PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 Juli 2023
1 April 2023 | 14 April 2023 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 6.805 | 6.786 | -19 | -0.3% |
LQ45 | 938 | 943 | 5 | 0.5% |
EIDO | 23.5 | 24.2 | 0.7 | 3.0% |
Japan Nikkei 225 | 28.041 | 28.439 | 398 | 1.4% |
Shanghai CI | 3.273 | 3.327 | 54 | 1.6% |
Dow Jones | 33.274 | 34.029 | 755 | 2.3% |
Nasdaq | 12.222 | 12.166 | -56 | -0.5% |
Emas | 1.977 | 2.060 | 83 | 4.2% |
OPEC+ Kembali Pangkas Produksi Minyak, Kali Ini Sebanyak 1,16 Juta Barel Per Hari
Pada hari Minggu (2/4/2023), Arab Saudi dan produsen minyak OPEC+ lainnya mengumumkan pengurangan produksi minyak lebih lanjut sekitar 1,16 juta barel per hari. Para analis memperkirakan bahwa langkah mengejutkan ini dapat menyebabkan harga minyak naik secara drastis. Menurut perhitungan Reuters, pemangkasan tersebut membuat total volume pemotongan oleh OPEC+, menjadi 3,66 juta barel per hari. Jumlah tersebut setara dengan 3,7% dari permintaan global.
Di tengah kekhawatiran bahwa krisis keuangan global akan mempengaruhi permintaan, harga minyak bulan lalu anjlok ke $70 per barel, level terendah dalam 15 bulan. Namun, analis dari National Australia Bank mengatakan bahwa pengurangan produksi OPEC+ dan pemulihan permintaan dari importir minyak mentah utama China dapat mendorong harga minyak di atas US$100 per barel hingga kuartal ketiga di tahun 2023 ini.
Pemangkasan produksi minyak ini akan dimulai pada bulan Mei mendatang dan berlangsung hingga akhir tahun. Irak juga dikabarkan akan mengurangi produksinya sebesar 211.000 barel per hari. Sementara itu, UEA mengatakan akan memangkas produksi sebesar 144.000 bpd, Kuwait mengumumkan pemotongan 128.000 bpd.
Kemudian, Oman mengumumkan pemotongan 40.000 bpd dan Aljazair mengatakan akan memangkas produksinya sebesar 48.000 bpd. Kazakhstan juga akan memangkas produksi sebesar 78.000 bpd. Di sisi lain, Rusia menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengurangi produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari hingga akhir tahun 2023.
Negara BRICS Bakal Buat Mata Uang Sendiri, Bagaimana Nasib Dolar AS?
Dolar AS telah menjadi mata uang resmi untuk perdagangan internasional selama bertahun-tahun lamanya. Namun, baru-baru ini, negara yang tergabung dalam aliansi BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, berencana untuk membuat mata uang tunggal yang bertujuan untuk mengurangi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan internasional.
Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk antisipasi dari keadaan Rusia yang mendapat tekanan dari negara-negara Barat, setelah menginvasi Ukraina. Menurut kantor berita Sputnik, BRICS nantinya tidak akan membela dolar atau euro, melainkan mata uang baru tersebut akan berupa emas ataupun komoditas lain seperti unsur tanah jarang.
Nantinya, mata uang baru ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dunia pada dolar AS dan Euro. Selain itu, mata uang baru ini juga diproyeksikan dapat mengurangi keterpaparan fluktuasi mata uang dan perubahan suku bunga, yang dapat membantu meningkatkan stabilitas ekonomi dan mengurangi risiko krisis keuangan. Meskipun begitu, klaim tersebut belum dikonfirmasi oleh negara-negara anggota yang lain. Adapun pertemuan KTT berikutnya akan diadakan di Afrika Selatan pada Agustus 2023 mendatang.
Data Bloomberg juga menunjukkan bahwa Yuan telah melampaui dolar dalam volume perdagangan bulanan pada bulan Februari untuk pertama kalinya, dan telah menggantikan dolar AS sebagai mata uang yang paling banyak diperdagangkan di Rusia. Tak hanya China, baru-baru ini, 18 negara, termasuk Inggris, Jerman, Rusia, dan bahkan Uni Emirat Arab, telah memberikan izin untuk memperdagangkan rupee India. Salah satu ekonom terkemuka, Nouriel Roubini, mengatakan bahwa rupee India dari waktu ke waktu dapat menjadi salah satu mata uang cadangan global di dunia.
The Fed Bakal Stop Naikkan Suku Bunga Pada Bulan Juni?
Inflasi Amerika Serikat tampaknya mulai melandai di kuartal I-2023. Hal ini terlihat dari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mulai menurun. Dalam periode 12 bulan hingga Maret 2023, IHK meningkat sebesar 5% secara tahunan. Angka ini jauh lebih kecil dari bulan sebelumnya, yaitu sebesar 6% secara tahunan.
Dengan meredanya tekanan pasar keuangan setelah runtuhnya dua bank regional bulan lalu, para ekonom memperkirakan bank sentral AS akan menaikkan suku bunga sekali lagi di bulan Mei sebelum menghentikan kampanye pengetatan moneter tercepat sejak 1980-an di bulan Juni.
Menurut BofA Global Research, meskipun data inflasi bulan Maret menunjukkan adanya perbaikan, inflasi mungkin masih terlalu tinggi di mata The Fed. Oleh karena itu, mereka memproyeksikan bahwa bank sentral AS berada di jalur untuk kenaikan suku bunga bulan Mei. Adapun, pasar keuangan memproyeksikan kenaikan suku bunga Fed sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan 2-3 Mei.
Selain itu, ekonom Goldman Sachs (GS.N) memperkirakan bahwa Federal Reserve AS (The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga pada bulan Juni mendatang dan berpeluang untuk menurunkan suku bunga pada bulan Juli 2023. Goldman mengatakan data inflasi terbaru sesuai dengan ekspektasinya, dan perkiraannya mengenai tidak adanya kenaikan suku bunga pada bulan Juni didukung oleh petunjuk bahwa bank mengekang pinjaman menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank baru-baru ini.
Simak Saham Top Picks Minggu Ini
1. PT Astra International Tbk (ASII)
PT Astra International Tbk (ASII) adalah perusahaan yang bergerak di tujuh lini bisnis utama, yaitu segmen otomotif; segmen jasa keuangan berupa pembiayaan otomotif dan asurasi; segmen alat berat, pertambangan dan energi; segmen agribisnis; segmen teknologi informasi; segmen infrastruktur dan logistik; serta segmen properti. ASII juga memiliki beberapa anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti Astra Agro Lestari Tbk (AALI), Astra Graphia Tbk (ASGR), Astra Otoparts Tbk (AUTO) dan United Tractors Tbk (UNTR).
Berdasarkan segmennya, segmen otomotif berkontribusi sebesar Rp 121 miliar atau sekitar 40,1% dari total pendapatan ASII di tahun 2022. Kemudian diikuti oleh segmen jasa keuangan yang berkontribusi sebesar Rp 26.7 miliar atau sekitar 8,8% dari total pendapatan ASII, serta segmen alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi yang berkontribusi sebesar Rp 123.6 miliar atau sekitar 41% dari total pendapatan ASII di tahun 2022.
Sementara itu, segmen agribisnis berkontribusi sebesar Rp 21.8 miliar atau sekitar 7,2% dari total pendapatan ASII. Lalu, segmen infrastruktur dan logistik berkontribusi sebesar Rp 7.8 miliar atau sekitar 2,6%, diikuti oleh segmen teknologi informasi yang berkontribusi sebesar Rp 2.9 miliar atau sekitar 0,96% dari total pendapatan ASII, dan segmen properti berkontribusi sebesar Rp 1,1 miliar atau sekitar 0,37% dari total pendapatan ASII.
Nah, berdasarkan pembagian pendapatan berdasarkan segmen ini, dapat terlihat bahwa pendapatan ASII sebagian besarnya ditopang oleh pendapatan dari segmen alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi. Lantas bagaimana prospek penjualan alat berat ini kedepannya? Apakah segmen alat berat ini masih bisa menjadi kontribusi utama bagi pendapatan ASII di tahun 2023 ini?
Penjualan alat berat di Indonesia sendiri diproyeksikan masih akan sangat menjanjikan, mengingat pembangunan di kawasan ibu kota baru akan meningkatkan kebutuhan alat berat. Selain itu, permintaan komoditas yang masih sangat kuat dan ramainya aktivitas tambang mineral di Indonesia, seperti nikel dan batubara, juga akan turut meningkatkan kebutuhan akan alat berat.
Selain dari segmen alat berat, pendapatan ASII juga ditopang oleh segmen otomotif yang berkontribusi sebesar 40,1% dari total pendapatan ASII di tahun 2022. ASII sendiri diketahui menguasai market share kendaraan bermotor di Indonesia, baik yang beroda empat maupun beroda dua, dengan merek-merek seperti Toyota, Daihatsu, dan motor Honda.
Melansir Kontan.co.id, market share mobil ASII pada Januari 2023 mencapai 54%, naik dari market share pada Desember 2022 lalu yang sebesar 52%. Nah, melihat prospek segmen alat berat yang cukup cerah, dan posisi ASII yang menguasai 54% market share kendaraan di Indonesia, apakah saham ASII layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2022 | 2021 | 2020 | |
Laba Bersih | 28,944,000,000,000 | 20,196,000,000,000 | 16,164,000,000,000 |
Pendapatan | 301,379,000,000,000 | 233,485,000,000,000 | 175,046,000,000,000 |
Total Asset | 413,297,000,000,000 | 367,311,000,000,000 | 338,203,000,000,000 |
Total Liabilitas | 169,577,000,000,000 | 151,696,000,000,000 | 142,749,000,000,000 |
Total Ekuitas | 243,720,000,000,000 | 215,615,000,000,000 | 195,454,000,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, ASII berhasil membukukan kenaikan laba bersih dari Rp 20.1 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 28.9 triliun pada tahun 2022. Pendapatan ASII juga meningkat dari Rp 233.4 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 301.3 triliun di tahun 2022. Sejalan dengan itu, aset perusahaan meningkat dari Rp 367.3 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 413.2 triliun di tahun 2022. Peningkatan ini juga diikuti oleh ekuitas perusahaan yang meningkat dari Rp 215.6 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 243.7 triliun pada tahun 2022. Sementara itu, liabilitas perusahaan meningkat dari Rp 151.6 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 169.5 triliun pada tahun 2022.
Meskipun liabilitas perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun sejauh ini ekuitas perusahaan masih jauh lebih besar dari liabilitasnya. Nah, jumlah ekuitas yang lebih besar daripada liabilitas mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang cukup solid. Sementara itu, rasio debt-to-equity ASII yang terendah kedua diantara kompetitornya (36.8%) mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sehat.
Selain itu, ASII dikabarkan akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Tahunan (RUPST) pada 19 April 2023 mendatang. Adapun, salah satu agenda dalam RUPS tersebut adalah pembagian dividen. Sebelumnya, manajemen ASII mengajukan usulan pembagian dividen final sebesar Rp 552 per saham atau setara dengan Rp 22.3 triliun. Nilai dividen yang akan dibagikan pada tahun 2023 ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan pada dividen yang dibagikan pada tahun 2021 lalu, yang sebesar Rp 194 per saham. Nah, dengan pembagian dividen yang jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, apakah saham ASII ini sudah cukup menarik untuk dikoleksi?
Dengan jumlah aset yang cukup banyak dan diversifikasi bisnis ASII di berbagai segmen, dapat diperkirakan bahwa keberlangsungan bisnis ASII kedepannya masih akan sangat menjanjikan. Selain itu ASII juga sangat sadar akan digitalisasi, yang dapat terlihat dari aksi perusahaan yang berinvestasi di perusahaan teknologi start-up hingga digitalisasi internal mereka. Baru-baru ini, ASII juga berencana untuk membentuk usaha patungan dengan perusahaan infrastruktur digital dunia, Equinix, untuk mengembangkan infrastruktur digital di Indonesia. Nantinya usaha patungan ini akan menyediakan layanan data center. Adapun ASII menggenggam 25% dan Equinix memiliki 75% saham dari usaha patungan tersebut.
Tak hanya itu, ASII juga tercatat melakukan investasi di PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Namun, investasi ASII di GOTO masih mengalami kerugian sebesar Rp1.54 triliun sepanjang tahun 2022. Meskipun begitu, laba bersih ASII meningkat 43% dari tahun sebelumnya menjadi Rp28.9 triliun pada tahun 2022. Kenaikan laba bersih ini mengindikasikan bahwa kinerja dari hampir seluruh divisi bisnis ASII memang cukup solid, dan kerugian investasi di GOTO dan HEAL tidak terlalu berdampak signifikan karena kinerja operasional bisnis yang tetap bertumbuh dan pengelolaan manajemen yang baik. Jadi, berdasarkan pemaparan di atas, saham ASII layak mendapatkan rekomendasi BUY.
2. PT United Tractors Tbk (UNTR)
PT United Tractors Tbk (UNTR) merupakan anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) yang bergerak di lima lini bisnis utama, yaitu penjualan alat-alat berat, kontraktor tambang, tambang batubara, usaha konstruksi, dan tambang emas. Tak hanya itu, pada akhir tahun 2022 lalu, UNTR juga mendiversifikasi bisnisnya. Melalui anak usahanya, UNTR memperluas usahanya di sektor pertambangan, jasa, dan pengolahan mineral nikel. Adapun perusahaan yang diakuisisi oleh UNTR adalah PT Stargate Pasific Resources (SPR) dan PT Stargate Mineral Asia (SMA). Nah, dengan melebarkan sayapnya ke sektor pertambangan nikel, apakah saham UNTR layak untuk dikoleksi?
Seperti yang diketahui, nikel telah menjadi sumber daya alam yang banyak dibutuhkan seiring dengan meningkatnya produksi kendaraan listrik. Hal ini mengingat nikel merupakan salah satu bahan baku utama dalam pembuatan kendaraan listrik, khususnya komponen baterai. Upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik juga tentunya akan meningkatkan permintaan nikel. Sebagai informasi, akuisisi UNTR terhadap smelter nikel Stargate juga dikabarkan akan segera rampung pada bulan April ini. Adapun smelter Stargate ini diperkirakan dapat memproduksi hingga 500.000 ton nikel per tahunnya.
Diversifikasi ke sektor pertambangan nikel ini tentunya akan membuat UNTR mempunyai nilai tambah dari sumber non-batubara. Diversifikasi ini juga diproyeksikan dapat mendongkrak pendapatan UNTR kedepannya. Nah, melihat prospek sektor nikel yang cukup cerah, bagaimana dengan sektor usaha UNTR lainnya? Apakah sektor pertambangan batubara dan emas UNTR juga akan secerah nikel?
Sebagaimana diketahui, harga saham batubara telah merosot di sepanjang awal tahun 2023 seiring dengan harga komoditas yang sedang cooling down. Meskipun begitu, harga batubara diproyeksikan akan kembali meningkat memasuki kuartal ke II-2023 ini. Peningkatan ini pun terdorong oleh stok batubara India yang menipis meski produksinya meningkat. Adapun, UNTR sendiri memproyeksikan bahwa produksi batubara dan volume overburden (OB) dapat meningkat sekitar 4%-5% pada tahun 2023 ini. Peningkatan produksi batubara dan juga proyeksi harga batubara yang akan kembali terkerek di kuartal II-2023 ini tentunya akan meningkatkan pendapatan UNTR kedepannya.
Di samping prospek batubara dan nikel yang cukup cerah, UNTR sendiri akan menurunkan produksi emasnya di Martabe, Tapanuli Selatan, hingga 50% pada tahun 2023 ini. Hal ini dikarenakan fasilitas tailing storage yang cukup terbatas. Penambahan kapasitas fasilitas tailing storage tersebut diperkirakan baru akan selesai pada kuartal I-2024 mendatang. Selain itu, penurunan ini juga disebabkan oleh grade mineral emas yang ditambang lebih rendah, sehingga output emas yang dihasilkan menjadi lebih sedikit. Lantas, apakah saham UNTR ini masih layak untuk dikoleksi?
Berdasarkan segmen usaha UNTR, segmen kontraktor penambangan menjadi kontribusi terbesar untuk pendapatan UNTR di tahun 2022, yaitu sebesar RP 54.6 triliun. Kemudian diikuti oleh segmen mesin konstruksi yang berkontribusi sebesar Rp 51.8 triliun. Sementara itu, segmen penambangan batu bara berkontribusi sebesar Rp 34 triliun, dan segmen penambangan emas hanya berkontribusi sebesar Rp 7.6 triliun, atau hanya sekitar 6% dari total pendapatan UNTR di tahun 2022.
Nah, berdasarkan pembagian segmen ini, dapat terlihat bahwa segmen penambangan batubara memiliki kontribusi yang jauh lebih besar ketimbang segmen penambangan emas. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa sekalipun perusahaan akan menurunkan produksi emasnya, hal ini tidak akan berdampak signfikan terhadap pendapatan perusahaan, mengingat segmen penambangan emas hanya berkontribusi sebesar 6% terhadap pendapatan UNTR.
Selain itu, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada tanggal 12 April 2023 lalu, UNTR telah menyetujui pembagian dividen final sebesar Rp 6.185 per saham. Sehingga, secara keseluruhan total dividen UNTR selama 2022 menjadi Rp 7.003 per saham atau senilai Rp 25.5 triliun. Jumlah tersebut termasuk di dalamnya dividen interim sebesar Rp 818 per saham atau seluruhnya berjumlah Rp 3 triliun yang telah dibayarkan pada 24 Oktober 2022. Adapun, dividen tersebut akan dibayarkan kepada para pemegang saham pada 12 Mei 2023. Nah, melihat dividen yang dibagikan perusahaan cukup besar, berapa sebenarnya pendapatan perusahaan di tahun 2022?
Laporan Keuangan
2022 | 2021 | 2020 | |
Laba Bersih | 21,005,105,000,000 | 10,279,683,000,000 | 6,003,200,000,000 |
Pendapatan | 123,607,460,000,000 | 79,460,503,000,000 | 60,346,784,000,000 |
Total Asset | 140,478,220,000,000 | 112,561,356,000,000 | 99,800,963,000,000 |
Total Liabilitas | 50,964,395,000,000 | 40,738,599,000,000 | 36,653,823,000,000 |
Total Ekuitas | 89,513,825,000,000 | 71,822,757,000,000 | 63,147,140,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, UNTR membukukan kenaikan pesat untuk tahun 2022. Laba bersih perusahaan meningkat dari Rp 10.2 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 21 triliun pada tahun 2022. Pendapatan UNTR juga meningkat sangat tajam, dari Rp 79.4 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 123.6 triliun pada tahun 2022. Kenaikan yang luar biasa bukan? Kenaikan ini juga menjadikan pendapatan UNTR pada tahun 2022 yang tertinggi selama 5 tahun terakhir.
Di samping itu, aset perusahaan juga meningkat dari Rp 112.5 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 140.4 triliun pada tahun 2022. Sejalan dengan ini, ekuitas perusahaan juga meningkat dari Rp 71.8 triliun menjadi Rp 89.5 triliun pada tahun 2022. Sementara itu, liabilitas perusahaan juga meningkat Rp 40.7 triliun menjadi Rp 50.9 triliun pada tahun 2022.
Meskipun perusahaan membukukan kenaikan pada jumlah liabilitasnya, jumlah ekuitas UNTR masih jauh lebih tinggi daripada liabilitas perusahaan, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi keuangan yang sehat. Rasio debt-to-equity perusahaan yang rendah (3,4%) juga menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang solid. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham UNTR layak mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS)
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) merupakan anak usaha Grup Salim yang bergerak di bidang industri otomotif. Segmen usaha perusahaan meliputi pemegang lisensi merek, suku cadang, jasa keuangan, penyewaan mobil dan logistik, distribusi bahan bakar dan pelumas, jasa kontraktor, manufaktur dan lainnya. Adapun merk kendaraan bermotor yang dipegang oleh perusahaan meliputi Suzuki, Nissan, Datsun, Volvo, Volkswagen, SsangYong, AUDI, KIA, Hino, Renault, Manitou, GEHL, Kalmar, Mantsinen, John Deere, Foton, Great Wall, SDLG, HIAB, TEL, Bandit dan lainnya. Produk-produk yang ditawarkan meliputi jenis kendaraan bermotor roda dua, kendaraan bermotor roda empat, bus, truk, hingga alat berat.
Baru-baru ini, salah satu perusahaan mobil tertua di dunia, yaitu Mercedes-Benz, resmi menunjuk IMAS untuk mengoperasikan fasilitas perakitan dan distribusi di Indonesia. Namun, bukan hanya IMAS, ada juga Inchcape, perusahaan perusahaan distribusi, retail, dan layanan otomotif multinasional Inggris yang turut membeli saham Mercedez-Benz Indonesia. Sebagai informasi, Inchcape menjadi pemegang saham terbesarnya dengan porsi 70% saham dan Indomobil memegang sisanya, sebesar 30%.
Nah, setelah PT Mercedes-Benz Indonesia resmi dialihkan ke Grup Indomobil, saham IMAS pun langsung melonjak tinggi. Pada perdagangan hari Selasa (11/4/2023), saham IMAS ditutup di level Rp 1.575, melonjak hampir 80% dari awal tahun 2023 ini. Lalu, melihat sahamnya yang melonjak tinggi, apakah saham IMAS layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan
2022 | 2021 | 2020 | |
Laba Bersih | 443,499,000,000 | (264,778,000,000) | (545,893,197,750) |
Pendapatan | 25,581,929,000,000 | 19,174,995,000,000 | 15,230,426,162,673 |
Total Asset | 57,445,068,000,000 | 51,023,608,000,000 | 48,408,700,495,082 |
Total Liabilitas | 43,277,746,000,000 | 38,177,391,000,000 | 35,692,364,334,428 |
Total Ekuitas | 14,167.322,000,000 | 12,846,217,000,000 | 12,716,336,160,654 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, IMAS berhasil membalikkan rugi dari Rp 264.7 miliar pada tahun 2021 menjadi Rp 443.4 miliar pada tahun 2022. Sejalan dengan itu, pendapatan perusahaan juga meningkat dari Rp 19.1 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 25.5 triliun pada tahun 2022. Peningkatan ini juga diikuti oleh aset perusahaan yang meningkat dari Rp 51 triliun menjadi Rp 57.4 triliun pada tahun 2022, dan ekuitas perusahaan juga meningkat dari Rp 12.8 triliun menjadi Rp 14.1 triliun pada tahun 2022. Di samping itu, perusahaan juga membukukan kenaikan liabilitas dari Rp 38.1 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 43.2 triliun pada tahun 2022.
Meskipun IMAS berhasil membalikkan laba bersihnya dari rugi menjadi untung pada tahun 2022, jumlah liabilitas IMAS masih jauh lebih besar daripada ekuitasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan mungkin tidak begitu solid, dimana sebagian besar aset perusahaan dibiayai dari pinjaman. Hal ini juga terlihat dari rasio debt-to-equity IMAS yang sebesar 249%, menandakan bahwa utang perusahaan memanglah sangat besar. Umumnya, nilai debt-to-equity rasio yang berada di atas 200% menandakan bahwa kondisi perusahaan sudah beresiko tinggi, dan sangat rawan dengan berbagai macam resiko, termasuk salah satunya bangkrut. Nah, dengan kondisi utang perusahaan yang tergolong sangat tinggi, apakah saham ASII masih layak untuk dikoleksi?
Sebagai informasi, IMAS telah resmi menjadi importir sekaligus distributor motor listrik merek Yadea pada bulan Februari 2023 lalu. Prospek perusahaan IMAS ke depan memang cukup menjanjikan jika dilihat dari perspektif industri kendaraan listrik (EV). Terlebih lagi, posisi IMAS yang melalui entitas anak usahanya menjadi agen pemegang merk eksklusif Yadea di Indonesia, sekaligus menjalankan purnajual suku cadang dan aksesoris produk motor listrik. Tak hanya itu, dukungan dari pemerintah dalam bentuk subsidi terhadap kendaraan listrik, khususnya motor listrik, berupa diskon harga sebesar Rp 7 juta per unit juga akan turut meningkatkan pasar motor listrik di Indonesia.
Meskipun begitu, harga saham IMAS cenderung naik saat ada sentimen positif, seperti yang terjadi pada tahun 2021 lalu, dimana saham IMAS sempat naik 22% setelah adanya sentimen pemangkasan pajak kendaraan. Nah, harga saham IMAS yang naik saat ini juga sebagian besar didorong oleh sentimen akuisisi Mercedez-Benz. Mengenai akuisisi Mercedez-Benz ini, dapat dikatakan bahwa pangsa Mercy di Indonesia masih sangat kecil dan kepemilikan IMAS sebesar 30% di Mercedez-Benz juga masih sangat minimal, sehingga dampaknya diproyeksikan tidak akan cukup signifikan untuk mengangkat kinerja IMAS di tahun ini.
Selain itu, mengingat jumlah utang IMAS yang tergolong cukup besar, para investor jangan berharap terlalu banyak mengenai dividen yang akan dibagikan. Selama utang perusahaan masih besar, perusahaan tentunya akan memprioritaskan pembayaran utangnya, sehingga kalaupun perusahaan membagikan dividen, dividen yang dibagikan pasti tidak besar. Dengan jumlah utang yang tergolong besar ini, tentunya akan ada juga ketakutan mengenai apakah IMAS bisa gagal bayar dan terancam disuspensi. Namun, sejauh ini, IMAS masih mampu bertahan karena keberagaman sektor usaha yang berada di bawah naungan IMAS membantu perputaran utang perusahaan. Jadi, berdasarkan pemaparan diatas, saham IMAS masih layak untuk di HOLD.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia