PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
1 September 2023
16 Agustus 2023 | 1 September 2023 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 6.915 | 6.953 | 38 | 0.5% |
LQ45 | 966 | 962 | -4 | -0.4% |
EIDO | 23 | 23 | 0 | 0.0% |
Japan Nikkei 225 | 32.239 | 32.619 | 380 | 1.2% |
Shanghai CI | 3.176 | 3.120 | -56 | -1.8% |
Dow Jones | 34.946 | 34.722 | -224 | -0.6% |
Nasdaq | 13.631 | 14.035 | 404 | 3.0% |
Emas | 1.932 | 1.966 | 34 | 1.8% |
Evergrande Bangkrut, Apa Dampaknya ke Saham Properti Indonesia?
Raksasa properti asal China, Evergrande, resmi mengumumkan kebangkrutan pada hari Kamis (17/8/2023), setelah mengalami gagal bayar sebesar US$ 340 atau sekitar Rp 4.400 triliun pada tahun 2021 lalu. Evergrande sendiri diketahui telah mengajukan perlindungan dari para kreditur di pengadilan kebangkrutan AS sebagai bagian dari proses restrukturisasi utang.
Selain Evergrande, beberapa pengembang besar lainnya di China juga mengalami hal yang serupa, seperti salah satunya adalah perusahaan real estat terbesar ke-27 di China, Kaisa Group Holdings. Kaisa disebut-sebut tidak akan mampu memenuhi target tenggat waktu utang sebesar US$ 400 juta atau setara dengan Rp 200,78 miliar.
Selain itu, raksasa real estat China lainnya, Country Garden, juga diprediksi bakal mengikuti jejak Evergrande. Pengembang non-BUMN terbesar berdasarkan penjualan itu dilaporkan telah melewatkan dua pembayaran kupon obligasi dolar pada 1 Agustus, senilai total US$ 22,5 juta arau sekitar Rp 342 miliar. Adapun obligasi yang dimaksud adalah obligasi yang jatuh tempo pada Februari 2026 dan Agustus 2030. Lantas, apakah kebangkrutan Evergrande dan sejumlah pengembang besar China lainnya akan berdampak ke emiten properti di Indonesia?
Menurut Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta, kebangkrutan Evergrande tidak akan berdampak terlalu signifikan ke kinerja emiten properti di Indonesia. Hal tersebut pun tercermin dari kinerja marketing sales emiten properti Indonesia yang masih cukup positif. Tak hanya itu, emiten properti Indonesia juga terbantu oleh suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sudah melandai. Suku bunga ini pun diyakini dapat memicu peningkatan kinerja permintaan kredit properti, baik itu KPR maupun KPA, sehingga marketing sales emiten-emiten properti bisa meningkat.
BI Kembali Tahan Suku Bunga, Sedangkan The Fed Diproyeksikan Bakal Naikkan Suku Bunganya
Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23 dan 24 Agustus 2023. Selain menahan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5% dan suku bunga lending facility di level 6,5%.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetep terkendalli dalam kisaran sasaran 3+/-1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5+/-1% pada 2024. Perry juga mengatakan bahwa fokus kebijakan BI saat ini akan diarahkan pada stabilitas nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak ketidakpastian ekonomi global.
Sementara itu, ketua The Fed, Jerome Powell pada hari Jumat (25/8/2023) mengatakan bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) mungkin masih akan menaikkan suku bunganya untuk meredam inflasi yang masih terlalu tinggi. Sebagai informasi, inflasi AS sebenarnya sudah turun menjadi 3,3% dari puncaknya sebesar 7% pada musim panas lalu. Namun, sekalipun penurunan tersebut merupakan perkembangan yang cukup baik, Powell mengatakan bahwa inflasi masih terlalu tinggi, dan suku bunga pun diproyeksikan akan kembali dinaikkan demi membawa inflasi ke bawah target 2%.
Meskipun begitu, para pejabat The Fed sendiri sebenarnya telah terpecah dalam menentukan bagaimana sikap suku bunga selanjutnya. Di satu sisi, ada yang berpendapat bahwa suku bunga yang ditetapkan sudah cukup. Tapi di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa menghentikan suku bunga terlalu cepat dapat memicu kenaikan inflasi kembali. Adapun untuk saat ini, 89% ekonom memproyeksikan bahwa The Fed akan menahan suku bunganya pada pertemuan September mendatang.
Siap-siap! ARB Simetris Balik Normal Mulai 4 September 2023
Bursa Efek Indonesia (BEI) akan segera memberlakukan batasan persentase Auto Rejectioan Simetris tahap II pada tanggal 4 September 2023 mendatang, setelah kebijakan batasan persentase ARB tahap I sebesar 15% pada 5 Juni 2023 lalu. Sebagai informasi, saham di harga Rp 50- Rp 200 berlaku ARA 35% dan ARB 35%. Lalu, saham dengan harga Rp 200 – Rp 5.000 akan berlaku ARA 25% dan ARB 25%, serta saham dengan harga lebih dari Rp 5.000 berlaku ARA 20% dan ARB 20%.
Menurut Ketua Umum AEI Budiarsa Sastrawinata, kebijakan ARB simetris ini tidak akan berdampak besar pada perusahaan emiten, terutama yang memiliki dasar fundamental yang kuat. Hal ini karena kondisi pasar modal di Indonesia relatif lebih stabil setelah berakhirnya pandemi. Meskipun begitu, ada beberapa saham yang diperkirakan berpotensi mengalami ARB, karena dengan asumsi jika pemegang saham besar mengambil keuntungan, maka pemegang saham ritel kemungkinan akan mengikuti, sehingga permintaan untuk menjual akan tinggi. Jika sebelumnya batasnya dibatasi antara 7% – 15%, dan kali ini bisa mencapai 35%, hal ini dapat memicu aksi jual panik. Terlebih lagi, transaksi rata-rata di saham-saham kategori ketiga ini tidak didasarkan pada fundamental, sehingga tingkat kerentanannya terhadap penurunan harga sangat besar.
Mengutip situs Mikirduit.com, berikut sejumlah saham yang diproyeksikan bakal ARB pada pekan depan:
Saham | 1 bulan returns % | Year to date returns % |
ASPI | 182,12% | 378,65% |
IKBI | 180,24% | 230,95% |
GTBO | 162,70% | 159,89% |
KAYU | 149,56% | 464% |
MOLI | 135,67% | 77,88% |
ARII | 90,80% | 10,14% |
MITI | 90,52% | 160% |
BIKE | 87,25% | 91% |
ALKA | 76,32% | 155,64% |
MGLV | 75% | 26,23% |
OBMD | 73,41% | 61,29% |
MSKY | 68,89% | 1,79% |
WINS | 59,76% | 64,11% |
AHAP | 55% | 20,78% |
BEEF | 53% | 81,82% |
Simak Saham Ulasan Minggu Ini
- PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR)
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) adalah perusahaan induk yang berfokus pada bidang produsen semen, non-semen dan jasa di seluruh Indonesia. Segmen perseroan meliputi produksi semen dan produksi non-semen. Adapun, segmen produksi semen bergerak dalam bidang manufaktur dan penunjang semen. Sementara segmen produksi non-semen terdiri dari penambangan batu kapur dan tanah liat, pembuatan kantong semen, real estate industri, beton pracetak dan siap pakai, jasa teknologi informasi (TI), logistik, dan perdagangan.
Berdasarkan pendapatannya, segmen produksi semen berkontribusi sebesar Rp 12.3 triliun atau sekitar 72,6% dari total pendapatan SMGR di semester I-2023. Sementara itu, segmen produksi non-semen berkontribusi sebesar Rp 4.6 triliun atau setara dengan 27.3% dari total pendapatan SMGR di semester I-2023 ini. Pendapatan SMGR ini juga sebagian besarnya didominasi oleh pasar Indonesia, dimana Indonesia berkontribusi sebesar Rp 14.8 triliun atau sekitar 87.4% dari total pendapatan SMGR, sedangkan pasar internasional hanya berkontribusi sebesar Rp 2.1 triliun atau sekitar 12.5% dari total pendapatan SMGR di semester I-2023. Nah, berdasarkan pembagian segmen ini, dapat terlihat bahwa pendapatan SMGR ini sebagian besarnya ditopang oleh penjualan produksi semen di pasar Indonesia. Lantas, bagaimana prospek penjualan semen di Indonesia kedepannya?
Permintaan akan semen di Indonesia sendiri sebagian besarnya masih berasal dari sektor properti. Sektor properti pun diproyeksikan akan bangkit kembali seiring dengan melandainya suku bunga Indonesia. Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap di level 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 23 dan 24 Agustus 2023 lalu. Kebijakan BI untuk kembali menahan suku bunga ini pun diproyeksikan dapat menjadi daya tarik bagi konsumen untuk mempertimbangkan pembelian properti.
Selain itu, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara juga diproyeksikan bakal memberikan dampak positif terhadap penjualan semen. Peningkatan permintaan semen dari proyek IKN juga dianggap sebagai langkah transformasional dalam infrastruktur jangka panjang di Indonesia, yang tentunya akan menciptakan permintaan baru bagi industri semen. Dengan adanya proyek IKN ini, volume penjualan SMGR pun diperkirakan akan mencapai sekitar 38 juta ton pada tahun 2023.
Sebagai informasi, pemerintah pada Desember 2022 lalu juga telah menyelesaikan pengalihan saham pemerintah di PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR) ke PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), yang dimana aksi korporasi ini semakin memperkuat SMGR sebagai penguasa pasar (market share) semen nasional. Sejauh ini, SMGR sendiri diketahui masih memegang pangsa pasar terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 50%, kemudian diikuti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) sekitar 25%, dan semen Conch yang berasal dari China di urutan ketiga dengan pangsa pasar sekitar 7,1%. Dengan posisinya sebagai penguasa pasar, maka SMGR pun dapat menggenjot produksi dan penjualan dengan harga yang lebih terjangkau, dan penggabungan usaha ini juga akan dapat mengurangi persaingan industri semen, yang belakangan mengalami kelebihan kapasitas (over capacity).
Selain prospek dari sektor properti dan juga IKN, permintaan semen juga diproyeksikan akan meningkat menjelang pemilu 2024. Menurut Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Daniel Aditya, selama 5 periode pemilu terakhir, yaitu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019, mayoritas penjualan semen pada tahun pemilu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Menurut Daniel, kenaikan penjualan semen menjelang tahun politik ini pun didorong oleh konsumsi masyarakat yang meningkat dan pertumbuhan pembangunan infrastruktur.
Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang positif terhadap anggaran infrastruktur pemerintah yang terutama bergerak di industri semen nasional. Dengan demikian, penjualan semen tahun ini diantisipasi meningkat 1% hingga 2% year over year (YoY) sesuai dengan perencanaan awal Pemilu 2024 dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar pada akhir tahun tersebut. Lantas, melihat prospek semen yang cukup cerah kedepannya, apakah saham SMGR layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q2 | 2022 – Q2 | 2021 – Q2 | |
Pendapatan | 17,031,759,000,000 | 15,876,160,000,000 | 16,213,344,000,000 |
Laba Bersih | 866,235,000,000 | 828,763,000,000 | 794,122,000,000 |
Total Asset | 79,444,078,000,000 | 73,409,919,000,000 | 75,027,731,000,000 |
Total Liabilitas | 30,804,070,000,000 | 31,639,708,000,000 | 37,906,347,000,000 |
Total Ekuitas | 46,290,008,000,000 | 40,034,041,000,000 | 35,340,149,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangannya, SMGR berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 12.8 triliun pada kuartal II-2022 menjadi Rp 17.03 triliun di kuartal II-2023 ini. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga tercatat meningkat dari Rp 828.7 miliar menjadi Rp 866.2 miliar. Begitu pula dengan aset perusahaan yang tercatat mengalami peningkatan dari Rp 73.4 triliun menjadi Rp 79.4 triliun, dan ekuitas perusahaan yang juga meningkat dari Rp 40.03 triliun menjadi Rp 46.2 triliun. Di sisi lain, liabilitas perusahaan tercatat mengalami sedikit penurunan dari Rp 31.6 triliun di kuartal II-2022 menjadi Rp 30.8 triliun di kuartal II-2023. Nah, liabilitas yang menurun, dan jumlah ekuitas yang masih jauh lebih besar ketimbang liabilitas perusahaan pun menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang cukup sehat.
Selain itu, prospek kinerja SMGR di masa mendatang juga diperkirakan akan semakin membaik karena adanya penurunan harga batubara. Sebagai informasi, sejak awal tahun 2023, SMGR telah berhasil mengamankan 100% kebutuhan batubaranya di harga domestic market obligation (DMO) sekitar US$ 90 per ton untuk nilai kalori 6.200. Batubara sendiri merupakan salah satu komponen biaya manufaktur semen yang paling signifikan, sehingga dengan posisi SMGR yang sudah mengamankan harga batubara secara DMO, maka harga batubara yang fluktuatif pun tidak akan terlalu berdampak bagi SMGR.
Kesimpulannya, SMGR sendiri dinilai mempunyai prospek yang cukup cerah, seiring dengan melandainya suku bunga BI yang berpotensi membangkitkan sektor properti, melandainya harga batubara dan juga momentum pemilu 2024. Kemudian mengingat statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan SMGR keunggulan kompetitif dalam partisipasinya dalam proyek-proyek infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN).
Sementara dari segi evaluasinya, saham SMGR juga masih tergolong cukup murah dibandingkan dengan kompetitornya seperti salah satu contohnya adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dimana rasio Price-to-Earnings (PER) SMGR berada di kisaran 26.69x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 1.11x. Sementara rasio PER INTP berada di kisaran 29.52x dan rasio PBV nya berada di kisaran 2.09x. Angka PER dan PBV yang jauh lebih rendah dibandingkan kompetitornya pun menandakan bahwa suatu saham lebih murah atau undervalued. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham SMGR layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
2. PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN)
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) adalah perusahaan pertambangan tembaga dan emas yang berbasis di Indonesia. Perusahaan mengoperasikan tambang Batu Hijau di Pulau Sumbawa, dimana produk utamanya adalah konsentrat tembaga dan emas. Adapun, unit bisnisnya meliputi lain Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), Amman Mineral Integrasi (AMIG), dan Amman Mineral Industri (AMIN), Amman Nusa Propertindo (ANP).
Sebagai informasi, AMMN telah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 7 Juli 2023 lalu, dengan melepas sebanyak-banyaknya sebesar 7,28 miliar atau sebesar 10% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO, dengan memasang harga penawaran di Rp 1.695 per saham. Adapun dari harga IPO-nya, saham AMMN sudah melesat hingga 167,26% per Agustus 2023. Bahkan, sepanjang perdagangan Agustus 2023, saham AMMN hanya terkoreksi 1 kali saja, yaitu pada perdagangan 1 Agustus 2023 lalu.
Sementara itu, saham AMMN sendiri terpantau masih menguat pada perdagangan sesi II hari Kamis (31/8/2023). Adapun per pukul 15:23 WIB, saham AMMN menguat 0,67% ke posisi Rp 4.530 per saham, dan diperdagangkan di kisaran harga Rp 4.460 – Rp 4.550 per saham. Saham AMMN juga sudah ditransaksikan sebanyak 6.323 kali dengan volume sebesar 49,55 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 224,3 miliar. Kapitalisasi pasarnya saat ini pun sudah mencapai Rp 326,5 triliun, dan menjadi salah satu dari 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lantas, apakah melajunya saham AMMN akan terus berlanjut kedepannya?
AMMN melalui anak usahanya, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sendiri merupakan pemain besar di sektor tembaga dan emas. Pasalnya, tambang Batu Hijau milik AMNT ini merupakan tambang tembaga dan emas terbesar kedua di Indonesia, serta memiliki cadangan setara tembaga terbesar kelima di dunia apabila dikombinasikan dengan cadangan dalam proyek Elang. Namun, tambang Batu Hijau diperkirakan hanya bisa beroperasi hingga 2030, sehingga untuk menggantikan tambang tersebut, AMMN berencana untuk memulai pengembangan tambang Elang pada tahun 2027. Kegiatan penambangan di tambang Elang diperkirakan akan berjalan mulai dari 2031 hingga 2046, dan tambang Elang ini pun diproyeksikan bakal menjadi sumber profitabilitas yang menjanjikan bagi AMMN.
Sebelumnya, pemerintah juga telah melarang ekspor mineral mentah per 11 Juni 2023. Namun, AMMN bersama 4 perusahaan lain berhasil mendapatkan relaksasi hingga Mei 2024 karena progres pembangunan fasilitas smelter telah mencapai lebih dari 50% pada Januari 2023. Adapun hingga akhir Juni 2023, progres smelter AMMN mencapai 58,52% dan dijadwalkan selesai pada Mei 2024. Smelter ini nantinya akan mengolah konsentrat tembaga dari tambang Batu Hijau dan proyek Elang, dan memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat per tahun. Rampungnya smelter ini pun tentunya dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja AMMN kedepannya.
Selain itu, AMNT telah mendapatkan izin ekspor untuk 900 ribu wet ton konsentrat tembaga dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang berlaku dari 24 Juli 2023 hingga 31 Mei 2024. Adapun pajak ekspor sebesar 10% akan dikenakan pada konsentrat tembaga ini, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 17 Tahun 2013, yang menetapkan bahwa penerapan bea keluar bervariasi 5–15% sesuai dengan perkembangan pembangunan smelter. Dengan izin ekspor ini, maka AMMN mendapatkan kepastian untuk kembali melakukan ekspor dan pastinya terhindar dari resiko kehilangan pendapatan.
Sementara itu, harga jual tembaga sendiri relatif stabil sepanjang tahun ini dibandingkan dengan komoditas pertambangan lainnya. Adapun, harga tembaga hanya turun 3% terhitung sepanjang tahun berjalan dibandingkan komoditas seng (zinc) yang anjlok 24% dan nikel turun 33%. Nah, melihat prospek AMMN yang terbilang cukup menjanjikan, apakah saham AMMN ini layak untuk dikoleksi? Bagaimana dengan kondisi keuangan perusahaan saat ini?
Laporan Keuangan
2022 (USD) | 2021 (USD) | 2020 (USD) | |
Penjualan | 2,830,122,000 | 1,299,060,000 | 1,003,106,000 |
Laba Bersih | 1,093,488,000 | 317,044,000 | 86,319,000 |
Total Asset | 6,498,959,000 | 5,202,983,000 | 4,758,556,000 |
Total Liabilitas | 2,889,660,000 | 2,708,276,000 | 2,603,559,000 |
Total Ekuitas | 3,609,299,000 | 2,494,707,000 | 2,154,997,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, AMMN berhasil membukukan peningkatan penjualan dari US$ 1.2 miliar menjadi US$ 2.8 miliar di tahun 2022. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga meningkat dari US$ 317 juta menjadi US$ 1.09 miliar di tahun 2022. Begitu pula dengan aset perusahaan yang meningkat dari US$ 5.2 miliar menjadi US$ 6.4 miliar, dan ekuitas perusahaan yang meningkat dari US$ 2.4 miliar menjadi US$ 3.6 miliar di tahun 2022. Di sisi lain, perusahaan membukukan sedikit kenaikan liabilitas dari US$ 2.7 miliar menjadi US$ 2.8 miliar pada tahun 2022.
Nah, meskipun perusahaan mencatatkan kenaikan liabilitas, jumlah ekuitas AMMN masih jauh lebih besar dibandingkan jumlah liabilitasnya. Hal ini pun mengindikasikan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi yang cukup sehat. Adapun secara valuasi, saham AMMN ini masih terbilang cukup murah dimana rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 17.24x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 5.87x.
Kesimpulannya, prospek saham AMMN ini sebenarnya cukup cerah kedepannya dan cocok untuk dijadikan investasi jangka panjang, mengingat cadangan mineral perusahaan yang melimpah, tambang Elang yang bisa menggantikan tambang Batu Hijau di masa mendatang, perizinan ekspor serta smelter yang ditargetkan rampung pada pertengahan tahun 2024. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham AMMN ini layak untuk diberikan rekomendasi BUY. Sebagai tambahan, kinerja AMMN ini juga diproyeksikan bakal berdampak terhadap saham PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), mengingat MEDC merupakan pemegang saham terbesar kedua setelah PT Sumber Gemilang Persada dengan kepemilikan sebesar 23,13%.
3. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR)
PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) merupakan perusahaan yang berfokus dalam bidang investasi pada perusahaan operasional, yang memiliki dan mengoperasikan lokasi menara telekomunikasi dan menyewakannya kepada perusahaan komunikasi nirkabel. Segmen perusahaan meliputi penyewaan menara serta layanan VSAT dan kabel, dan kegiatan usahanya dilakukan melalui PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).
Berdasarkan pendapatannya, segmen sewa menara berkontribusi sebesar Rp 4.1 triliun atau sekitar 72,1% dari total pendapatan TOWR di kuartal II-2023, dan segmen jasa lainnya seperti layanan VSAT dan kabel berkontribusi sebesar Rp 1.6 triliun atau sekitar 27,8% dari total pendapatan TOWR di kuartal II-2023. Nah, dari sini dapat terlihat bahwa pendapatan TOWR ini sebagian besarnya ditopang oleh segmen sewa menara. Segmen sewa menara sendiri memiliki prospek yang cerah mengingat para operator industri telekomunikasi tentunya akan tetap membutuhkan banyak menara dan jaringan fiber optik untuk meningkatkan kualitas pelayanan mereka.
Kekuatan bisnis sewa menara pun terletak pada jumlah menara yang dimiliki oleh perusahaan. Sebagai informasi, TOWR mengoperasikan 29.792 menara telekomunikasi pada semester I-2023, atau bertambah 529 unit dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Namun, pertumbuhan jumlah menara tersebut tidak diiringi oleh pertumbuhan jumlah penyewa, yang menurun dari yang awalnya 54.716 penyewa menjadi 53.771 penyewa pada semester I-2023. Selain itu, tren tarif sewa menara secara bulanan masih terus menurun secara kuartalan, meskipun dengan laju penurunan yang lebih lambat. Penurunan ini pun diperkirakan terjadi akibat merger Indosat-Hutchinson. Lantas, apakah sentimen mengenai Starlink milik Elon Musk yang masuk ke Indonesia bisa mendorong kinerja TOWR?
Sebagai informasi, Starlink merupakan program internet satelit yang berada di bawah naungan SpaceX, milik Elon Musk. Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun telah memberikan hak labuh satelit Starlink kepada Telkomsat atau anak usaha Telkom Grup pada Juni 2022 lalu. Adapun baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Elon Musk tertarik membangun jaringan internet murah di Timur Indonesia lewat Starlink. Namun, skema bisnis Starlink lebih berfokus pada bisnis ke bisnis (B2B) daripada bisnis ke konsumen (B2C) seperti operator seluler Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, Smartfren, ataupun XL Axiata. Dengan begitu, masuknya Starlink ini akan menguntungkan perusahaan operator seluler. Di sisi lain, Starlink ini tidak membutuhkan menara, sehingga masuknya Starlink pun dianggap berpotensi mengancam bisnis menara. Lantas, apakah saham TOWR ini masih layak untuk dikoleksi?
Meskipun pendapatan TOWR didominasi oleh segmen sewa menara, nyatanya pendapatan dari segmen ini mengalami sedikit penurunan dari Rp 4.2 triliun pada kuartal II-2022, menjadi Rp 4.1 triliun di kuartal II-2023 ini. Menghadapi kondisi tersebut, TOWR pun meningkatkan pertumbuhan dari segmen jasa lainnya, seperti layanan VSAT dan kabel, dimana perusahaan tercatat melakukan penambahan serat optik dan aktivasi konektivitas. Adapun, panjang serat optik TOWR bertambah dari 95.400 kilometer menjadi 172.593 kilometer pada semester I-2023. Pertumbuhan tersebut pun berhasil meningkatkan pendapatan perusahaan dari segmen ini, yaitu dari Rp 602.3 miliar menjadi Rp 1.6 triliun di kuartal II-2023.
Sebenarnya, arah bisnis potensial dari menara telekomunikasi selanjutnya adalah pengembangan jaringan 5G, yang dimana, dalam pengembangan jaringan 5G pastinya dibutuhkan fiber optik yang terhubung ke menara. Hal ini pun tentunya akan memberikan dampak positif terhadap TOWR, mengingat TOWR merupakan pemegang kapasitas fiber optik terbesar saat ini dengan jumlah sekitar 172.593 km.
Jumlah itu pun jauh lebih besar dibandingkan dengan kompetitornya, seperti PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), yang sejauh ini tercatat baru mempunyai kapasitas fiber optik sekitar 27.269 km. Jadinya, apabila optimalisasi 5G ini terus berjalan, maka pendapatan dari layanan fiber optik pun diproyeksikan dapat melampaui pendapatan dari sewa menara. Lantas, melihat pendapatan TOWR yang diproyeksikan akan semakin didominasi oleh segmen jasa lainnya seperti layanan VSAT dan kabel ini, apakah saham TOWR layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q2 | 2022 – Q2 | 2021 – Q2 | |
Pendapatan | 5,776,278,000,000 | 5,316,332,000,000 | 3,971,854,000,000 |
Laba Bersih | 1,559,122,000,000 | 1,691,150,000,000 | 1,689,767,000,000 |
Total Asset | 66,385,698,000,000 | 63,373,364,000,000 | 34,651,303,000,000 |
Total Liabilitas | 51,239,094,000,000 | 50,452,263,000,000 | 24,048,097,000,000 |
Total Ekuitas | 15,146,604,000,000 | 12,921,101,000,000 | 10,603,206,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangannya, TOWR berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 5.3 triliun pada kuartal II-2022, menjadi Rp 5.7 triliun pada kuartal II-2023. Meskipun begitu, laba bersih perusahaan justru mengalami penurunan, dari Rp 1.6 triliun menjadi Rp 1.5 triliun di kuartal II-2023. Penurunan laba bersih ini pun disebabkan oleh beban pokok pendapatan yang tercatat meningkat 13,05% menjadi Rp 1.6 triliun, lalu biaya keuangan yang juga meningkat 23,03% menjadi Rp 1.4 triliun, dan beban pajak final serta beban pajak penghasilan yang masing-masing naik menjadi Rp 274.9 miliar dan Rp 123.3 miliar.
Di sisi lain, aset perusahaan tercatat mengalami peningkatan dari Rp 63.3 triliun menjadi Rp 66.3 triliun, dan ekuitas perusahaan juga naik dari Rp 12.9 triliun menjadi Rp 15.1 triliun di kuartal II-2023. Sementara itu, perusahaan tercatat membukukan kenaikan liabilitas dari Rp 50.4 triliun menjadi Rp 51.2 triliun di kuartal II-2023. Liabilitas yang meningkat, serta jumlahnya yang jauh lebih besar ketimbang ekuitas perusahaan pun mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang tidak begitu sehat. Hal ini pun terlihat dari rasio debt-to-equity TOWR yang sebesar 339,74%. Kondisi rasio DER yang berada di atas 300% pun menandakan bahwa kondisi keuangan perusahaan sudah sangat rawan terhadap berbagai jenis risiko, termasuk salah satunya gagal bayar hutang dan bangkrut. Nah, melihat laba bersih perusahaan yang menurun dan jumlah utang perusahaan yang sangat besar dan beresiko, apakah saham TOWR layak untuk dikoleksi?
Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga di level 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 23 dan 24 Agustus 2023 lalu, diprediksi dapat menjadi angin segar bagi emiten di sektor menara telekomunikasi. Sementara itu, diantara emiten menara telekomunikasi, TOWR juga dinilai memiliki valuasi yang cukup murah, dimana rasio Price-to-Earnings (PER) TOWR berada di kisaran 17.34x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 3.59x. Sementara rasio PER MTEL berada di kisaran 30.23x dan rasio PBVnya berada di kisaran 1.87x. Angka PER dan PBV yang lebih rendah dibandingkan kompetitornya pun mengindikasikan bahwa saham TOWR ini jauh lebih murah ataupun undervalued. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham TOWR layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia