersubsidi untuk digunakan dalam pembelian kembali saham dan pembelian oleh pemegang saham pengendali, dengan fasilitas sebesar 300 miliar RMB.
- Pendanaan untuk inisiatif ini dapat meningkat jika ada bukti bahwa langkah-langkah tersebut efektif.
Dampak dari kebijakan-kebijakan ini kemungkinan besar akan terlihat pada beberapa sektor utama. Sektor properti dan konsumen bisa mendapatkan keuntungan dari penurunan suku bunga hipotek dan rasio uang muka, yang dapat meningkatkan aktivitas pasar perumahan, menstabilkan harga, serta mendorong konsumsi umum. Di pasar keuangan, langkah-langkah yang bertujuan untuk mendukung pasar saham, bersama dengan reformasi terbaru (termasuk promosi pembelian kembali saham), dapat membantu menstabilkan pasar dan menarik investor yang berorientasi nilai. Selain itu, likuiditas perusahaan menjadi aspek lain yang patut diperhatikan. Dengan meningkatkan likuiditas dalam sistem, PBOC ingin mendorong lebih banyak pinjaman dan aliran dana ke aset berisiko dan pertumbuhan.
Meskipun ekonomi China belum sepenuhnya pulih, kemungkinan besar akan ada stimulus yang lebih besar serta kembalinya pertumbuhan/inflasi atau setidaknya upaya untuk mengatasi masalah deflasi dalam tahun mendatang. Perbaikan ini belum sepenuhnya tercermin dalam harga saham, yang masih menarik berdasarkan asumsi pendapatan siklus menengah.
Berdasarkan konsensus pendapatan 12 bulan ke depan, MSCI China berada di bagian terbawah dari rentang valuasi historisnya dengan rasio PE 10,2x untuk 12 bulan ke depan.
Image source: AP/ekonomi.bisnis.com[/caption]
Proyeksi Pemangkasan Suku Bunga Acuan BI: Optimisme Ekonom Bank Mandiri
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memprediksi bahwa Bank Indonesia (BI) akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan Oktober 2024. Asmoro menjelaskan bahwa proyeksi ini didasarkan pada langkah Bank Sentral Amerika Serikat, yang telah memangkas suku bunga acuannya lebih besar dari ekspektasi pasar, yaitu sebesar 50 bps.
“Sepertinya, untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi, BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuannya lagi sebesar 25 bps di bulan Oktober. Terlebih lagi, kami memperkirakan bahwa inflasi domestik akan tetap berada pada tingkat yang relatif rendah,” ujar Asmoro dalam taklimat media yang berlangsung di Serang, Banten, pada Rabu, 25 September 2024.
Dia juga menambahkan bahwa The Fed diperkirakan akan melanjutkan pemotongan suku bunganya sebanyak 50 bps dalam sisa tahun ini, dengan kemungkinan adanya pemangkasan Fed Fund Rate sebesar 25 bps di bulan November dan 25 bps lagi di bulan Desember. “Dengan demikian, total pemangkasan suku bunga Fed Fund Rate di tahun ini dapat mencapai 100 bps, termasuk pemangkasan yang sudah dilakukan sebelumnya,” tambahnya.
Asmo berpendapat bahwa langkah BI untuk mengikuti pemangkasan yang dilakukan oleh The Fed adalah langkah yang tepat. Ia memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga global dan domestik ini akan memberikan dampak positif terhadap pasar modal domestik. Penurunan biaya pinjaman bagi dunia usaha diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan iklim investasi yang lebih menarik.
Lebih lanjut, Asmoro menjelaskan bahwa dengan adanya potensi pemangkasan FFR sebesar 100 bps pada tahun ini, BI memiliki peluang untuk melakukan pemangkasan lebih lanjut, yaitu antara 50 hingga 75 bps untuk BI Rate pada tahun mendatang. “Hal ini akan memberi korporasi lebih banyak ruang untuk mencari pendanaan dengan biaya yang lebih murah, seiring dengan turunnya imbal hasil surat utang dan meningkatnya aktivitas di pasar modal domestik,” ungkapnya.
Dalam konteks global, Deputi Gubernur Federal Reserve, Adriana Kugler, menyatakan dukungannya terhadap keputusan bank sentral untuk menurunkan biaya pinjaman sebesar setengah poin pekan lalu. Ia mengungkapkan bahwa akan lebih tepat untuk melakukan penurunan suku bunga tambahan jika inflasi terus menurun sesuai harapan. Kugler menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi, agar tidak terjadi dampak negatif yang dapat merugikan perekonomian.
“Pasar tenaga kerja saat ini tetap kuat, tetapi FOMC perlu menyeimbangkan fokus mereka untuk terus memajukan disinflasi, sambil menghindari dampak negatif yang tidak perlu pada perekonomian,” ujarnya dalam acara di Harvard Kennedy School di Cambridge, Massachusetts. Kugler menegaskan bahwa jika perkembangan inflasi menunjukkan tren penurunan yang diharapkan, dia akan mendukung pemangkasan suku bunga The Fed di masa mendatang.
Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan dilakukan oleh Bank Indonesia memiliki beberapa implikasi penting bagi perekonomian nasional dan pasar keuangan. Berikut adalah beberapa dampak potensial dari kebijakan ini:
1.Peningkatan Likuiditas dan Investasi: Penurunan suku bunga dapat mendorong peningkatan likuiditas di pasar. Biaya pinjaman yang lebih rendah akan memudahkan perusahaan dan individu untuk mendapatkan kredit, yang dapat meningkatkan investasi dalam berbagai sektor, termasuk properti, manufaktur, dan infrastruktur.
2.Dukungan bagi Pertumbuhan Ekonomi: Dengan suku bunga yang lebih rendah, konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis kemungkinan akan meningkat, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini sangat penting dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
3.Dampak terhadap Nilai Tukar Rupiah: Meskipun stabilitas rupiah dapat mendorong pelonggaran kebijakan, penurunan suku bunga juga dapat memberikan tekanan terhadap nilai tukar jika selisih suku bunga dengan negara AS, menjadi kurang menarik. Ini dapat memicu aliran keluar modal yang berdampak negatif pada nilai tukar rupiah.
4.Pengaruh terhadap Inflasi: Suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan permintaan agregat yang berpotensi menambah tekanan inflasi. Namun, selama inflasi tetap terkendali dan sesuai dengan target BI, ini mungkin bukan menjadi perhatian utama.
5.Dampak pada Pasar Obligasi dan Saham: Investor obligasi mungkin akan melihat penurunan imbal hasil seiring dengan penurunan suku bunga. Sebaliknya, pasar saham bisa mendapatkan dorongan karena biaya modal yang lebih rendah dan prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dan harga saham.
6.Kepercayaan Konsumen dan Dunia Usaha: Penurunan suku bunga bisa meningkatkan kepercayaan konsumen dan pelaku usaha, yang merasa lebih optimis dengan prospek perekonomian ke depan. Ini dapat mendorong peningkatan pengeluaran konsumen dan ekspansi bisnis.
Bursa Efek Indonesia Pertimbangkan Perubahan Ketentuan Free Float Pasca Pengeluaran Saham BREN dari Indeks FTSE Russell
Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana untuk melakukan evaluasi terhadap ketentuan saham free float yang berlaku untuk saham-saham yang terdaftar di pasar modal Indonesia. Langkah ini diambil setelah PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dikeluarkan dari Indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell.
Seperti yang diketahui, saham BREN memiliki bobot yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sehingga sering kali menjadi faktor penentu dalam pergerakan indeks tersebut. Dalam menanggapi situasi ini, Direktur Penilaian Perusahaan Tercatat BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah melakukan kajian mendalam terkait usulan penyesuaian ketentuan free float, khususnya pada saat pencatatan perdana. Ia menekankan pentingnya fokus pada jumlah saham yang ditawarkan kepada publik sebagai salah satu pertimbangan utama.
Ketentuan baru tersebut akan dituangkan dalam rancangan perubahan regulasi yang akan melewati proses pertimbangan publik. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memastikan bahwa BEI tetap relevan dalam menghadapi dinamika yang terjadi di pasar modal saat ini.
Di sisi lain, BEI menilai bahwa polemik yang berkaitan dengan free float yang dipermasalahkan oleh FTSE Russell terhadap BREN berada di luar kendali mereka, mengingat BREN telah memenuhi ketentuan free float yang berlaku menurut peraturan BEI. Menurut BEI, kriteria untuk masuk ke dalam indeks FTSE Russell ditetapkan oleh pihak FTSE Russell, sehingga keputusan tersebut berada di bawah kewenangan mereka.
Sebelumnya, saham BREN dikeluarkan dari indeks FTSE Russell karena dianggap tidak memenuhi persyaratan free float. FTSE Russell mencatat bahwa terdapat empat pemegang saham yang mengendalikan 97% dari total saham yang diterbitkan.
Manajemen Barito Renewables Energy, dalam merespons keputusan tersebut, mengonfirmasi bahwa informasi mengenai kepemilikan empat pemegang saham telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI berdasarkan prospektus penawaran umum perdana (IPO) pada tahun 2023 serta data harian per 19 September 2024.
Porsi kepemilikan saham dari empat investor utama di perusahaan tercatat mencapai 95,97%, dengan rincian Barito Pacific (BRPT) menguasai 64,666%, Green Era Energy Pte. Ltd. 23,603%, Jupiter Tiger Holdings 3,941%, dan Prime Hill Funds 3,761%.
Sementara itu, saham free float yang tersedia mencapai 15,60 miliar, atau sekitar 11,66%. Jika dibandingkan dengan saat IPO, jumlah saham free float ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu dari 15,69 miliar helai atau 11,73%. Menurut Peraturan Bursa Nomor I-A mengenai Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas, perusahaan tercatat diwajibkan untuk memenuhi ketentuan free float minimal sebesar 7,5% dari total jumlah saham yang tercatat.
Saham Produsen Rokok Menguat di Tengah Kebijakan Cukai 2025 yang Stabil
Pada perdagangan sesi I hari Selasa, 23 September 2024, saham-saham emiten produsen rokok menunjukkan kinerja yang menggembirakan, seiring dengan pengumuman pemerintah yang menyatakan tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun 2025.
Hingga pukul 14:18 WIB, empat saham rokok melesat dengan kenaikan antara 1% hingga lebih dari 5%. Di antara saham-saham tersebut, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) mencatatkan penguatan tertinggi, dengan kenaikan sebesar 5,73%, mencapai posisi Rp 1.015 per saham. Sementara itu, saham dari dua emiten besar, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP), juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, masing-masing naik 5,44% dan 4,76%.
Kebijakan pemerintah yang diputuskan untuk tidak mengubah tarif cukai hasil tembakau pada tahun 2025 memberikan sinyal positif bagi industri rokok. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, menegaskan bahwa tarif cukai untuk rokok akan tetap, tanpa ada kenaikan. “Iya 2025 tetap,” ungkap Askolani saat memberikan keterangan di Kementerian Keuangan, seperti yang dilaporkan pada Selasa, 24 September 2024.
Salah satu alasan yang mendasari keputusan ini adalah fenomena down trading, yaitu ketika konsumen beralih dari produk rokok yang lebih mahal ke yang lebih terjangkau. Askolani menjelaskan, “Kebijakan CHT 2025 ini tentunya bisa mempertimbangkan down trading, yaitu dari perbedaan antara rokok golongan I dengan golongan III.”
Meskipun tarif cukai rokok tidak mengalami perubahan, pemerintah juga sedang mempertimbangkan kebijakan alternatif yang mungkin dilaksanakan pada tahun depan, seperti penyesuaian harga jual rokok di tingkat industri. Dengan tidak adanya kenaikan tarif cukai, harga rokok di pasaran diharapkan tetap stabil, yang pada gilirannya dapat mendorong peningkatan konsumsi rokok.
Keputusan ini diharapkan mampu memberikan dorongan bagi kinerja emiten rokok, menjaga stabilitas harga, dan meningkatkan tingkat konsumsi rokok di masyarakat.
Watchlist Saham
- SMGR
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk memproduksi, mengemas, dan mendistribusikan semen di Indonesia dan internasional. Perusahaan ini beroperasi melalui segmen Produksi Semen dan Produksi Non-Semen. Perusahaan ini juga terlibat dalam penambangan batu kapur dan tanah liat; pembuatan kantong semen; pengembangan real estat industri dan persewaan bangunan; produksi tambang beton dan agregat siap pakai; dan kegiatan pertambangan, perdagangan, transportasi, konsultasi, dan konstruksi. Selain itu, juga bergerak dalam bidang sistem informasi, penanaman modal, pengangkutan barang, bongkar muat, angkutan laut, pengelolaan logistik jasa, outsourcing, dan usaha bahan bangunan, serta pengadaan barang dan jasa umum. Perusahaan ini sebelumnya bernama PT Semen Gresik (Persero) Tbk dan berganti nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk pada Januari 2013. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk didirikan pada tahun 1953 dan berkantor pusat di Jakarta Selatan, Indonesia.
Industri semen telah menghadapi berbagai tantangan dan peluang dalam dua tahun terakhir, terutama di tengah dampak pandemi COVID-19 dan perubahan kondisi ekonomi global. Pada tahun 2020, pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan permintaan semen secara signifikan. Proyek konstruksi ditunda atau dihentikan, dan kegiatan ekonomi melambat. Banyak produsen semen mengalami penurunan penjualan, yang berdampak pada pendapatan dan profitabilitas. Namun, pada tahun 2021, seiring dengan pelonggaran pembatasan sosial dan dimulainya program vaksinasi, industri semen mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Permintaan meningkat seiring dengan kembali beroperasinya proyek infrastruktur dan pembangunan perumahan, sehingga beberapa produsen semen mencatatkan pertumbuhan penjualan yang positif.
Meskipun permintaan mulai pulih, industri semen juga menghadapi tantangan terkait kenaikan biaya bahan baku dan energi. Kenaikan harga bahan baku, seperti batu bara dan semen terak, mempengaruhi margin keuntungan perusahaan. Di sisi lain, beberapa perusahaan mulai berfokus pada inovasi dan praktik berkelanjutan, seperti pengurangan emisi karbon dan penggunaan bahan baku alternatif, untuk meningkatkan efisiensi dan memenuhi tuntutan lingkungan.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri semen menunjukkan kinerja yang positif, dengan peningkatan permintaan seiring dengan dilanjutkannya proyek infrastruktur oleh pemerintah dan sektor swasta. Proyek besar seperti pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas publik telah meningkatkan konsumsi semen. Setelah periode fluktuasi harga, harga semen cenderung stabil, didorong oleh permintaan yang konsisten dan pengendalian biaya oleh produsen. Namun, para pelaku industri tetap waspada terhadap potensi kenaikan harga bahan baku yang dapat mempengaruhi profitabilitas.
Melihat ke depan, industri semen diperkirakan akan terus tumbuh dengan adanya proyek infrastruktur yang direncanakan oleh pemerintah, termasuk program pembangunan nasional. Selain itu, kebutuhan perumahan yang terus meningkat juga menjadi pendorong permintaan. Meski demikian, industri semen tetap menghadapi tantangan terkait keberlanjutan, di mana tuntutan untuk mengurangi emisi karbon dan mengadopsi praktik ramah lingkungan akan memaksa perusahaan untuk berinovasi dan beradaptasi dengan standar baru. Secara keseluruhan, industri semen menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah masa-masa sulit selama pandemi, dengan prospek jangka pendek yang positif, meskipun tantangan keberlanjutan tetap menjadi perhatian utama.
Analisa Laporan Keuangan
Berdasarkan laporan laba/rugi diatas, pendapatan untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2024 tercatat sebesar Rp 16.41 T, yang menunjukkan penurunan sebesar 3,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini menjadi perhatian, terutama dalam konteks pertumbuhan pendapatan tahun lalu yang mencapai 2,0%. Meskipun ada pertumbuhan pada 2022 (3,0%), tren negatif ini menunjukkan perlunya analisis lebih lanjut mengenai faktor penyebabnya, baik dari sisi permintaan pasar maupun kompetisi.
Biaya pendapatan mencatatkan angka Rp 12.61 T, yang berkontribusi pada laba kotor sebesar Rp 3.80 T. Margin laba kotor mengalami penurunan dari 25,6% tahun lalu menjadi 23,2% pada 2024. Penurunan margin ini menunjukkan bahwa perusahaan mungkin menghadapi tantangan dalam mengendalikan biaya atau mempertahankan harga jual produk di pasar. Total beban operasional tercatat sebesar Rp 2.61T, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, hal ini juga berimplikasi pada laba operasional yang turun menjadi Rp 1.19T, menunjukkan penurunan kinerja operasional yang signifikan. Penurunan ini perlu dievaluasi lebih dalam, terutama dalam hal pengelolaan biaya R&D, pemasaran, dan administrasi yang tetap tinggi.
Pendapatan sebelum pajak, termasuk item tidak biasa, mencatatkan angka Rp 713.55 M, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Rp 1.30 T tahun lalu. Hal ini mencerminkan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mengoptimalkan efisiensi operasional dan manajemen biaya. Laba bersih untuk tahun berjalan adalah Rp 503.49 M, menunjukkan penurunan dari Rp 891.35 M tahun lalu. Hal ini menandakan perlunya perusahaan untuk mengambil langkah strategis guna mengembalikan pertumbuhan laba bersihnya.
Secara keseluruhan, meskipun perusahaan masih menghasilkan pendapatan yang signifikan, penurunan yang terlihat di beberapa indikator kunci seperti pertumbuhan pendapatan, margin laba kotor, dan laba bersih menjadi perhatian. Investor disarankan untuk memantau perkembangan ini dan menilai strategi perusahaan dalam mengatasi tantangan ini. Perlu adanya fokus pada efisiensi biaya dan inovasi produk agar dapat bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
Berdasarkan laporan arus kas perusahaan, pada kuartal kedua tahun 2024, laba bersih untuk pemegang saham tercatat sebesar Rp 501.48 M, mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan Rp 866.24 M pada tahun sebelumnya. Hal ini menandakan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menghasilkan laba bersih, yang perlu dianalisis lebih dalam untuk memahami penyebabnya. Depresiasi dan amortisasi juga menunjukkan angka yang relatif stabil dengan Rp 1.63 T yang menunjukkan bahwa perusahaan tetap berinvestasi dalam aset tetap dan mempersiapkan masa depan meskipun ada penurunan laba bersih.
Arus kas dari operasi tercatat sebesar Rp 1.02 T, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Rp 1.59 T tahun lalu. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh perubahan dalam aktivitas operasional dan beban lainnya yang dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Selain itu, total pengeluaran modal untuk tahun ini adalah Rp 600.74 M, yang menunjukkan bahwa perusahaan terus berinvestasi dalam pengembangan meskipun dalam kondisi yang menantang.
Di sisi pembiayaan, arus kas dari kegiatan pembiayaan tercatat negatif sebesar Rp 3.12 T, meningkat dari Rp 2.49 T tahun lalu. Hal ini terutama disebabkan oleh pembayaran utang jangka panjang yang besar sebesar Rp 4.02 T. Meskipun ini mungkin menunjukkan bahwa perusahaan berusaha untuk mengurangi beban utangnya, langkah ini juga berimplikasi pada arus kas yang lebih ketat.
Kas yang tersedia pada akhir periode mencatatkan Rp 4.23 T, menunjukkan adanya pengurangan dibandingkan dengan Rp 4.46 T pada tahun sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan tantangan dalam mempertahankan likuiditas di tengah penurunan laba bersih dan arus kas dari operasi. Secara keseluruhan, laporan arus kas ini menunjukkan perlunya perhatian lebih pada pengelolaan kas dan strategi pembiayaan yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan yang ada. Investor disarankan untuk memantau kinerja operasional dan strategi pengelolaan utang perusahaan agar dapat menjaga stabilitas keuangan dalam jangka panjang.
Analisa Rasio Keuangan
Gambar di atas menunjukkan rasio keuangan dari beberapa perusahaan di industri semen, termasuk Cemindo Gemilang Tbk PT (CMNT), Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), Semen Indonesia Persero Tbk (SMGR), dan Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB). Semen Indonesia Persero Tbk (SMGR) memiliki margin laba kotor sebesar 24,9%, yang sejalan dengan rata-rata industri tetapi lebih rendah dibandingkan dengan INTP yang mencapai 31,6%. Hal ini menunjukkan bahwa SMGR mungkin menghadapi tantangan dalam mempertahankan harga jual produk atau mengelola biaya produksinya. Dalam hal Return on Assets (ROA), SMGR mencatatkan angka 2,4%, yang juga lebih rendah dibandingkan dengan INTP yang berada di angka 6,4%. Ini menunjukkan bahwa SMGR mungkin kurang efisien dalam memanfaatkan aset untuk menghasilkan laba.
Rasio Debt to Equity (D/E) SMGR adalah 31,4%, menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki struktur modal yang sehat dengan penggunaan utang yang relatif rendah dibandingkan dengan CMNT yang mencatatkan rasio D/E tinggi sebesar 279,1%. Hal ini menunjukkan bahwa SMGR lebih konservatif dalam penggunaan utang, yang dapat memberikan stabilitas finansial dalam menghadapi ketidakpastian pasar. Selain itu, rasio Quick Ratio SMGR sebesar 0,7x menunjukkan bahwa perusahaan mungkin perlu meningkatkan likuiditasnya, terutama dibandingkan dengan INTP yang mencatatkan 0,8x. Rasio Asset Turnover SMGR di angka 0,5x menunjukkan bahwa efisiensi dalam penggunaan aset untuk menghasilkan pendapatan juga perlu diperhatikan, mengingat hal ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa pesaingnya.
Terakhir, Interest Coverage Ratio SMGR sebesar 3,0x menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang cukup baik untuk memenuhi kewajiban bunga utangnya, meskipun tidak setinggi INTP yang mencatatkan 51,6x. Secara keseluruhan, meskipun SMGR memiliki posisi yang cukup baik dalam hal struktur modal dan kemampuan membayar bunga, perusahaan ini perlu fokus pada peningkatan efisiensi operasional dan margin laba untuk tetap bersaing di industri semen yang semakin kompetitif.
Catalyst Positif
Emiten semen pelat merah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) atau Semen Indonesia Group (SIG) diperkirakan akan merasakan dampak positif dari kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko SIG, Andriano Hosny Panangian, menjelaskan bahwa sekitar 70% dari pendapatan industri semen nasional berasal dari pasar ritel. Ia menyatakan bahwa penurunan suku bunga oleh Fed yang diikuti oleh penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) akan berdampak pada suku bunga kredit multiguna. “Jika Fed menurunkan suku bunga, diharapkan BI Rate juga ikut turun, sehingga suku bunga kredit multiguna bisa menurun. Hal ini diharapkan memberikan efek multiplier bagi rumah tangga dengan pendapatan menengah untuk mendapatkan fasilitas guna renovasi dan pembelian rumah,” ungkap Andriano dalam Public Expose Live BEI, Jumat (30/8/2024).
Namun, Andriano menambahkan bahwa dampak positif dari pemangkasan suku bunga Fed yang mungkin dilakukan pada kuartal III atau IV tidak akan langsung terasa pada kinerja industri semen. Ia memprediksi bahwa efek positif dari penurunan suku bunga ini akan mulai terlihat pada tahun 2025. Dalam kesempatan yang sama, SIG juga mengungkapkan strategi untuk menghadapi penurunan konsumsi semen secara nasional dan persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan semen lainnya.
Direktur Pemasaran dan Bisnis SIG, Subhan, menyatakan bahwa pihaknya terus melanjutkan strategi dari sisi mikromarket. Selain itu, SIG telah melakukan inovasi baru dengan melakukan diversifikasi produk. “Kami sedang meningkatkan produksi semen ramah lingkungan (green cement) dan tidak hanya menjual semen, tetapi juga menawarkan solusi dengan menggunakan interlock brick, yang mendapatkan respon positif,” kata Subhan. Ia menambahkan bahwa kedua produk tersebut akan terus dikembangkan sambil tetap fokus pada strategi mikromarket dan memperbaiki fundamental dari sisi saluran distribusi serta komunikasi pemasaran.
Dalam upaya mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, PT Semen Indonesia Tbk (SIG) tengah mengembangkan teknologi produksi yang ramah lingkungan. Untuk itu, SIG memperkenalkan produk semen hijau yang bertujuan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan yang lebih berkelanjutan serta mengurangi dampak pemanasan global.
Pada acara “Green Industry Conference” yang berlangsung di Universitas Diponegoro, Semarang, pada Kamis (26/9/2024), Direktur Operasi SIG, Reni Wulandari, menegaskan komitmen perusahaan untuk menciptakan solusi bahan bangunan yang ramah lingkungan. Melalui peta jalan keberlanjutan SIG 2030, perusahaan menetapkan strategi dan target untuk bertransformasi menuju industri hijau. “Kami berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi dalam mencapai pembangunan rendah karbon,” ungkap Reni dalam siaran pers pada Selasa (1/10).
Emiten dengan kode saham SMGR ini menerapkan prinsip ekonomi sirkular dalam proses produksinya, salah satunya dengan menggunakan bahan bakar alternatif dari sampah perkotaan yang diolah menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF), limbah industri, dan biomassa. Inisiatif ini menggantikan hingga 20% penggunaan bahan bakar fosil dalam produksi semen, yang membantu mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam.
Selain itu, SIG aktif dalam transisi energi melalui implementasi Energi Baru Terbarukan (EBT), seperti pemasangan panel surya dan optimasi gas panas buang melalui Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG). Pada tahun 2023, SIG berhasil meningkatkan penggunaan bahan bakar dan bahan baku alternatif sebesar 1,65 juta ton di seluruh pabrik, serta mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) cakupan 1 sebesar 4,9 juta ton dibandingkan baseline 2010 dan emisi cakupan 2 sebesar 0,15 juta ton.
Inovasi teknologi di pabrik SIG juga mencakup digitalisasi pabrik untuk meningkatkan efisiensi produksi. Penggunaan plant optimizer yang telah diterapkan di beberapa pabrik akan diperluas ke pabrik lain secara menyeluruh. Teknologi ini memungkinkan produksi semen hijau dengan emisi karbon yang 38% lebih rendah dibandingkan semen konvensional.
SIG juga memperkenalkan precise-interlock brick, produk turunan semen ramah lingkungan yang telah diaplikasikan di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Produk ini dinyatakan ramah gempa oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (PUSKIM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan berkontribusi dalam menyediakan hunian berkelanjutan yang aman.
Corporate Secretary SIG, Vita Mahreyni, menambahkan bahwa perusahaan terus meningkatkan efisiensi operasional dan penggunaan EBT di seluruh tahapan produksi guna mempercepat pencapaian target NZE 2060. Penggunaan energi bersih, seperti panel surya, diharapkan dapat meningkatkan kontribusi SIG terhadap program transisi energi pemerintah.
Analisa Teknikal
Secara analisa teknikal, $SMGR sedang dalam Falling Wedge setelah Ascending triangle yang belum berhasil tutup diatas Rp 4200 sebagai area konfirmasi. Meskipin demikian, $SMGR saat ini sedang dalam level historis yang cukup optimal untuk entry dan dengan sentimen yang dijelaskan sebelumnya, memungkinkan untuk kembali ka area Rp 5300.
2. INCO
PT Vale Indonesia Tbk bergerak dalam bidang pertambangan dan pengolahan nikel di Indonesia. Ia juga terlibat dalam industri manufaktur logam non-besi. Perusahaan ini sebelumnya bernama PT International Nickel Indonesia Tbk dan berganti nama menjadi PT Vale Indonesia Tbk pada September 2011. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1968 dan berkantor pusat di Jakarta, Indonesia.
Industri nikel telah mengalami dinamika yang signifikan dalam dua tahun terakhir, terutama akibat perubahan permintaan global dan pergeseran dalam kebijakan energi bersih. Pada tahun 2020, pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan permintaan nikel, terutama dari sektor industri seperti otomotif dan elektronik, yang terpengaruh oleh gangguan rantai pasokan dan pembatasan produksi. Namun, pada tahun 2021, permintaan nikel mulai pulih seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik (EV) dan perangkat elektronik, yang menyebabkan lonjakan harga nikel di pasar internasional.
Dalam periode ini, pemerintah dan pelaku industri semakin berfokus pada pengembangan sumber daya nikel yang berkelanjutan. Banyak perusahaan mulai berinvestasi dalam teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan. Selain itu, meningkatnya kesadaran akan kebutuhan energi terbarukan dan transisi ke kendaraan listrik mendorong permintaan nikel lebih lanjut, menjadikannya sebagai komoditas yang semakin strategis.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri nikel menunjukkan performa yang kuat. Harga nikel mencapai level tertinggi, didorong oleh lonjakan permintaan dari industri baterai yang terkait dengan pertumbuhan pasar kendaraan listrik. Proyek-proyek infrastruktur dan industri hijau yang sedang berlangsung di banyak negara, termasuk Indonesia sebagai salah satu penghasil nikel terbesar, semakin memperkuat prospek industri ini. Namun, industri nikel juga menghadapi tantangan, seperti fluktuasi harga yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan perubahan regulasi di negara-negara penghasil nikel.
Melihat ke depan, prospek industri nikel tampak positif dengan proyeksi pertumbuhan yang didorong oleh meningkatnya adopsi kendaraan listrik dan komitmen global terhadap transisi energi bersih. Banyak analis memprediksi bahwa permintaan nikel akan terus meningkat, terutama di sektor baterai dan energi terbarukan. Namun, tantangan terkait keberlanjutan dan dampak lingkungan dari pertambangan nikel tetap menjadi perhatian utama, mendorong perusahaan untuk terus berinovasi dalam praktik ramah lingkungan. Secara keseluruhan, industri nikel menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang kuat setelah periode ketidakpastian, dengan peluang yang menjanjikan di masa depan.
Analisa Rasio Keuangan
Berdasarkan laporan laba rugi perusahaan, pendapatan perusahaan tercatat sebesar Rp 7.83 T, mengalami penurunan signifikan sebesar 27,3% dibandingkan tahun sebelumnya, yang menunjukkan tantangan dalam permintaan pasar. Meskipun pendapatan menurun, laba kotor tetap di angka Rp 1.01 T, dengan margin laba kotor sebesar 12,9%, yang lebih rendah dibandingkan dengan margin 33,5% pada tahun lalu. Penurunan margin ini menunjukkan bahwa perusahaan mungkin menghadapi peningkatan biaya produksi atau kesulitan dalam mempertahankan harga jual di pasar.
Biaya operasional tercatat sebesar Rp -551.68 M, yang menyebabkan laba operasional mencapai Rp 456.190 M. Meskipun laba operasional masih positif, penurunan dari tahun sebelumnya menandakan perlunya evaluasi lebih lanjut terhadap efisiensi operasional. Pendapatan sebelum pajak, termasuk item tidak biasa, mencapai Rp 729.01 M, menunjukkan kinerja yang relatif baik dalam konteks pendapatan keseluruhan. Namun, perusahaan mengalami pengeluaran pajak yang signifikan, yang mengurangi laba bersih menjadi Rp 610.18 M.
Secara keseluruhan, meskipun perusahaan berhasil mempertahankan laba meskipun dalam kondisi pasar yang sulit, penurunan tajam dalam pendapatan dan margin laba kotor menunjukkan bahwa manajemen perlu fokus pada strategi untuk meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan struktur biaya. Dalam jangka pendek, pemulihan pendapatan akan menjadi kunci untuk meningkatkan profitabilitas dan menarik minat investor kembali.
Gambar yang ditampilkan memberikan gambaran menyeluruh mengenai laporan arus kas perusahaan hingga 30 Juni 2024. Pada tahun ini, laba bersih yang diperoleh pemegang saham mencapai Rp 610.19 M namun harus dicatat bahwa ini merupakan penurunan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 3.12 T. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mempertahankan kinerja profitabilitas di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi.
Depresiasi dan amortisasi untuk periode ini tercatat sebesar Rp 1.37 T, yang menunjukkan investasi berkelanjutan dalam aset dan teknologi, meskipun perubahan dalam akun piutang dan inventaris tidak terlihat dalam laporan. Arus kas dari operasi berjumlah Rp 2.34 T, menandakan bahwa perusahaan masih mampu menghasilkan kas positif dari operasinya, meskipun lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 3.92 T.
Di sisi pengeluaran, perusahaan mencatatkan belanja modal sebesar Rp -1.94 T , mencerminkan investasi yang signifikan untuk pertumbuhan jangka panjang meskipun diimbangi dengan pengeluaran lain yang mungkin perlu dievaluasi. Arus kas dari kegiatan pembiayaan mencapai Rp 1.76 T, menunjukkan bahwa perusahaan mungkin sedang berupaya untuk meningkatkan likuiditas melalui penerbitan utang atau sumber pembiayaan lainnya.
Dari segi kas, saldo kas di akhir periode adalah Rp 13.62 T, yang menunjukkan kekuatan likuiditas perusahaan. Meskipun terdapat tantangan dalam laba bersih dan arus kas dari operasi, posisi kas yang sehat memberikan ruang bagi perusahaan untuk melakukan investasi dan menanggapi perubahan pasar. Keseluruhan, analisis arus kas ini menunjukkan bahwa perusahaan harus fokus pada peningkatan profitabilitas sambil tetap berkomitmen terhadap investasi jangka panjang untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Analisa Rasio Keuangan
Gambar yang ditampilkan memberikan rasio keuangan dari beberapa perusahaan dalam industri nikel, termasuk Aneka Tambang Persero Tbk (ANTM), Harum Energy Tbk (HRUM), Indika Energy Tbk (INDY), PT Trimegah Bangun Persada (NCKL), dan Vale Indonesia Tbk (INCO). Dengan fokus pada Vale Indonesia Tbk (INCO) sebagai benchmark, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting.
INCO mencatatkan margin laba kotor sebesar 17,9%, yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari penjualannya, meskipun masih di bawah NCKL yang memiliki margin tertinggi sebesar 32,5%. Hal ini menunjukkan bahwa INCO memiliki ruang untuk meningkatkan efisiensi biaya produksinya untuk memperbaiki margin laba. Dalam hal pengembalian aset (ROA), INCO mencatat angka 3,5%, yang juga menunjukkan efisiensi penggunaan aset yang lebih rendah dibandingkan dengan HRUM yang mencatatkan ROA sebesar 27%. Ini menandakan bahwa INCO mungkin perlu lebih optimal dalam memanfaatkan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba.
Rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity) INCO sebesar 0,3% menunjukkan bahwa perusahaan memiliki struktur modal yang sangat konservatif, dengan ketergantungan yang rendah pada utang. Hal ini memberikan stabilitas finansial dan mengurangi risiko selama periode ketidakpastian pasar. Sebagai perbandingan, NCKL memiliki rasio utang terhadap ekuitas yang lebih tinggi, yaitu 10,3%, yang dapat menunjukkan risiko yang lebih besar tetapi juga potensi untuk pertumbuhan yang lebih cepat.
Rasio cepat INCO berada di angka 4,3x, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki likuiditas yang sangat baik, yang berarti dapat dengan mudah memenuhi kewajiban jangka pendek. Hal ini penting di sektor komoditas yang seringkali menghadapi fluktuasi harga. Dari segi arus kas dari operasi, INCO melaporkan sebesar 4.966,3 miliar, menunjukkan kemampuan yang baik untuk menghasilkan kas dari kegiatan operasionalnya, yang merupakan indikator penting dari kesehatan keuangan perusahaan.
Secara keseluruhan, meskipun INCO menunjukkan beberapa aspek positif dalam struktur modal dan likuiditas, terdapat ruang untuk perbaikan dalam efisiensi operasional dan margin laba. Sebagai pemimpin dalam industri nikel, fokus pada peningkatan produktivitas dan inovasi dalam proses produksi akan sangat penting untuk mempertahankan daya saing di pasar yang semakin kompetitif.
Catalyst Positif
Bank Sentral China (PBoC) pada pekan lalu (24/9) mengumumkan akan mengeluarkan stimulus besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar mencapai target tahunan sebesar 5%. Di antara langkah-langkahnya, China akan mencabut pembatasan pembelian rumah dalam waktu dekat. Negara Panda juga berencana merilis obligasi khusus sebagai bagian dari stimulus fiskal senilai 2 triliun yuan (US$284,43 miliar) untuk mensubsidi program penggantian barang konsumsi dan peralatan bisnis, serta mengatasi masalah utang.
Menurut riset dari Ciptadana Sekuritas (30/9), harga nikel di LME rata-rata mencapai US$16.435 per ton, sedangkan harga nikel pig iron (NPI) di Tiongkok rata-rata sebesar US$12.860 per ton pada kuartal III 2024, yang menunjukkan penurunan triwulanan masing-masing sebesar 12,8% dan 3%. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh kembalinya operasi produsen nikel Indonesia di kuartal II 2024, yang mengakibatkan banjirnya pasar dengan produk nikel kelas 2. Selain itu, peningkatan produksi nikel kelas 1 di China dan Indonesia juga memberikan tekanan lebih lanjut terhadap harga. Target harga nikel untuk 2024-2026 telah direvisi menjadi masing-masing US$17.100 per ton, US$17.200 per ton, dan US$17.500 per ton.
Harga tembaga, di sisi lain, melonjak 16,8% hingga 24 September 2024 (YTD), mendekati US$10.000 dan mencapai US$9.995 per ton. Kenaikan ini didorong oleh stimulus dari Tiongkok yang meningkatkan permintaan tembaga, di mana konsumsi untuk infrastruktur jaringan listrik dan pembangkit listrik energi bersih tetap menjadi pendorong utama. Target harga tembaga juga direvisi menjadi US$9.300 per ton.
Stok timah di LME terus menurun sebesar 41,1% (YTD) menjadi 4,7 ribu ton akibat permintaan yang kuat dari Tiongkok, terutama setelah rilis stimulus besar-besaran. Harga timah LME meroket 32% (YTD) menjadi US$32.008 per ton. Ciptadana Sekuritas melihat pertumbuhan permintaan yang moderat seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi makro, terutama dari Tiongkok. Target harga timah untuk 2024-2026 juga direvisi naik menjadi masing-masing US$30.000 per ton, US$31.000 per ton, dan US$31.500 per ton.
Dengan revisi target harga untuk nikel, timah, dan tembaga, Ciptadana Sekuritas juga meningkatkan proyeksi laba serta target harga saham untuk PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Timah Tbk (TINS). Ciptadana Sekuritas mempertahankan peringkat overweight pada sektor logam karena prospek yang positif untuk emas dan potensi jangka panjang untuk harga nikel.
Analisa Teknikal
Secara teknikal, $INCO sudah berada di test pertama MA200 daily, kemungkinan harga akan koreksi ke area Rp 3750-3800 sebelum melanjutkan kenaikan ke area Rp 4600.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Richie Fawz Finansial Indonesia