PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 April 2024
1 April 2024 | 15 April 2024 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 7.288 | Bursa Libur | ||
LQ45 | 985 | |||
EIDO | 22 | |||
Japan Nikkei 225 | 40.646 | 38.889 | -1757 | -4.3% |
Shanghai CI | 3.049 | 3.057 | 8 | 0.3% |
Dow Jones | 40.158 | 38.005 | -2153 | -5.4% |
Nasdaq | 18.263 | 16.442 | -1821 | -10.0% |
Emas | 2.232 | 2.343 | 111 | 5.0% |
3 Saham Ini Bakal Buyback Saham Usai Libur Lebaran
Setelah libur Lebaran dari tanggal 8 hingga 15 April 2024, pasar saham akan kembali diramaikan oleh rencana pembelian kembali (buyback) saham sejumlah emiten. Buyback sendiri singkatnya adalah pembelian kembali saham dengan tujuan mengubah komposisi kepemilikan dan struktur kendali perusahaan. Adapun beberapa emiten Indeks LQ45 yang mengumumkan akan melakukan buyback adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP).
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), perusahaan yang bergerak dalam pengembangan, pembuatan, dan perdagangan persiapan farmasi termasuk obat-obatan dan produk kesehatan konsumen ini akan melakukan pembelian kembali sahamnya, dengan nilai nominal saham yang akan dibeli kembali maksimum Rp 1 triliun, jumlah saham maksimum 625 juta saham, dan KLBF membatasi harga pembelian maksimum sebesar Rp 1.600 per saham. Adapun untuk melaksanakan aksi ini, KLBF akan meminta restu pemegang saham dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dijadwalkan pada 16 Mei 2024 mendatang.
Selain KLBF, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) juga berencana membeli kembali sahamnya sebanyak 75 juta saham atau setara dengan 0,54% dari modal disetor, dengan nilai maksimal Rp 150 miliar. Rencana buyback akan dilakukan setelah persetujuan pemegang saham dalam RUPSLB 16 Mei 2024 mendatang. Manajemen pun mengungkapkan bahwa SRTG melakukan buyback dengan dua pertimbangan utama yaitu, sehubungan dengan pelaksanaan program insentif jangka panjang untuk karyawan, dan SRTG memandang bahwa harga pasar saham saat ini belum mencerminkan nilai atau kinerja yang sesungguhnya, walaupun telah menunjukkan kinerja yang bagus.
Selain KLBG dan SRTG, satu lagi perusahaan LQ45 yang akan melakukan buyback sahamnya adalah PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP). INTP menyiapkan dana sebanyak-banyaknya Rp 895 miliar untuk buyback. Adapun untuk melaksanakan aksi ini, INTP akan meminta restu pemegang saham dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dijadwalkan pada 15 Mei 2024 mendatang.
ASII Bakal Gelar RUPS 30 April Mendatang, Berapa Potensi Dividennya?
PT Astra International Tbk (ASII), perusahaan yang bergerak di bidang komponen otomotif, akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 30 April 2024 mendatang. Adapun salah satu agenda yang akan dibahas dalam rapat tersebut adalah penentuan besaran dividen final.
Menurut Head of Investor Relations ASII, Tira Ardianti, perseroan mengusulkan dividen final sebesar Rp 421 per saham, bersama dengan dividen interim sebesar Rp 98 per saham yang telah dibagikan pada Oktober 2023. Alhasil, total dividen yang diusulkan ASII untuk tahun buku 2023 menjadi Rp 519 per saham.
Jika menghitung jumlah saham ASII yang beredar sebanyak 40,48 miliar saham, maka total dividen tahun buku 2023 yang akan dibagikan ASII kepada pemegang saham sebesar Rp 21,01 triliun. Adapun, dividen final sebesar Rp 421 per saham setara dengan Rp 17,04 triliun. Meskipun begitu, jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan total dividen ASII sebesar Rp 640 per saham atau Rp 25,90 triliun dari laba tahun buku 2022. Total dividen itu termasuk dividen interim sebesar Rp 88 per saham dan dividen final sebesar Rp 552 per saham.
Secara rasio, dividen ASII tahun buku 2023 juga lebih rendah dari rasio dividen tahun sebelumnya yang sebesar 85%, berdasarkan laba bersih tahun buku 2022 yang mencapai Rp30,5 triliun, tanpa memperhitungkan penyesuaian nilai wajar atas investasi di GoTo dan Hermina. Sebagai informasi, laba bersih ASII naik 16,91% secara year-on-year (YoY) hingga 31 Desember 2023 menjadi Rp33,83 triliun, dibandingkan periode sama 2022 sebesar Rp28,94 triliun.
Kenaikan laba bersih ASII didukung oleh pendapatan perseroan yang naik 5,03% YoY menjadi Rp 316,56 triliun, dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar Rp 301,37 triliun. Segmen alat berat dan tambang berkontribusi sebesar Rp 128,58 triliun, diikuti oleh segmen otomotif yang mencapai Rp 128,25 triliun. Kemudian segmen jasa keuangan sebesar Rp 29,99 triliun dan segmen agribisnis sebesar Rp 20,74 triliun.
Kemana Arah IHSG Usai Libur Lebaran?
Sebelum libur dan cuti bersama Lebaran dari 8 hingga 15 April 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami fluktuasi tajam dan ditutup pada level 7.286,88 setelah naik 0,45% pada perdagangan Jumat (5/4/2024). Menurut Analis Riset Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga, fluktuasi IHSG dalam dua minggu terakhir sejalan dengan arus keluar modal besar-besaran dari investor asing. Adapun sepanjang pekan lalu, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih senilai Rp 11,41 triliun di seluruh pasar.
Selain itu, pelemahan IHSG juga disebabkan oleh rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan ketidakpastian pasar terkait ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada semester I-2024. Ada juga pelemahan nilai tukar rupiah yang hampir mencapai Rp 16.000 per dolar AS, serta kekhawatiran tentang inflasi AS yang meningkat melampaui target 2% karena kenaikan harga komoditas minyak akibat ketegangan geopolitik di Rusia, Ukraina, dan Timur Tengah.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, memperkirakan IHSG berpotensi rebound didukung oleh kondisi ekonomi domestik yang kuat. Beberapa agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan pembayaran dividen juga menjadi momen yang dinantikan pelaku pasar. Pada bulan April ini, Ratih melihat IHSG memiliki potensi bergerak bervariasi dengan kecenderungan menguat dalam rentang support 7.180 dan resistance 7.380.
Dalam situasi saat ini, investor dapat memanfaatkan peluang untuk strategi “buy on weakness” pada saham-saham dengan fundamental kuat yang harganya terkoreksi, seperti saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
Saham Komoditas Bakal Kembali Meroket di Tahun 2024 Ini?
Harga komoditas seperti batubara ICE Newcastle untuk kontrak Mei ditutup pada level US$ 132 per ton atau mengalami penguatan sebesar 1,54% pada perdagangan 11 April 2024. Harga batubara ini pun berhasil bertahan di atas level psikologis US$ 130 per ton sepanjang lima hari beruntun. Sementara itu, harga timah berhasil menembus US$ 32.825 per ton pada perdagangan 10 April 2024. Lantas, apakah peningkatan harga komoditas ini menjadi pertanda bahwa saham komoditas akan kembali booming di tahun 2024 ini?
Sebagai informasi, Rusia baru-baru ini meningkatkan serangan ke infrastruktur energi Ukraina, seiring lemahnya pertahanan udara negara tersebut. Pemerintah Ukraina melaporkan bahwa rudal dan drone Rusia telah menghancurkan pembangkit listrik besar di dekat Kiev dan menyerang fasilitas listrik di beberapa wilayah Ukraina. Serangan Rusia terhadap infrastruktur energi Ukraina diperkirakan akan meningkatkan harga komoditas, karena potensi serangan balasan terhadap Rusia sebagai eksportir utama dunia.
Selain itu, proyeksi penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mendorong kenaikan harga komoditas. Survei Bloomberg menunjukkan bahwa sebagian besar orang memperkirakan Bank Sentral AS atau Federal Reserve akan menurunkan suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini, dengan penurunan pertama pada Juni 2024. Bank Indonesia juga diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga acuan pada semester II tahun ini. Lantas, saham komoditas apa saja yang layak untuk dikoleksi?
- PT Timah Tbk (TINS)
PT Timah Tbk (TINS) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan dan jasa yang berkaitan dengan usaha pertambangan. Adapun TINS beroperasi melalui lima segmen, yaitu segmen pertambangan timah yang bergerak di bidang penambangan dan peleburan timah. Kemudian segmen industri yang bergerak dalam produksi bahan kimia timah dan solder timah, segmen konstruksi yang bergerak di bidang jasa perbengkelan, konstruksi, dan galangan kapal, lalu segmen pertambangan batubara yang bergerak dalam bidang pertambangan dan perdagangan batubara, serta segmen lainnya yang bergerak di bidang perdagangan real estate, penjualan nikel, dan jasa reklamasi.
Berdasarkan segmennya, dapat terlihat bahwa pendapatan TINS di sepanjang tahun 2023 ini sebagian besarnya ditopang oleh segmen pertambangan timah yang berkontribusi sebesar Rp 5.8 triliun atau setara dengan 69,4%, kemudian diikuti oleh segmen pertambangan batubara sebesar Rp 1.01 triliun atau sekitar 12,06%, segmen konstruksi sebesar Rp 214.6 miliar atau sekitar 0,25%, segmen industri sebesar Rp 962.2 miliar atau sekitar 11,4%, dan segmen lainnya sebesar Rp 376.8 miliar atau sekitar 0,44% dari total pendapatan TINS di sepanjang tahun 2023. Lantas, melihat pertambangan timah yang menjadi sumber utama pendapatan TINS, bukankah peningkatan harga komoditas menjadikan saham TINS menarik untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan TINS
2023 – FY | 2022 – FY | 2021 – FY | |
Pendapatan | 8,391,907,000,000 | 12,504,297,000,000 | 14,607,003,000,000 |
Laba Bersih | (449,690,000,000) | 1,041,484,000,000 | 1,302,795,000,000 |
Total Asset | 12,853,277,000,000 | 13,066,976,000,000 | 14,690,989,000,000 |
Total Liabilitas | 6,610,928,000,000 | 6,025,073,000,000 | 8,382,569,000,000 |
Total Ekuitas | 6,242,349,000,000 | 7,041,903,000,000 | 6,308,420,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangannya, TINS membukukan penurunan pendapatan dari Rp 12.5 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 8.3 triliun di sepanjang tahun 2023. Sejalan dengan penurunan pendapatan ini, laba bersih perusahaan pun berbalik dari untung Rp 1.04 triliun menjadi rugi sebesar Rp 449.6 miliar di tahun 2023. Begitu pula dengan aset perusahaan dan juga ekuitas perusahaan yang masing-masing anjlok dari Rp 13.06 triliun menjadi Rp 12.8 triliun dan Rp 7.04 triliun menjadi Rp 6.2 triliun. Di sisi lain, liabilitas pun terpantau mengalami peningkatan dari Rp 6.02 triliun menjadi Rp 6.6 triliun di sepanjang tahun 2023. Lantas, apakah semua penurunan baik dari sisi pendapatan, laba bersih, aset dan ekuitas ini ada hubungannya dengan kasus korupsi TINS senilai Rp 271 triliun yang melibatkan sejumlah nama seperti suami Sandra Dewi, Harvey Moeis dan Crazy Rich Helena Lim?
Sebagai informasi, TINS saat ini sedang menjadi sorotan publik, karena terkuaknya kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan selama 2015-2022. Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pun telah menetapkan 16 tersangka dalam dugaan kasus korupsi IUP Timah ini, termasuk tiga mantan direksinya. Kasus juga masih dalam proses, tetapi Kejagung sempat memunculkan bahwa dugaan kerugian lingkungan yang timbul akibat kasus ini adalah senilai Rp 271 triliun, dengan rincian kerugian lingkungan ekologis di dalam kawasan hutan sebesar Rp 157,8 triliun, ekonomi lingkungannya, ekonomi lingkungannya Rp 60,2 triliun, serta pemulihannya sebesar Rp 5,2 triliun. Kemudian biaya kerugian ekologis di non kawasan hutan sebesar Rp 25,8 triliun, kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 6,6 triliun, sehingga totalnya menjadi Rp 271 triliun.
Adapun secara garis besar, kasus korupsi yang menimpa TINS ini sebenarnya tidak terlalu berdampak terhadap penurunan kinerja perusahaan di tahun 2023. Pasalnya, jika dilihat dari sisi operasi, TINS di sepanjang tahun 2023 memang mencatatkan penurunan produksi bijih timah sebesar 26% dari 20.079 ton menjadi 14.855 ton. Selain itu, produksi logam timah juga turun 23% dari 19.825 metrik ton menjadi sebesar 15.340 metrik ton. Penurunan produksi ini pun menyebabkan penjualan TINS mengalami penurunan volume. Adapun penjualan logam timah TINS di tahun 2023 tercatat sebesar 14.385 metrik ton atau turun 31% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20.805 metrik ton.
Di tengah volume penjualan yang turun, harga jual rata-rata timah TINS juga ikut turun sebesar 15% dari US$ 31,474 per ton menjadi US$ 26.583 per ton. Ditambah lagi dengan beban umum dan administrasi TINS yang naik 9,5% menjadi Rp 922 miliar. Alhasil, kinerja keuangan TINS di tahun 2023 ini pun mengalami penurunan yang signifikan dan bahkan membukukan kerugian. Jadi, kasus korupsi yang menimpa TINS ini bukanlah menjadi penyebab anjloknya kinerja keuangan TINS di 2023, melainkan kinerja TINS di tahun 2023 sebenarnya lebih terpengaruh oleh penurunan volume produksi dan harga jual rata-rata timah. Meskipun begitu, kasus korupsi ini tentunya menjadi sentimen negatif dan menimbulkan kesan buruk untuk perusahaan. Kasus korupsi ini juga kemungkinan besar menimbulkan spekulasi bahwa TINS akan sulit bertumbuh kedepannya. Lantas, apakah saham TINS masih layak untuk dikoleksi ditengah penurunan kinerja dan adanya kasus korupsi yang menimpa perusahaan?
TINS sendiri menargetkan produksi timah sebesar 30.000 ton sepanjang 2024, atau naik 100% dibandingkan dengan produksi 2023 yang tercatat sebesar 15.000 ton. Selain itu, kinerja TINS dapat lebih baik lagi dengan mengoptimalkan kapasitas Ausmelt, smelter timah yang telah beroperasi sejak tahun 2023. Manajemen TINS menyatakan bahwa tingkat produktivitas smelter di tahun pertama dan kedua adalah 70-80%, sedangkan di tahun ketiga mencapai kapasitas penuh 100%. Dengan fasilitas ini, TINS dapat mengolah konsentrat bijih timah berkadar rendah mulai dari 40% dengan kapasitas 40.000 ton timah mentah per tahun atau 35.000 metrik ton timah ingot per tahun.
Di sisi lain, harga timah diproyeksikan masih akan meningkat di tahun 2024 ini mengingat adanya penundaan ekspor timah dari Indonesia dan larangan penambangan di Myanmar. Sebagai informasi, pada bulan Agustus 2023, junta Myanmar melarang penambangan dari negara tersebut, yang menghasilkan 70% produksi Yangon dan merupakan pemasok signifikan ke Tiongkok. Larangan penambangan di Myanmar dan larangan ekspor timah batangan oleh Indonesia akan menjaga pasokan timah global tetap ketat dalam beberapa bulan ke depan, sehingga menyebabkan harga tak akan jatuh. Nah, melihat adanya peningkatan volume produksi yang dibarengi dengan peningkatan harga jual ini pun diproyeksikan dapat memperbaiki kinerja TINS yang merugi di tahun 2023 ini.
Adapun dari segi valuasi, saham TINS masih dinilai cukup murah melihat rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 1.07x, dan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran -14.91x. Jadi, berdasarkan pembahasan di atas, saham TINS masih layak untuk diberikan rekomendasi BUY. Namun, kasus korupsi yang menimpa TINS tentunya menjadi sebuah sentimen negatif bagi perusahaannya, sehingga menimbulkan spekulasi bahwa TINS akan sulit bertumbuh kedepannya. Karna itu, TINS lebih direkomendasikan untuk investasi jangka pendek seiring dengan adanya peningkatan harga komoditas.
2. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)
PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan, penggalian, jasa penunjang pertambangan, perdagangan, pengangkutan, pergudangan dan jasa penunjang pengangkutan, penanganan muatan (stevedoring), kegiatan jasa pelabuhan laut, pertanian, konstruksi, perbaikan dan pemasangan mesin, penyediaan tenaga listrik, pengolahan air, serta kehutanan dan industri.
Berdasarkan segmennya, segmen pertambangan dan perdagangan batubara berkontribusi sebesar US$ 6.3 miliar atau sekitar 96,8% dari total pendapatan ADRO di sepanjang tahun 2023. Sementara itu, segmen jasa pertambangan berkontribusi sebesar US$ 140.9 juta atau setara dengan 0,21%, segmen logistik sebesar US$ 46.02 juta atau sekitar 0,007%, dan segmen lainnya sebesar US$ 15.3 juta atau sekitar 0,002%. Dari pembagian segmen ini, dapat terlihat bahwa pendapatan ADRO di sepanjang tahun 2023 didominasi oleh segmen pertambangan dan perdagangan batubara. Lantas, apakah ADRO menarik untuk dikoleksi ditengah peningkatan harga komoditas terutama batubara?
Laporan Keuangan ADRO
2023 – FY (USD) | 2022 – FY (USD) | 2021 – FY (USD) | |
Pendapatan | 6,517,556,000 | 8,102,399,000 | 3,992,718,000 |
Laba Bersih | 1,641,437,000 | 2,493,080,000 | 933,492,000 |
Total Asset | 10,472,711,000 | 10,782,307,000 | 7,586,936,000 |
Total Liabilitas | 3,063,961,000 | 4,254,969,000 | 3,128,621,000 |
Total Ekuitas | 7,408,750,000 | 6,527,338,000 | 4,458,315,000 |
Berdasarkan laporan keuangannya, ADRO mencatatkan penurunan pendapatan dari US$ 8.1 miliar menjadi US$ 6.5 miliar di tahun 2023. Sejalan dengan penurunan pendapatan, laba bersih perusahaan pun ikut tergerus dari US$ 2.4 miliar menjadi US$ 1.6 miliar. Begitu pula dengan aset perusahaan yang mengalami penurunan tipis dari US$ 10.7 miliar menjadi US$ 10.4 miliar. Meskipun begitu, perusahaan berhasil mengurangi liabilitasnya dari US$ 4.2 miliar menjadi US$ 3.06 miliar, dan jumlah liabilitas ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan ekuitas perusahaan yang tercatat meningkat dari US$ 6.5 miliar menjadi US$ 7.4 miliar. Hal ini pun mengindikasikan bahwa perusahaan masih berada dalam kondisi yang cukup sehat, yang mana terlihat dari rasio Debt-to-Equity (DER) perusahaan yang sebesar 45,24%.
Penurunan pendapatan ADRO ini sendiri disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) sebesar 26% sepanjang tahun lalu. Namun, penurunan harga jual tersebut diimbangi oleh kenaikan 7% pada volume penjualan, dimana tahun lalu volume penjualan batubara ADRO mencapai 65,71 juta ton, melampaui target volume penjualan yang ditetapkan perusahaan, yakni berkisar 62 juta ton – 64 juta ton batubara. Adapun ADRO pada tahun 2024 ini mengincar volume penjualan hingga 67 juta ton batubara pada tahun 2024, lebih tinggi apabila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 65,71 juta ton. Meningkatnya volume produksi yang disertai dengan peningkatan harga batubara pun diproyeksikan dapat mendorong kinerja ADRO di tahun 2024 ini.
Adapun dari segi valuasi, saham ADRO masih sangat murah melihat rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0.83x, dan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 3.42x. Selain itu, ADRO juga termasuk dalam deretan saham yang cukup royal dalam membagikan dividennya. Menurut proyeksi Stockbit, kisaran dividen payout ratio yang bakal dibagikan ADRO untuk tahun buku 2023 adalah sebesar 40% sehingga indikasi dividen total 2023 Rp 317 per saham, dimana dividen interim Rp 200 dan indikasi dividen final tahun buku 2023 Rp 117 per saham.
Sementara itu, ADRO juga berencana melakukan pembelian kembali (buyback) saham perseroan dengan jumlah sebanyak-banyaknya Rp 4 triliun. ADRO akan meminta persetujuan atas aksi korporasi ini dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 15 Mei 2024. Apabila agenda pembelian kembali saham ADRO telah disetujui pada RUPST, maka buyback akan dilakukan sejak 16 Mei 2024. Aksi buyback biasanya menjadi sinyal kepada pasar bahwa emiten tersebut percaya terhadap kinerja dan prospek saham mereka sendiri.
Nah, melihat kinerja ADRO yang berpotensi meningkat di tahun 2024 ini, ditambah lagi dengan kondisi fundamental perusahaan yang cukup sehat dan valuasinya yang masih undervalued, lalu potensi dividen serta adanya aksi buyback yang diyakini dapat mendorong harga sahamnya, maka saham ADRO sangat layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Indika Energy Tbk (INDY)
PT Indika Energy Tbk (INDY) merupakan perusahaan investasi yang terdiversifikasi, mulai dari segmen energi yang mencakup sumber daya energi dan infrastruktur energi. Kemudian segmen kepemilikan portofolio lainnya meliputi logistik dan infrastruktur, mineral, bisnis ramah lingkungan, usaha digital, dan lain-lain. Lalu bisnis logistik dan infrastruktur yang berfokus pada spektrum sektor energi, termasuk jalan raya, pelabuhan, dan tongkang untuk mengangkut bahan mentah ke produsen listrik domestik dan internasional serta pengguna akhir lainnya. Setelah itu, ada juga bisnis mineralnya bergerak dalam pengembangan sektor mineral, seperti pertambangan emas, bisnis ramah lingkungannya terdiversifikasi menjadi energi terbarukan, mobilitas kendaraan listrik, dan solusi berbasis alam, serta bisnis usaha digitalnya bergerak di ruang digital dengan platform online untuk bekerja dan interaksi lainnya.
Berdasarkan segmennya, pendapatan INDY di sepanjang tahun 2023 ini sendiri sebagian besarnya berasal dari segmen sumber daya energi yang berkontribusi sebesar US$ 2.6 miliar atau sekitar 87,9%. Sementara itu, segmen jasa energi berkontribusi sebesar US$ 220.5 juta atau setara dengan 0,72%, segmen logistik dan infrastruktur sebesar US$ 38.8 juta atau sekitar 0,12%, segmen mineral sebesar US$ 6.04 juta atau sekitar 0,002%, segmen bisnis hijau sebesar US$ 11.1 juta atau sekitar 0,004%, segmen ventura digital sebesar US$ 8.4 juta atau sekitar 0,003%, dan segmen lainnya sebesar US$ 79.5 juta atau sekitar 0,26% dari total pendapatan INDY di tahun 2023. Lantas, apakah saham INDY juga menarik untuk dikoleksi ditengah meroketnya harga komoditas?
Laporan Keuangan INDY
2023 – FY (USD) | 2022 – FY (USD) | 2021 – FY (USD) | |
Pendapatan | 3,026,839,190 | 4,334,910,725 | 3,069,161,119 |
Laba Bersih | 119,683,800 | 452,676,558 | 57,719,504 |
Total Asset | 3,113,102,390 | 3,593,872,042 | 3,691,477,101 |
Total Liabilitas | 1,735,964,940 | 2,253,698,079 | 2,807,763,436 |
Total Ekuitas | 1,377,137,450 | 1,340,173,963 | 883,713,665 |
Berdasarkan laporan keuangannya, INDY mencatatkan penurunan kinerja di tahun 2023, dimana pendapatan perusahaan anjlok dari US$ 4.3 miliar menjadi US$ 3.02 miliar, laba bersih juga ikut tergerus dari US$ 452.6 juta menjadi US$ 119.6 juta, dan aset perusahaan juga menurun dari US$ 3.5 miliar menjadi US$ 3.1 miliar. Di sisi lain, perusahaan berhasil menurunkan liabilitasnya dari US$ 2.2 miliar menjadi US$ 1.7 miliar. Meskipun begitu, jumlah liabilitas ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan ekuitas perusahaan yang tercatat meningkat tipis dari US$ 1.34 miliar menjadi US$ 1.37 miliar. Hal ini pun mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin berada dalam kondisi yang kurang solid, yang juga ditandai dengan rasio Debt-to-Equity (DER) perusahaan yang mencapai 140.81%. Rasio DER yang berada di atas 100% ini pun menandakan bahwa perusahaan sudah berada dalam kondisi “warning”. Lantas, melihat kondisi keuangan INDY yang kurang solid ini, apakah saham INDY masih layak untuk dikoleksi?
Melihat dominasi penjualan batubara yang masih berkontribusi besar terhadap pendapatan INDY, maka peningkatan harga komoditas pun diproyeksikan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kinerja INDY di tahun 2024 ini. Di sisi lain, diversifikasi yang dilakukan INDY pun berpotensi menambah pundi-pundi cuan INDY kedepannya. Dengan diversifikasi ini, INDY juga akan jauh lebih kokoh dibandingkan dengan emiten batubara lainnya yang masih terfokus sepenuhnya di batubara. Meskipun begitu, masih perlu waktu bagi INDY untuk mendulang hasil dari diversifikasi bisnis non-batubaranya, khususnya pada segmen kendaraan listrik (EV), terutama dengan adanya persaingan yang ketat di pasar kendaraan EV dan ketergantungan pada insentif pemerintah.
Seiring dengan upaya diversifikasi bisnis, INDY juga secara perlahan mulai melepas aset-aset yang terkait dengan batubara. Baru-baru ini, perusahaan ini melepas tambang batubara PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) kepada PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) pada 26 Februari 2024. Selain divestasi, INDY terus memperluas bisnis di segmen kendaraan listrik, termasuk mendirikan PT Kalista Nayara Dayautama (KND) untuk mengelola bisnis pengisian daya kendaraan listrik. INDY juga berencana mengajukan penawaran umum perdana (IPO) untuk entitasnya PT Ilectra Motor Group (IMG), produsen motor listrik Alva. Namun, proses untuk menjadi perusahaan publik memerlukan waktu karena PT Ilectra Motor Group baru didirikan pada tahun 2022.
Di tengah aksi ekspansi dan diversifikasinya, INDY pun berkemungkinan besar bisa mengecilkan pembagian dividennya atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali. Adapun jika dilihat dari data historis, INDY sempat beberapa kali puasa dividen seperti di tahun 2014-2017, dan 2021. INDY sendiri akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 6 Mei 2024 mendatang, dan untuk tahun ini sendiri, INDY masih belum mengumumkan secara resmi apakah akan membagikan dividen atau tidak. Sementara dari segi valuasi, saham ADRO masih tergolong sangat murah melihat rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0.41x, dan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 4.26x. Jadi, melihat aksi diversifikasi perusahaan yang membuatnya jauh lebih sustainable dibandingkan perusahaan yang hanya berfokus pada batubara, maka saham INDY masih layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY di tengah menguatnya harga batubara.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia