PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 Agustus 2023
2 Agustus 2023 | 15 Agustus 2023 | Perbedaan | % | |
IHSG | 6.887 | 6.910 | 23 | 0.3% |
LQ45 | 963 | 969 | 6 | 0.6% |
EIDO | 23.2 | 23 | -0.2 | -0.9% |
Japan Nikkei 225 | 33.477 | 32.060 | -1417 | -4.2% |
Shanghai CI | 3.291 | 3.178 | -113 | -3.4% |
Dow Jones | 35.631 | 35.308 | -323 | -0.9% |
Nasdaq | 14.284 | 13.788 | -496 | -3.5% |
Emas | 1.987 | 1.939 | -48 | -2.4% |
OJK Bakal Atur Pembagian Dividen Perbankan, Bagaimana Nasib Saham Bank?
Otoritas Jasa keuangan (OJK) bakal mengeluarkan aturan soal penerapan tata kelola bank umum, termasuk salah satunya adalah terkait dengan dividen bank. OJK berpandangan bahwa pengaturan terkait dividen bank ini perlu dilakukan mengingat rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio/DPR) yang diberikan oleh emiten perbankan dinilai terlalu besar.
Sebagai informasi, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang biasanya menetapkan DPR di bawah 50%, meningkatkan DPR nya menjadi 62% untuk tahun buku 2022. Kemudian PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang biasanya mematok DPR di sekitar 60%, kini naik menjadi 85%. Lalu, ada juga PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang biasanya menetapkan DPR di sekitar 25%, kini naik menjadi 40%.
Kekhawatiran terhadap dividen payout ratio jumbo ini pun mendorong OJK untuk segera mengeluarkan aturan terkait dividen bank, agar alokasi laba yang diperoleh bank bisa diprioritaskan untuk memperkuat permodalan bank. Selain itu, alokasi dividen juga bisa digunakan untuk kebutuhan lain dalam upaya untuk menjaga agar bank terus berkembang, memperkuat daya saing dan kontributif dalam perekenomian nasional.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam konteks pengaturan nantinya, OJK tidak secara spesifik mengatur persentase besaran dividen payout ratio yang dapat diberikan bank kepada pemegang sahamnya. Namun, OJK akan mengatur mengenai kewajiban bank untuk memiliki kebijakan dalam pembagian dividen dan mengkomunikasikannya kepada pemegang saham.
Sebagai contoh saja, sepanjang 2022, BBCA mencatatkan dividen yield akumulasi interim dan final sebesar 2,22%. Nah, dengan asumsi OJK menyamaratakan maksimal bank bisa membagikan dividen sebesar 40% dari laba bersih, dan laba bersih BBCA di tahun 2023 yang diproyeksikan meningkat sekitar 26% menjadi Rp 51 triliun. Maka, jikalau BBCA tetap membagikan 60% laba bersihnya pada 2023 sebagai dividen, maka tingkat dividen yield naik menjadi 2,71%. Namun, jika BBCA hanya membagikan 40% dari laba bersihnya, maka dividen yield anjlok menjadi 1,8%.
Hal ini pun mengindikasikan bahwa pembatasan dividen ini dapat membuat saham-saham perbankan menjadi kurang menarik. Meskipun begitu, para analis yakin bahwa aturan pengaturan dividen bank tidak akan memukul harga saham perbankan. Malah sebaliknya, kebijakan itu justru bisa memperkuat fundamental emiten bank secara berkelanjutan.
Bagaimana Nasib 10 Saham yang IPO Pada 7-11 Agustus 2023?
Sebanyak 10 saham resmi mencatakan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) selama pekan kedua bulan Agustus 2023, yaitu mulai dari perdagangan 7 Agustus hingga 11 Agustus 2023. Pergerakan 10 saham IPO itu pun terpantau cukup bervariasi pada perdagangan perdananya. Adapun berikut kinerja 10 saham yang baru IPO tersebut:
Emiten | Harga IPO | Harga Penutupan | Persentase |
PT Minahasa Membangun Hebat Tbk (HBAT) | Rp 108 | Rp 118 | 9,2% |
PT Multi Garam Utama Tbk (FOLK) | Rp 100 | Rp 135 | 35% |
PT Paperocks Indonesia Tbk (PPRI) | Rp 140 | Rp 119 | -15% |
PT Ingria Pratama Capitalindo Tbk (GRIA) | Rp 120 | Rp 102 | -15% |
PT Sinar Eka Selaras Tbk (ERAL) | Rp 390 | Rp 402 | 3,08% |
PT ITSEC Asia Tbk (CYBR) | Rp 100 | Rp 135 | 35% |
PT Mutuagung Lestari Tbk. (MUTU) | Rp 108 | Rp 145 | 34,2% |
PT Humpuss Maritim International Tbk. (HUMI) | Rp 100 | Rp 120 | 20% |
PT Lupromax Pelumas Indonesia Tbk. (LMAX) | Rp 200 | Rp 180 | -10% |
PT Multisarana Intan Eduka Tbk. (MSIE) | Rp 100 | Rp 90 | -10% |
The Fed Diproyeksikan Mulai Pangkas Suku Bunga Pada Kuartal II-2024
Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan bahwa bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed), baru akan mulai menurunkan suku bunganya pada akhir Juni 2024 dengan laju penurunan secara bertahap per kuartalnya. Menurut para ekonom Goldman, seperti Jan Hatzius dan David Mericle, penurunan suku bunga acuan ini akan dilakukan setelah inflasi turun mendekati target bank sentral.
Adapun tim Goldman saat ini memperkirakan bahwa Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) tidak akan menaikkan suku bunga di bulan depan. Menurut mereka, tren inflasi inti sudah cukup melambat, sehingga kenaikan pada pertemuan November 2023 tidak lagi diperlukan. Mereka juga memperkirakan bahwa the Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin per kuartal. Namun mereka sendiri tidak yakin dengan kecepatan pemangkasannya.
Adapun, data menunjukkan inflasi AS naik pada tingkat yang lebih lambat dari perkiraan sebesar 3,2%. Indeks harga konsumen inti yang menghilangkan biaya energi serta makanan berjalan pada laju tahunan sebesar 4,7%. Realisasi tersebut merupakan level terendah sejak 2021, namun masih berada di atas target The Fed yang sebesar 2%.
Simak Ulasan Saham Minggu Ini
- PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau disebut juga sebagai PGE adalah perusahaan yang bergerak dalam bisnis energi panas bumi. Kegiatan operasionalnya meliputi Operasi Sendiri dan Kontrak Operasi Bersama (KOB) dengan PLN. Perseroan mengelola sekitar 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan 20 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan kapasitas terpasang 672 mega watt (MW) yang dioperasikan langsung oleh Perseroan (Own Operation).
Sebagai informasi, PGEO resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 24 Februari 2023 lalu, dengan melepas 10,35 miliar lembar saham atau setara dengan 25% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh setelah proses IPO. Adapun, PGEO mematok harga IPO sebesar Rp 875 per saham, sehingga perusahaan pun berhasil mengantongi dana IPO sebesar Rp 9,06 triliun, dan menjadi salah satu IPO terbesar di tahun 2023 ini.
Saham PGEO sendiri sempat dibuka melonjak ke level Rp 925 per saham, lalu anjlok hingga menyentuh menyentuh level auto reject bawah (ARB) ke level Rp 815 per saham pada perdagangan perdananya. Saham PGEO juga sempat jatuh hingga menyentuh Rp 615 per saham pada 10 April 2023 lalu. Namun, baru-baru ini, saham PGEO mulai terlihat bangkit kembali, dengan harga sahamnya ditutup di Rp 800 per saham pada perdagangan 10 Juli 2023. Dengan begitu, saham PGEO telah mencatatkan kenaikan hingga 30% dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Lantas, apa yang menjadi pendorong kenaikan harga saham PGEO ini?
Melesatnya saham PGEO ini rupanya terjadi setelah bursa karbon diperkirakan bakal segera dirilis pada September 2023 mendatang. Sebagai informasi, kredit karbon atau satuan untuk menggambarkan seberapa besar usaha yang sudah dilakukan untuk menyerap potensi emisi karbon yang sudah terbentuk nantinya bisa diperjual-belikan di bursa karbon. Dengan begitu, hadirnya bursa karbon ini pun diproyeksikan dapat memberikan dampak positif kepada saham-saham yang memiliki bisnis terkait, seperti salah satunya PGEO.
Adapun, direktur keuangan PGEO, Nelwi Aldriansyah, mengatakan bahwa perseroan telah mencatatkan pendapatan dari kredit karbon dari area Ulubelu dan Karaha, yang merupakan pendapatan kumulatif dari tahun 2016 hingga 2020. PGEO saat ini juga tengah melakukan penyelesaian proses sertifikasi untuk area produksi lainnya, seperti Lahendong, Kamojang, hingga Lumut Balai tengah, sehingga area produksi ini nantinya juga bisa memperoleh pendapatan dari bursa karbon, dan pastinya mempertebal pendapatan PGEO kedepannya. Lantas, melihat prospek PGEO yang akan terdongkrak dari kehadiran bursa karbon ini, apakah saham PGEO layak untuk dikoleksi? Bagaimana dengan kondisi keuangan perusahaan saat ini?
Laporan Keuangan
2023 – Q2 (USD) | 2022 – Q2 (USD) | 2021 – Q2 (USD) | |
Pendapatan | 206,731,000 | 184,734,000 | 180,090,000 |
Laba Bersih | 92,744,000 | 71,294,000 | 33,073,000 |
Total Asset | 2,887,832,000 | 2,405,140,000 | 2,397,481,000 |
Total Liabilitas | 989,544,000 | 1,135,693,000 | 1,168,428,000 |
Total Ekuitas | 1,898,288,000 | 1,269,447,000 | 1,229,053,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, PGEO berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari US$ 184.7 juta menjadi US$ 206.7 juta di kuartal II-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga meningkat dari US$ 71.2 juta menjadi US$ 92.7 juta di kuartal II-2023. Sementara itu, aset perusahaan juga tercatat meningkat dari US$ 2.4 miliar menjadi US$ 2.8 miliar, dan ekuitas perusahaan juga meningkat dari US$ 1.2 miliar menjadi US$ 1.8 miliar di kuartal II-2023. Di sisi lain, liabilitas perusahaan juga tercatat mengalami penurunan dari US$ 1.1 miliar menjadi US$ 989.5 juta di kuartal II-2023.
Nah, pendapatan, laba bersih, aset dan ekuitas yang kompak meningkat, serta liabilitas yang menurun dan jauh lebih kecil dibandingkan ekuitasnya pun menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sehat. Hal ini juga terlihat dari rasio debt-to-equity PGEO yang sebesar 38.5%. Keuangan PGEO pun diproyeksikan akan jauh lebih sehat lagi kedepannya, dikarenakan profitabilitas yang lebih tinggi berkat kehadiran bursa karbon, serta pelunasan sebagian utang dari dana hasil inital public offering (IPO).
Kesimpulannya, PGEO sendiri dinilai mempunyai prospek yang cukup cerah, seiring dengan penyelesaian proses sertifikasi untuk area produksi Lahendong, Kamojang, hingga Lumut Balai tengah, serta perilisan bursa karbon pada September 2023 mendatang. Selain itu, dari segi evaluasinya, saham PGEO juga masih tergolong cukup murah, dimana rasio Price-to-Earnings (PER) berada di kisaran 14.06x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 1.37x. PGEO juga berkomitmen untuk memberikan dividen tunai dengan rasio 50% dari laba bersih, mulai dari tahun buku 2023 dan seterusnya. Adapun, PGEO dalam RUPST-nya menyetujui pembayaran dividen sebesar US$ 100 juta atau 78% dari laba bersih 2022. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham PGEO layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
2. PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK)
PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) adalah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dengan 4 segmen utama, yaitu segmen media, yang termasuk saluran televisi free-to-air (FTA) di bawah empat saluran televisi. Kemudian segmen solusi, yang menyediakan berbagai solusi dan layanan infrastruktur seperti solusi telekomunikasi dan jaringan, solusi perangkat lunak dan perangkat keras perbankan. Lalu ada segmen kesehatan yang menawarkan berbagai layanan medis, serta segmen lainnya yang meliputi konektivitas dan juga penyediaan layanan Internet, perbankan, investasi, dan bisnis lainnya.
Seperti yang kita ketahui, sektor teknologi sendiri dari tahun 2022 hingga awal tahun 2023, telah menjadi salah satu sektor yang paling tertekan dan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor teknologi sepanjang 2022 terpangkas nyaris setengahnya atau mengalami koreksi 42,61% dalam setahun. Adapun per 11 Agustus 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah dengan koreksi 0,19% atau 13,3 poin di level 6.879,98, dengan sektor teknologi membebani laju IHSG hingga 0,83%.
Namun, penurunan yang dirasakan sektor teknologi ini ternyata tak hanya terjadi di Indonesia. Nyatanya, sektor teknologi di luar negeri juga mengalami hal yang serupa. Seperti contohnya, saham Alphabet Inc. Cl A (GOOGL) tergelincir 2,32%, Microsoft Corp (MSFT) turun 2,31%, Amazon.com Inc (AMZN) anjlok 3,99%, Meta Platforms Inc (META) jatuh 4,27% pada perdagangan 21 Juli 2023.
Terkoreksinya emiten-emiten di sektor teknologi ini pun disebabkan oleh efek dari kenaikan suku bunga yang menyebabkan biaya-biaya operasional pada perusahaan berbasis teknologi mengalami peningkatan. Sehingga, peningkatan pada biaya-biaya tersebut membuat beberapa emiten di sektor teknologi mengalami penurunan laba hingga mengalami kerugian. Bahkan, EMTK sendiri tercatat membukukan rugi bersih sebesar Rp 444.1 juta di kuartal II-2023, yang dimana kerugian ini pun sebagian besarnya disebabkan oleh perubahan selisih kurs dan nilai investasi yang ditanamkan EMTK. Lantas, apakah saham EMTK ini layak untuk dikoleksi?
Melihat tingkat inflasi utama tahunan AS yang naik 3,2% pada bulan lalu, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan pasar yang sebesar 3,3%, pun menandakan bahwa inflasi AS ini sudah mulai melandai, sehingga beberapa tekanan harga pun mulai mendingin dan mendorong spekulasi pasar bahwa The Fed akan memberikan ruang jeda dan semakin dekat untuk mengakhiri siklus pengetatan moneternya. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga telah mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% selama tujuh bulan berturut-turut. Nah, suku bunga yang lebih akomodatif ini tentunya dapat memberikan keuntungan bagi emiten-emiten di sektor teknologi karena beban yang dikeluarkan bisa lebih ringan. Lantas, apakah ini pertanda bahwa sektor teknologi berpotensi untuk rebound di akhir tahun 2023 ini? Jikalau iya, apakah saham EMTK menjadi salah satu saham yang layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q2 | 2022 – Q2 | 2021 – Q2 | |
Pendapatan | 7,754,118,674,000 | 7,099,931,306,000 | 6,449,064,546,000 |
Laba Bersih | (444,182,246,000) | 2,704,897,333,000 | 264,581,077,000 |
Total Asset | 43,162,809,760,000 | 43,886,303,005,000 | 25,884,635,050,000 |
Total Liabilitas | 4,347,961,375,000 | 4,819,737,743,000 | 3,286,024,979,000 |
Total Ekuitas | 38,814,848,385,000 | 39,066,565,262,000 | 22,598,610,071,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, EMTK berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 7.09 triliun menjadi Rp 7.7 triliun di kuartal II-2023. Namun, perusahaan membukukan rugi bersih senilai Rp 444.1 miliar, turun drastis dari laba bersih tahun 2022 yang tercatat sebesar Rp 2.7 triliun. Tak hanya itu, aset perusahaan juga tercatat mengalami penurunan dari Rp 43.8 triliun menjadi Rp 43.1 triliun, dan ekuitas juga menurun dari Rp 39.06 triliun menjadi Rp 38.8 triliun di kuartal II-2023. Di sisi lain, liabilitas perusahaan berhasil menurun dari Rp 4.8 tirliun menjadi Rp 4.3 triliun di kuartal II-2023.
Nah, jumlah liabilitas yang menurun serta jauh lebih kecil dibandingkan ekuitasnya pun sebenarnya pun mengindikasikan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi yang sehat. Namun, rugi bersih yang dibukukan perusahaan pun tentunya menjadi sebuah pertimbangan untuk mengoleksi saham EMTK ini. Meskipun begitu, EMTK sendiri dapat terbilang memiliki prospek yang cerah mengingat EMTK ini bergerak di bidang media. Emiten media seringkali kali dikaitkan dengan pemilihan umum (pemilu), karena perannya yang tak lepas sebagai sumber informasi dan sarana komunikasi bagi para kandidat partai politik dan masyarakat. Dengan begitu, ekspektasi pendapatan dari iklan berpotensi untuk mengkerek pendapatan EMTK kedepannya.
Selain media, EMTK juga berfokus di bidang kesehatan dengan berinvestasi di salah satu emiten rumah sakit, yaitu PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk (SAME). Adapun per 14 Agustus 2023, total kepemilikan saham EMTK atas SAME adalah sebesar 77,47%. Prospek rumah sakit sendiri dinilai cukup menjanjikan kedepannya usai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 11 Juli 2023 lalu. UU kesehatan ini pun diproyeksikan dapat menjadi peluang bagi emiten rumah sakit untuk lebih gencar melakukan ekspansi lagi.
Kesimpulannya, sektor teknologi sendiri berpotensi untuk rebound mengingat suku bunga BI yang sudah melandai dan The Fed yang disebut bakal memberikan ruang jeda dan semakin dekat untuk mengakhiri siklus pengetatan moneternya. Nah, disaat sektor teknologi ini rebound, saham EMTK pun dapat dijadikan salah satu pertimbangan mengingat EMTK ini merupakan salah satu emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar dalam sektor teknologi. Adapun dari segi evaluasinya, saham EMTK juga masih tergolong cukup murah, dimana rasio Price-to-Earnings (PER) berada di kisaran -42.74x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 1.08x. Rasio PER EMTK yang minus ini pun cukup wajar mengingat EMTK membukukan rugi bersih di kuartal II-2023 ini. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham EMTK layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR)
PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) merupakan perusahaan yang bergerak dalam penyediaan layanan logistik terintegrasi. Kegiatan Perusahaan meliputi kegiatan pelayaran, termasuk pengangkutan kargo dengan kapal dan bertindak sebagai agen lokal atau agen umum untuk perusahaan pelayaran lain, jasa angkutan kapal dan kegiatan pendukung lainnya. Layanan perusahaan meliputi Samudera Shipping, Samudera Logistics, Samudera Ports, Samudera Property dan Samudera Services.
Mengingat SMDR berfokus utama di sektor pelayaran, maka tarif angkutan laut atau freight tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan. Sebagaimana yang kita ketahui, tarif freight sebelum pandemi Covid-19 hanya dipatok sekitaran US$ 3.500 untuk sekali angkut, kemudian naik menjadi US$ 20.000 hingga US$ 26.000 setelah Covid-19. Tingginya biaya freight tentunya sangat menguntungkan emiten pelayaran seperti SMDR, yang dapat terlihat sejak tahun 2021 lalu, dimana SMDR berhasil membukukan pendapatan sebesar US$ 672.9 juta, naik 37% dari pendapatan SMDR di tahun 2020 yang sebesar US$ 490.8 juta dan naik 11% dari pendapatan SMDR di tahun 2019 yang sebesar US$ 438.8 juta. Lantas, bagaimana dengan prospek SMDR di tahun 2023 ini? Akankah harga freight di tahun 2023 ini masih setinggi harga freight di tahun-tahun sebelumnya?
Harga freight di tahun 2023 sendiri diproyeksikan akan mengalami normalisasi sampai ke level sebelum pandemi. Normalisasi ini pun terjadi sebagai akibat dari supply-demand kontainer global yang sudah kembali normal, begitu pula dengan kemacetan supply chain di masa pandemi yang sudah teratasi. Penurunan harga freight ini pun sudah dirasakan SMDR, dimana pendapatan SMDR pada kuartal II-2023 ini mengalami penurunan dari US$ 551.1 juta menjadi US$ 397.6 juta. Lantas, melihat harga freight yang sudah mulai ternormalisasi ini, apakah saham SMDR masih layak untuk dikoleksi?
Berdasarkan segmennya, pendapatan SMDR ini sebagian besarnya ditopang oleh segmen tambang, dengan kontribusi US$ 295.7 juta atau sekitar 74,3% dari total pendapatan SMDR di kuartal II-2023. Kemudian diikuti oleh segmen jasa keagenan, forwarding dan pelabuhan, yang berkontribusi sebesar US$ 47.6 juta atau sekitar 11,9%, lalu segmen jasa penanganan peralatan peti kemas dan muatan berkontribusi sebesar US$ 28.07 juta atau sekitar 0,70%, segmen kapal berbasis waktu berkontribusi sebesar US$ 13.2 juta atau sekitar 0,33% dan segmen lainnya berkontribusi sebesar US$ 12.9 juta atau sekitar 0,32% terhadap total pendapatan SMDR di kuartal II-2023.
Nah, melihat pendapatan SMDR yang sebagian besarnya ditopang oleh segmen tambang, maka sekalipun harga freight mengalami normalisasi, kinerja SMDR masih akan ditopang oleh ekspor Indonesia, mengingat komoditas tambang merupakan salah satu produk unggulan ekspor Indonesia yang memerlukan jasa pelayaran dalam pengiriman. Selain itu, harga tambang seperti batubara sendiri diproyeksikan akan meningkat seiring dengan fenomena El Nino yang terjadi tidak hanya di Indonesia, namun juga disejumlah negara seperti China dan India, dimana fenomena ini akan menyebabkan peningkatan permintaan batubara untuk keperluan pendingin ruangan.
Meskipun begitu, kenaikan harga batubara umumnya memang tidak memberikan dampak langsung terhadap emiten pelayaran. Namun, harga batubara yang tinggi bisa mendorong produsen batubara untuk menambah produksi dan pengiriman penjualan. Dengan begitu, harga batubara yang naik juga berpotensi membuat biaya freight ikutan naik. Merespon harga batubara yang diproyeksikan akan kembali meningkat di tahun ini, SMDR sendiri sudah menyiapkan dana sebanyak US$ 165 juta hingga US$ 330 juta untuk penambahan 11 unit kapal baru sepanjang tahun 2023 ini. Lantas, melihat prospek SMDR yang masih cukup cerah karena ditopang oleh segmen tambang ini, apakah saham SMDR layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2023 – Q2 (USD) | 2022 – Q2 (USD) | 2021 – Q2 (USD) | |
Pendapatan | 397,646,922 | 551,157,187 | 274,083,029 |
Laba Bersih | 74,955,013 | 115,767,768 | 23,635,486 |
Total Asset | 1,208,720,799 | 1,063,560,677 | 621,757,510 |
Total Liabilitas | 546,951,495 | 536,449,010 | 349,741,069 |
Total Ekuitas | 661,769,304 | 527,111,667 | 272,016,441 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, SMDR membukukan penurunan pendapatan di kuartal II-2023, dari US$ 551.1 juta menjadi US$ 397.6 juta. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga mengalami penurunan dari US$ 115.7 menjadi US$ 74.9 juta di kuartal II-2023. Sementara itu, aset perusahaan tercatat mengalami peningkatan dari US$ 1.06 miliar menjadi US$ 1.2 miliar di kuartal II-2023, dan ekuitas perusahaan juga tercatat meningkat dari US$ 527.1 juta menjadi US$ 661.7 juta. Di sisi lain, perusahaan juga membukukan kenaikan liabilitas dari US$ 536.4 juta menjadi US$ 546.9 juta di kuartal II-2023.
Namun, sekalipun perusahaan membukukan kenaikan liabilitas, jumlah liabilitas ini masih jauh lebih kecil dari ekuitas perusahaan, yang menandakan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi yang cukup sehat. Selain itu, dari segi evaluasinya, saham SMDR juga masih tergolong cukup murah, dimana rasio Price-to-Earnings (PER) berada di kisaran 3.83x dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0.84x. Bahkan, direktur utama SMDR sendiri, Bani Maulana Mulia, tercatat menambah kepemilikannya sebesar 2.438.900 saham per akhir Juli 2023. Di sisi lain, jumlah pemegang saham SMDR juga meningkat menjadi 29.072 pemegang saham per 31 Juli, dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yang jumlahnya masih 26.513 pemegang saham.
Nah, aksi borong direktur utama SMDR ini pun menandakan bahwa kinerja keuangan perusahaan akan terus meningkat di masa depan sehingga akan diikuti oleh peningkatan harga saham. Makanya, sebelum harga saham terbang tinggi, direktur utama SMDR sudah terlebih dahulu memborong saham SMDR, mengingat valuasi saham SMDR sekarang masih tergolong murah. Selain itu, SMDR juga tergolong perusahaan yang rajin membagikan dividen, dimana perusahaan akan membagikan dividen interim sebesar Rp 65,5 miliar, atau setara dengan Rp 4 per saham yang akan dibagikan pada tanggal 30 Agustus 2023 mendatang.
Kesimpulannya, meskipun harga freight sudah ternormalisasi di tahun 2023 ini, kinerja SMDR masih akan ditopang oleh segmen tambang, mengingat pertambangan pastinya membutuhkan jasa pelayaran dalam pengiriman. Harga batubara yang meningkat tentunya dapat mendorong produsen batubara untuk menambah produksi dan pengiriman penjualan, sehingga berpotensi meningkatkan biaya freight. Sejalan dengan itu, penambahan 11 unit kapal baru juga diproyeksikan dapat memaksimalkan kinerja SMDR kedepannya. Aksi borong direktur utama SMDR juga mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan akan semakin membaik kedepannya. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham SMDR layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.