PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 Oktober 2024
1-Oct-24 | 15-Okt-24 | Perbedaan | % | |
IHSG | 7.547,11 | 7.626,95 | 79,84 | 1,06% |
LQ45 | 953,36 | 948,61 | -4,75 | -0,50% |
EIDO | 22,66 | 22,11 | -0,55 | -2,43% |
Japan Nikkei 225 | 37.997 | 39.060 | 1063 | 2,80% |
Shanghai CI | 3.336,5 | 3.169,17 | -167,33 | -5,02% |
Dow Jones | 41.917 | 42.724 | 807 | 1,93% |
Nasdaq | 20.060 | 20.159 | 99 | 0,49% |
Emas | 2.663,61 | 2.662,69 | -0,92 | -0,03% |
Highlight Berita Penting Selama Dua Pekan Terakhir
Prediksi Inflasi AS September 2024: Perlambatan Terus Berlanjut dan Dampaknya Terhadap Kebijakan Suku Bunga The Fed
Inflasi di Amerika Serikat, yang diukur melalui Indeks Harga Konsumen (CPI), diperkirakan akan mengalami perlambatan pada bulan September 2024, meskipun terdapat kenaikan harga untuk beberapa produk, seperti mobil bekas. Menurut laporan dari Bloomberg yang dirilis pada Kamis (10/10/2024), estimasi median dari survei para ekonom menunjukkan bahwa inflasi diproyeksikan meningkat sebesar 0,1% untuk bulan September. Sementara itu, inflasi inti, yang tidak termasuk komponen makanan dan energi, diperkirakan akan naik sekitar 0,2%. Kedua proyeksi ini menunjukkan bahwa laju kenaikan bulanan inflasi akan melambat jika dibandingkan dengan bulan Agustus.
Secara tahunan, inflasi keseluruhan diprediksi berada pada level 2,3%, yang merupakan laju paling lambat sejak awal 2021. Inflasi inti diperkirakan mengalami peningkatan tahunan sebesar 3,2%, yang mencerminkan tren perlambatan dalam pengeluaran konsumen. Jika angka-angka tersebut sesuai dengan konsensus, maka laporan inflasi ini kemungkinan tidak akan menjadi pertimbangan utama bagi Federal Reserve (The Fed) dalam rapat yang dijadwalkan pada bulan November 2024 untuk menetapkan arah suku bunga acuan bank sentral.
Anna Wong, Kepala Ekonom AS untuk Bloomberg Economics, menyatakan bahwa meskipun CPI inti memberikan hasil yang lebih baik dari ekspektasi, laporan inflasi untuk bulan September kemungkinan tidak akan mengubah pandangan Federal Open Market Committee (FOMC) mengenai tren penurunan inflasi. Wong memprediksi bahwa penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin akan terjadi pada bulan November, mengikuti penurunan setengah poin yang dilakukan oleh FOMC pada bulan sebelumnya.
Sebagian besar ekonom memperkirakan bahwa harga mobil bekas akan meningkat setelah mengalami penurunan selama beberapa bulan terakhir. Kenaikan ini dapat memberikan tekanan tambahan pada barang-barang inti, yang telah mencatatkan penurunan harga dalam 14 dari 15 bulan terakhir. Ekonom dari Pantheon Macroeconomics memperkirakan bahwa harga pengiriman kontainer yang lebih tinggi juga akan berpengaruh pada kategori barang tersebut. Mereka menyoroti bahwa biaya pengiriman memengaruhi CPI dengan jeda waktu setidaknya enam bulan, sehingga dampak dari peningkatan tarif angkutan kontainer yang hampir dua kali lipat di awal tahun ini mungkin akan terasa pada harga barang inti CPI dalam beberapa bulan ke depan.
Meskipun kenaikan harga mobil bekas dapat menjadi masalah bagi konsumen, terutama dengan tingginya inflasi dalam asuransi mobil, dampaknya terhadap Personal Consumption Expenditure (PCE), metrik inflasi yang lebih diperhatikan oleh The Fed, diharapkan tidak signifikan. Mobil bekas memiliki bobot yang lebih rendah dalam perhitungan PCE, di mana mereka hanya mewakili sekitar 1,2% dari keranjang PCE dibandingkan dengan 2% dalam keranjang CPI.
Para ekonom juga mengidentifikasi risiko inflasi lainnya yang mungkin muncul dari peningkatan upah, yang merupakan faktor kunci dalam belanja konsumen. Pendapatan riil tahunan meningkat dengan pesat pada bulan Agustus, dan diperkirakan akan ada lebih banyak tekanan ke depan, terutama setelah hampir 50.000 pekerja pelabuhan melakukan negosiasi untuk kenaikan gaji yang substansial dan 33.000 pekerja Boeing saat ini sedang mogok untuk menuntut kenaikan upah. Para ekonom dari Citigroup Inc., Veronica Clark dan Andrew Hollenhorst, menyebutkan bahwa peningkatan berkelanjutan dalam upah dapat menjadi risiko tambahan bagi inflasi, terutama dalam sektor layanan, seperti kesehatan.
Dampak Positif pada Ekonomi Global:
1. Stimulus Ekonomi Global: Penurunan suku bunga oleh The Fed sering kali mendorong pertumbuhan ekonomi global karena biaya pinjaman yang lebih rendah meningkatkan investasi dan konsumsi di seluruh dunia.
2. Kenaikan Harga Aset: Dengan suku bunga yang lebih rendah, investor cenderung mencari imbal hasil yang lebih tinggi dengan berinvestasi di pasar saham dan aset lainnya, yang dapat meningkatkan nilai pasar modal global.
3. Pelemahan Dolar AS: Penurunan suku bunga biasanya mengarah pada pelemahan dolar AS. Ini menguntungkan negara-negara berkembang yang memiliki utang dalam dolar, karena beban utang mereka menjadi lebih ringan.
4. Peningkatan Aliran Modal ke Negara Berkembang: Investor cenderung mencari keuntungan yang lebih tinggi di negara-negara berkembang ketika suku bunga di AS rendah, sehingga meningkatkan aliran investasi ke pasar-pasar tersebut.
5. Penguatan Ekonomi Global melalui Ekspor: Pelemahan dolar AS dapat meningkatkan daya saing produk AS di pasar global, yang dapat meningkatkan volume perdagangan global dan memperkuat ekonomi-ekonomi yang bergantung pada ekspor.
Dampak Positif pada Ekonomi Indonesia:
1. Peningkatan Investasi Asing: Suku bunga yang lebih rendah di AS dapat mendorong aliran modal asing masuk ke Indonesia, mencari imbal hasil yang lebih tinggi di pasar obligasi dan saham Indonesia.
2. Stabilitas Rupiah: Pelemahan dolar AS akibat penurunan suku bunga The Fed dapat memberikan tekanan yang lebih sedikit pada rupiah, membantu stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar.
3. Biaya Pinjaman yang Lebih Rendah: Indonesia dapat memanfaatkan suku bunga global yang lebih rendah untuk melakukan pembiayaan ulang utang luar negeri dengan biaya yang lebih rendah, mengurangi beban pembayaran utang.
4. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi: Biaya pinjaman yang lebih rendah dapat mendorong peningkatan investasi domestik dan konsumsi, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5. Peningkatan Kinerja Ekspor: Pelemahan dolar AS dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global, yang pada gilirannya dapat mendukung pertumbuhan sektor ekspor dan mendorong surplus perdagangan.
Penurunan suku bunga The Fed memiliki potensi untuk memberikan dorongan positif baik pada ekonomi global maupun pada ekonomi Indonesia, terutama melalui peningkatan investasi, stabilitas nilai tukar, dan penguatan sektor ekspor.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Optimis di Tengah Tantangan Regional
Bank Dunia atau World Bank telah mengungkapkan bahwa di antara negara-negara besar di kawasan Asia Timur dan Pasifik, hanya Indonesia yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024-2025 di atas tingkat sebelum pandemi COVID-19. Hal ini diungkapkan oleh Aaditya Mattoo, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, dalam sebuah konferensi virtual yang berlangsung pada tanggal 10 Oktober 2024, yang dilansir oleh Reuters.
Mattoo menyatakan, “Di antara negara-negara yang lebih besar, hanya Indonesia yang diperkirakan akan tumbuh pada atau di atas tingkat pertumbuhan sebelum pandemi dalam dua tahun mendatang.” Sementara itu, negara-negara lain seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi di bawah tingkat tersebut.
Dalam laporan terbarunya, “Update Ekonomi Asia Timur dan Pasifik” edisi Oktober 2024, Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5 persen pada tahun 2024 dan 5,1 persen pada tahun 2025. Ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia antara tahun 2015-2019 yang tercatat sebesar 5 persen. Sebelumnya, dalam laporan edisi April 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya 4,9 persen untuk tahun 2024 dan 5 persen untuk tahun 2025.
Proyeksi positif ini didorong oleh sejumlah faktor, termasuk peningkatan konsumsi masyarakat, peningkatan investasi, dan belanja pemerintah yang terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan dapat menciptakan momentum yang kuat dan berkelanjutan.
Di sisi lain, Bank Dunia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik secara keseluruhan akan mencapai 4,8 persen pada tahun 2024, namun diprediksi melambat menjadi 4,4 persen pada tahun 2025. Dalam rincian proyeksi ini, Malaysia diharapkan tumbuh sebesar 4,9 persen pada tahun 2024 dan 4,5 persen pada tahun 2025, sedangkan Filipina diproyeksikan tumbuh 6 persen pada tahun 2024 dan 6,1 persen pada tahun 2025. Thailand diperkirakan hanya akan tumbuh 2,4 persen pada tahun 2024 dan 3 persen pada tahun 2025, sementara Vietnam akan tumbuh 6,1 persen pada tahun 2024 dan 6,5 persen pada tahun 2025.
Untuk negara-negara di Kepulauan Pasifik, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 3,5 persen pada tahun 2024 dan sedikit menurun menjadi 3,4 persen pada tahun 2025, seiring dengan pemulihan sektor pariwisata yang mulai membaik.
Dengan proyeksi yang positif ini, Indonesia menunjukkan potensi pertumbuhan yang kuat di tengah tantangan yang dihadapi oleh negara-negara lain di kawasan tersebut.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dari Bank Dunia memiliki beberapa dampak positif yang signifikan, antara lain:
1. Kepercayaan Investor: Proyeksi pertumbuhan yang lebih tinggi dapat meningkatkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing. Hal ini dapat menarik lebih banyak investasi ke Indonesia, yang pada gilirannya dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mempercepat pembangunan infrastruktur.
2. Stabilitas Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan di atas tingkat sebelum pandemi menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sedang dalam jalur pemulihan yang baik. Ini dapat menciptakan rasa aman bagi masyarakat dan bisnis, serta mendukung konsumsi dan investasi.
3. Peningkatan Konsumsi Masyarakat: Dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan akan meningkat, daya beli masyarakat juga dapat meningkat. Peningkatan konsumsi masyarakat berkontribusi pada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, seperti perdagangan dan jasa.
4. Dukungan untuk Program Pemerintah: Proyeksi pertumbuhan yang baik memungkinkan pemerintah untuk melanjutkan dan memperluas program-program sosial dan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
5. Pemulihan Sektor Terdampak: Pertumbuhan yang kuat dapat membantu sektor-sektor yang terdampak pandemi, seperti pariwisata, untuk pulih lebih cepat. Ini akan memberikan dorongan bagi sektor terkait, seperti perhotelan, transportasi, dan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
6. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pemerintah dapat lebih fokus pada pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, yang penting untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja.
7. Pengurangan Kemiskinan: Pertumbuhan ekonomi yang kuat berpotensi untuk mengurangi angka kemiskinan dengan meningkatkan lapangan kerja dan menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat yang kurang beruntung.
8. Peningkatan Infrastruktur: Pertumbuhan yang sehat dapat mendukung investasi dalam infrastruktur, yang penting untuk mendukung aktivitas ekonomi dan meningkatkan konektivitas antara daerah.
Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang positif dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan, mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Prabowo Subianto Rencanakan Penghapusan Pajak Properti untuk Stimulus Ekonomi
Prabowo Subianto, calon presiden Indonesia, telah mengumumkan rencananya untuk menghapus pajak properti yang saat ini mencapai total 16 persen. Pernyataan ini disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo sekaligus ketua Satgas Perumahan, dalam acara Propertinomic Executive Dialogue di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, pada tanggal 10 Oktober 2024.
Hashim menjelaskan bahwa pajak yang akan dihapus meliputi pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen. Menurutnya, langkah ini merupakan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat, terutama dalam sektor perumahan.
“Ada masukan agar PPN 11 persen dihapus untuk sementara waktu, mungkin satu tahun, dua tahun, atau tiga tahun pertama. Ini untuk mengurangi beban. Dan juga 5 persen BPHTB,” ujarnya, yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari para peserta.
Hashim meyakini bahwa meskipun penghapusan pajak tersebut akan mengakibatkan kehilangan pendapatan negara, langkah ini akan memberikan stimulus bagi perekonomian dan membantu pengentasan kemiskinan. Ia menekankan pentingnya memulihkan sektor properti dan real estate yang terdampak.
Sebagai tindak lanjut, Prabowo telah menyiapkan pembentukan Kementerian Penerimaan Negara, yang akan bertugas menggantikan pendapatan pajak yang hilang dari sumber-sumber lain. Hashim menyebutkan bahwa calon menteri untuk kementerian baru ini telah ditentukan, meskipun namanya masih dirahasiakan.
“Nanti ada Kementerian Penerimaan Negara, bukan badan. Kementerian Penerimaan Negara ini akan bertugas untuk mengawasi dan menambal pendapatan yang hilang. Saya sudah tahu siapa calonnya, dan sampai sekarang belum ada perubahan,” katanya.
Hashim juga menambahkan bahwa tim Prabowo sudah melakukan pembicaraan mengenai sumber-sumber baru untuk menggantikan hilangnya pendapatan pajak, salah satunya adalah pajak dari kontraktor. Namun, ia tidak merinci lebih lanjut mengenai skema tersebut.
Ia mengajak pihak-pihak terkait, termasuk Bos PT Bank Tabungan Negara (Persero), Nixon Napitupulu, untuk berkolaborasi dalam menghitung potensi kehilangan dari penghapusan pajak properti ini. Hashim berharap langkah ini dapat membangkitkan sektor properti dan real estate di Indonesia secara bertahap.
Dampak positif dari rencana Prabowo Subianto untuk menghapus pajak properti sebesar 16 persen, yang mencakup PPN dan BPHTB, dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:
1. Stimulasi Sektor Properti: Penghapusan pajak dapat merangsang pertumbuhan sektor properti dan real estate. Dengan mengurangi beban biaya, diharapkan akan ada peningkatan dalam pembelian dan pembangunan properti, yang pada gilirannya dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
2. Aksesibilitas Perumahan: Dengan mengurangi pajak, biaya perumahan akan lebih terjangkau bagi masyarakat. Ini bisa membantu lebih banyak orang untuk membeli rumah, yang merupakan kebutuhan dasar.
3. Meningkatkan Investasi: Kebijakan ini dapat menarik lebih banyak investor untuk berinvestasi di sektor properti. Dengan adanya insentif pajak, investor mungkin lebih bersedia untuk menanamkan modal, yang dapat mendorong perkembangan infrastruktur dan perumahan.
4. Pengurangan Kemiskinan: Hashim Djojohadikusumo menekankan bahwa langkah ini juga bertujuan untuk membantu pengentasan kemiskinan. Dengan lebih banyak orang yang mampu membeli rumah dan meningkatkan kualitas hidup mereka, dapat mengurangi angka kemiskinan di masyarakat.
5. Pendapatan Negara Alternatif: Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara yang akan mencari sumber pendapatan baru dapat menciptakan struktur pajak yang lebih beragam dan berkelanjutan. Hal ini bisa membantu menstabilkan pendapatan negara meskipun ada penghapusan pajak di sektor properti.
6. Kolaborasi dengan Sektor Swasta: Mengajak berbagai pihak, termasuk perusahaan perbankan, untuk berkolaborasi dalam menghitung potensi kehilangan pendapatan pajak menunjukkan keterlibatan sektor swasta dalam mendukung kebijakan pemerintah. Ini dapat memperkuat hubungan antara pemerintah dan sektor swasta.
7. Perbaikan Ekonomi Jangka Panjang: Dengan memberikan stimulus ekonomi yang tepat, diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi secara keseluruhan, terutama setelah masa-masa sulit yang dihadapi akibat pandemi dan tantangan ekonomi lainnya.
Dampak positif ini, jika dikelola dengan baik, dapat memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia. Namun, penting untuk juga mempertimbangkan potensi risiko dan tantangan yang mungkin timbul dari penghapusan pajak ini.
Penegasan Kementerian Komunikasi dan Informatika Terkait Penolakan Temu di Indonesia
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menegaskan posisinya mengenai penolakan terhadap platform e-commerce Temu di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 10 Oktober 2024. Ia menyatakan, “Ada kabar bahwa Temu berencana mengakuisisi Bukalapak. Namun, Bukalapak telah membantah berita tersebut.”
Alasan utama di balik penolakan ini adalah kekhawatiran pemerintah bahwa model bisnis Temu, yang menghubungkan langsung produsen dengan konsumen, dapat berdampak negatif pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Menurut Budi, cara bisnis Temu yang memungkinkan konsumen untuk bertransaksi langsung dengan pabrik dapat mengurangi peran distributor dan pengecer lokal, sehingga berpotensi merugikan UMKM yang bergantung pada rantai distribusi tradisional.
“Keberadaan Temu dikhawatirkan dapat mengancam pasar lokal dan mematikan usaha kecil, yang pada gilirannya akan menurunkan pendapatan UMKM dan berdampak pada jutaan pekerja di sektor ini,” ujarnya dengan tegas. Dalam upaya untuk melindungi sektor UMKM, Kominfo tetap menolak memberikan akses bagi Temu untuk beroperasi di Indonesia, mengingat dampak besar yang bisa ditimbulkan terhadap ekonomi dan lapangan kerja.
Di sisi lain, Bukalapak mengeluarkan pernyataan resmi terkait rumor akuisisi oleh Temu. Melalui Sekretaris Perusahaan Cut Fika Lutfi, Bukalapak menegaskan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk diakuisisi. “Kami akan selalu mematuhi peraturan keterbukaan informasi. Jika ada kabar tentang akuisisi yang terverifikasi, kami akan menyampaikannya sesuai regulasi,” ujarnya. Bukalapak juga mengingatkan investor dan pemegang saham untuk selalu memperhatikan informasi resmi dari perusahaan sebelum membuat keputusan investasi, terutama setelah terjadinya lonjakan harga saham Bukalapak yang diperkirakan terkait spekulasi pasar.
Sementara itu, Temu terus mengembangkan jangkauan pasarnya di luar Indonesia. Pada 7 Oktober, Temu resmi memulai operasinya di Vietnam dan dilaporkan sedang dalam tahap pembicaraan untuk mengakuisisi platform e-commerce lokal di negara tersebut. Momentum Works, sebuah perusahaan venture builder asal Singapura, memperkirakan bahwa jika Temu serius dalam penetrasi pasar Vietnam, mereka akan menambah berbagai fitur seperti opsi bahasa, sistem pembayaran, dan logistik untuk meningkatkan daya saingnya. Temu kini beroperasi di 82 negara, termasuk sejumlah negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Dengan larangan beroperasi di Indonesia, Temu menghadapi tantangan signifikan untuk memasuki pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Meski begitu, Kominfo tetap berkomitmen untuk menjaga keseimbangan dalam ekonomi digital nasional dengan melindungi UMKM dari dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh platform-platform global seperti Temu. Di tengah perkembangan ini, industri e-commerce Indonesia semakin menarik untuk diikuti, terutama dalam konteks persaingan antara pemain lokal dan platform internasional yang berpotensi memengaruhi lanskap ekonomi digital ke depan.
Spekulasi mengenai akuisisi Bukalapak oleh Temu tetap menjadi perbincangan hangat meskipun telah dibantah oleh kedua belah pihak. Dengan situasi ini, penting bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang adil, yang tidak hanya memberikan peluang bagi perusahaan internasional tetapi juga memastikan kelangsungan dan pertumbuhan bisnis lokal.
Watchlist Saham
- BUKA
PT Bukalap.com Tbk. mengoperasikan pasar online untuk berbagai produk di Indonesia. Ini beroperasi di tiga segmen: Marketplace; Daring ke Offline; dan Pengadaan. Perusahaan ini menawarkan produk di bidang telepon seluler dan aksesoris; elektronik; sepeda; komputer dan kamera; kesehatan dan kecantikan; barang koleksi dan hobi olahraga; motor dan mobil; mode; mebel; aksesoris rumah; dan kategori lainnya. Ia juga terlibat dalam kegiatan pemrograman, informasi, dan telekomunikasi; portal web; jasa pengelolaan transportasi; konsultasi teknologi informasi; perangkat lunak dan database; bisnis e-commerce, dan ilmu pengetahuan dan teknologi; ritel non-toko; kegiatan pendanaan; dan platform yang terkait dengan aset virtual atau digital. Perusahaan juga bergerak dalam perdagangan reksa dana; perdagangan grosir rumah tangga, makanan, minuman, dan tembakau; periklanan; konsultasi pengembangan dan manajemen bisnis; perdagangan eceran, dan kegiatan perdagangan lainnya; layanan informasi; penyediaan makanan dan minuman; platform digital; pendidikan; jasa konstruksi; industri pakaian jadi; jasa penyelenggara acara khusus; perdagangan eceran bahan bangunan; penukaran uang; dan penyediaan layanan pembayaran. PT Bukalap.com Tbk. didirikan pada tahun 2010 dan berkantor pusat di Jakarta Selatan, Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor teknologi telah mengalami periode yang penuh tantangan dan dinamika yang signifikan. Dampak dari pandemi COVID-19, perubahan kebijakan moneter, dan ketegangan geopolitik telah memberikan tekanan pada sektor ini, mengakibatkan fluktuasi besar dalam kinerja pasar. Pada awal pandemi, banyak perusahaan teknologi mengalami lonjakan permintaan, terutama dalam sektor layanan digital dan e-commerce. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa perusahaan tersebut menghadapi tantangan dalam mempertahankan pertumbuhan, dengan perusahaan yang mengandalkan model bisnis berbasis langganan mulai merasakan stagnasi karena konsumen membatasi pengeluaran mereka setelah masa puncak konsumsi selama lockdown.
Ketika bank sentral di seluruh dunia, termasuk Federal Reserve AS, mulai menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, dampaknya terasa di sektor teknologi yang sangat bergantung pada pendanaan eksternal. Peningkatan suku bunga membuat biaya pinjaman lebih tinggi, yang dapat mempengaruhi rencana ekspansi dan inovasi perusahaan-perusahaan teknologi. Akibatnya, banyak perusahaan mengalami penurunan valuasi, terutama yang memiliki model bisnis berbasis pertumbuhan agresif. Selain itu, ketegangan antara negara-negara besar, seperti AS dan China, juga menambah ketidakpastian di sektor teknologi. Pembatasan perdagangan dan sanksi yang diberlakukan dapat mempengaruhi rantai pasokan, khususnya bagi perusahaan yang bergantung pada komponen dari negara-negara tertentu, menyebabkan perusahaan-perusahaan teknologi harus menyesuaikan strategi mereka, yang selanjutnya dapat mengganggu pertumbuhan dan kinerja saham.
Meskipun tantangan tersebut, sektor teknologi menunjukkan tanda-tanda pemulihan dalam beberapa bulan terakhir. Dengan semakin banyak perusahaan yang beradaptasi dengan lingkungan baru dan berfokus pada inovasi, beberapa pemain utama dalam industri mulai kembali mencatatkan pertumbuhan yang signifikan. Perusahaan-perusahaan yang berfokus pada kecerdasan buatan, cloud computing, dan solusi berbasis data telah melihat permintaan yang meningkat, seiring dengan pergeseran menuju digitalisasi yang lebih mendalam. Di pasar saham, meskipun ada volatilitas yang terus berlangsung, indeks teknologi seperti Nasdaq menunjukkan kinerja yang lebih stabil dalam beberapa bulan terakhir. Investor mulai kembali menunjukkan minat pada saham-saham teknologi, terutama setelah penurunan harga yang tajam dalam tahun-tahun sebelumnya, menciptakan peluang bagi investor untuk melakukan pembelian pada harga yang lebih rendah.
Secara keseluruhan, sektor teknologi menghadapi tantangan yang kompleks tetapi juga memiliki potensi yang besar untuk rebound. Dengan adanya inovasi yang terus berlanjut dan penyesuaian strategis terhadap lingkungan makroekonomi, sektor ini berpotensi untuk kembali menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi global. Investor dan analis harus tetap waspada terhadap perkembangan di sektor ini, terutama dalam konteks perubahan kebijakan ekonomi dan dinamika pasar yang cepat.
Analisa Laporan Keuangan
Laporan laba/rugi Q2-2024 menunjukkan bahwa perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar Rp 2.41 T untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2024, dengan pertumbuhan tahun-ke-tahun sebesar 10,6%. Meskipun pertumbuhan ini menunjukkan kinerja positif, ada penurunan signifikan dibandingkan pertumbuhan yang luar biasa pada tahun sebelumnya yang mencapai 29%. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi tantangan dalam mempertahankan momentum pertumbuhan di tengah kondisi pasar yang berubah.
Biaya pendapatan tercatat sebesar Rp -1.95 T, yang mengakibatkan gross profit perusahaan sebesar Rp 461.20 M. Namun, margin laba kotor turun menjadi 19,1% dari 25,2% pada tahun lalu, menunjukkan bahwa peningkatan biaya produksi dan penurunan efisiensi operasional dapat menjadi faktor yang mempengaruhi profitabilitas.
Pengeluaran operasional mencapai Rp -1.73 T, di mana pengeluaran untuk penjualan dan pemasaran serta administrasi dan umum masing-masing tercatat Rp -175.07 M dan Rp -492.30 M. Ini menunjukkan bahwa perusahaan masih melakukan investasi yang signifikan dalam akuisisi pelanggan dan pengelolaan operasional, meskipun harus berhadapan dengan tantangan yang lebih besar. Kerugian operasional tercatat sebesar Rp -1.27 T, yang mencerminkan kesulitan dalam menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan.
Dari sisi biaya, beban bunga yang mencapai Rp 529.18 M menunjukkan beban utang yang harus dikelola dengan hati-hati. Dalam hal laba sebelum pajak (EBT), perusahaan mencatatkan kerugian sebesar Rp -736.20 M, yang menjadi indikasi bahwa perusahaan masih dalam fase penyesuaian yang memerlukan perhatian untuk perbaikan.
Kerugian bersih yang tercatat sebesar RP -747.80 M menyoroti tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mencapai profitabilitas. Secara keseluruhan, meskipun perusahaan menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang positif, tantangan di sisi biaya dan profitabilitas perlu menjadi fokus utama agar dapat meraih kinerja yang lebih baik di masa depan. Investor dan analis harus memperhatikan strategi manajemen dalam menanggapi pengeluaran yang meningkat ini dan bagaimana perusahaan akan beradaptasi untuk meningkatkan kinerja di kuartal-kuartal mendatang.
Laporan arus kas Q2-2024 menunjukkan bahwa perusahaan mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp -751.91 M untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2024, meningkat dari kerugian sebesar Rp -389.27 M pada tahun lalu. Peningkatan kerugian ini mencerminkan tantangan yang semakin besar dalam mencapai profitabilitas di tengah kondisi pasar yang sulit. Meskipun demikian, perusahaan berhasil mencatatkan arus kas dari operasi sebesar Rp 105.81 M, yang menunjukkan adanya aktivitas operasional yang tetap positif meskipun kerugian bersih yang signifikan.
Biaya penyusutan dan amortisasi tercatat sebesar Rp 24.33 M dan Rp 14.46 M masing-masing, yang menunjukkan investasi berkelanjutan dalam aset tetap dan biaya yang terkait dengan pengembangan. Pengeluaran modal juga mencatatkan angka negatif sebesar Rp -62.69 M, yang menunjukkan bahwa perusahaan sedang melakukan investasi dalam peningkatan infrastruktur, meskipun hal ini berdampak pada arus kas dari kegiatan investasi yang mencapai Rp 6.00 T.
Dari sisi pendanaan, arus kas dari kegiatan pendanaan tercatat sebesar Rp -13.89 M, yang menunjukkan pengeluaran terkait pelunasan utang jangka panjang sebesar Rp -12.63 M. Ini menunjukkan bahwa perusahaan mungkin berfokus pada pengurangan utang untuk memperkuat neraca mereka, meskipun harus berhadapan dengan pengeluaran yang besar.
Kas awal perusahaan tercatat sebesar Rp 13.79 T, dengan kas akhir yang tersisa di angkaRp 9.45 T. Penurunan ini menyoroti perlunya perhatian lebih pada manajemen kas, terutama dalam menghadapi arus kas negatif dari kegiatan investasi dan pendanaan. Secara keseluruhan, perusahaan menghadapi tantangan yang signifikan dalam mempertahankan profitabilitas dan arus kas yang sehat, dan perlu fokus pada efisiensi operasional serta strategi pengurangan biaya untuk meningkatkan kinerja keuangannya di masa depan. Investor dan analis harus memantau perkembangan ini secara cermat untuk menilai bagaimana manajemen akan menangani tantangan
Analisa Rasio Keuangan
Dari tabel diatas, Bukalapak.com PT (BUKA) menunjukkan beberapa metrik kinerja yang perlu dicermati dalam konteks sektor teknologi, terutama ketika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain dalam tabel tersebut. Dengan rasio P/E negatif sebesar -8.1x, BUKA menandakan bahwa perusahaan belum berhasil menghasilkan laba yang konsisten, yang bisa menjadi sinyal bahwa pasar masih ragu terhadap potensi pertumbuhan jangka pendeknya.
Di sisi lain, Return on Common Equity (ROE) BUKA yang juga negatif (-6.8%) mencerminkan tantangan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, sejalan dengan industri yang mengalami tekanan. Meskipun demikian, BUKA mencatatkan angka Free Cash Flow per saham yang positif (2.26), menunjukkan bahwa meski mengalami kerugian pada tingkat pendapatan, perusahaan masih dapat menghasilkan arus kas positif dari operasi, yang penting untuk kelangsungan bisnis.
Dari perspektif risiko, rasio Debt to Equity BUKA yang rendah (0.1%) menunjukkan bahwa perusahaan memiliki struktur modal yang konservatif, dengan ketergantungan yang sangat sedikit pada utang. Hal ini memberikan BUKA ruang untuk bergerak lebih leluasa dalam investasi tanpa beban kewajiban utang yang berat.
Ketika kita melihat perusahaan lain di tabel, seperti GOTO dengan P/E -0.8x dan ROE -110.6%, atau MCAS dengan P/E yang ekstrem (-1,033.1x), BUKA tampaknya berada dalam posisi yang lebih baik dalam hal arus kas. Namun, BUKA masih harus berjuang untuk meningkatkan profitabilitas dan menunjukkan konsistensi dalam pertumbuhan. Secara keseluruhan, BUKA bisa menjadi benchmark dalam sektor ini dengan fokus pada arus kas positif dan manajemen utang yang hati-hati, sambil tetap berusaha untuk mengubah kerugian yang ada menjadi laba yang berkelanjutan.
Catalyst Positif
Dalam beberapa hari terakhir, rumor mengenai rencana akuisisi aplikasi e-commerce asal China, Temu, terhadap PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) telah menghebohkan publik. Spekulasi ini berdampak langsung pada harga saham BUKA, yang melonjak signifikan akibat kabar tersebut. Temu, yang dikenal sebagai platform yang dapat menghubungkan produsen langsung dengan konsumen tanpa perantara seperti pengecer, dikhawatirkan akan mengancam keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.
Sebagai informasi, Temu telah beberapa kali berusaha memasuki pasar Indonesia namun selalu menghadapi penolakan dari pemerintah. Langkah ini memicu spekulasi bahwa akuisisi terhadap Bukalapak bisa menjadi strategi untuk mendapatkan izin operasional dari pemerintah, mirip dengan pendekatan yang diambil oleh TikTok dan Tokopedia. Dalam merespons rumor yang beredar, manajemen Bukalapak menegaskan bahwa mereka tidak memiliki informasi terkait rencana akuisisi oleh Temu. Mereka juga menyatakan bahwa perusahaan akan melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan peraturan yang berlaku jika ada informasi yang terverifikasi mengenai akuisisi tersebut.
Sebagai respons terhadap spekulasi ini, saham BUKA mengalami lonjakan yang signifikan, melonjak hingga 25,22% ke level 144 pada tanggal 7 Oktober 2024. Namun, peningkatan tersebut tidak bertahan lama, karena pada hari berikutnya penguatan sahamnya terpangkas menjadi 2,08%. Pada tanggal 9 Oktober 2024, saham BUKA kembali merosot sebesar 1,36%.
Manajemen Bukalapak menyatakan bahwa lonjakan harga saham pada 7 Oktober merupakan reaksi pasar terhadap rumor yang belum terverifikasi, dan menekankan bahwa informasi tersebut tidak pernah dikonfirmasi oleh pihak manajemen. Mereka juga mengimbau para pemegang saham dan investor untuk memperhatikan informasi resmi yang disampaikan oleh perusahaan sebelum membuat keputusan investasi, mengingat spekulasi pasar yang berada di luar kendali perusahaan.
PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) baru saja mengumumkan bahwa mereka telah membeli 9.831.706.040 lembar saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), yang setara dengan 9,54% dari total saham yang beredar. Transaksi ini dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2024, dan setelah akuisisi tersebut, Emtek kini memiliki total 10.681.706.040 lembar saham Bukalapak, atau sekitar 10,36% dari keseluruhan kepemilikan. Sebelum transaksi ini, Emtek hanya memiliki sekitar 850 juta lembar saham, yang berarti bahwa pembelian ini merupakan langkah signifikan untuk memperkuat kepemilikan mereka dalam perusahaan e-commerce yang berkembang pesat ini.
Sekretaris Perusahaan Emtek, Titi Maria Rusli, menjelaskan bahwa harga per saham yang dibeli adalah Rp 120, sehingga total nilai transaksi mencapai sekitar Rp 1,17 triliun. Titi menegaskan bahwa tujuan dari pembelian ini adalah untuk investasi jangka panjang, meskipun pihak penjual dari saham yang dibeli belum diungkapkan.
Dari sisi Bukalapak, Sekretaris Perusahaan Cut Fika Lutfi mengkonfirmasi bahwa transaksi tersebut terjadi dalam konteks di mana saham BUKA sedang hangat dibicarakan, terutama setelah rumor mengenai akuisisi oleh Temu, aplikasi e-commerce asal China. Transaksi ini mencerminkan minat yang besar terhadap Bukalapak, yang dalam waktu bersamaan mengalami dinamika harga saham yang cukup signifikan.
Pada tanggal yang sama, pasar negosiasi Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan transaksi besar lainnya, di mana sebanyak 9,83 miliar saham BUKA diperdagangkan dengan harga Rp 120 per saham, mencapai total nilai transaksi Rp 1,17 triliun. Selain itu, terdapat juga transaksi tambahan sebanyak 3,61 miliar saham di harga Rp 250 per saham, yang menghasilkan nilai keseluruhan sebesar Rp 904,16 miliar. Namun, belum ada keterangan resmi mengenai pihak penjual dalam transaksi tersebut.
Sementara itu, di pasar reguler, saham Bukalapak mengalami penurunan sebesar 5,44% ke level Rp 139, dengan volume transaksi mencapai 2,28 miliar lembar saham dan nilai transaksi mencapai Rp 322,42 miliar. Dengan situasi yang penuh ketidakpastian ini, investor diharapkan untuk tetap waspada dan memantau perkembangan terbaru mengenai transaksi saham dan potensi akuisisi yang sedang berlangsung.
Analisa Teknikal
Saham $BUKA masih dalam Downtrend Channel yang terbentuk sejak Maret 2022, dimana harga masih belum bisa tutup diatas MA200 meskipun dengan rumor diakuisisi oleh TEMU seminggu yang lalu. Penutupan diatas MA200 atau Rp 160 dapat menjadi signal bullish ke target Rp 400.
2. INKP
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk bergerak dalam bidang pembuatan kertas budaya, pulp, tisu, dan kertas industri di Indonesia, Asia, Amerika Serikat, Australia, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Perusahaan ini menyediakan produk kertas industri, termasuk linerboard, media bergelombang, kontainer pengiriman bergelombang, dan papan kotak, serta kemasan makanan dan kertas berwarna khusus; dan kertas budaya, seperti kertas cetak, tulisan, dan fotokopi. Ia menawarkan layanan pembiayaan, investasi, distribusi, manufaktur, dan perdagangan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1976 dan berkantor pusat di Jakarta, Indonesia. PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk beroperasi sebagai anak perusahaan PT Purinusa Ekapersada.
Industri pulp dan kertas telah mengalami berbagai tantangan dan perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dampak dari perubahan iklim, peningkatan kesadaran lingkungan, dan perubahan pola konsumsi telah mengubah lanskap industri ini secara drastis. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan akan produk kertas tradisional, seperti kertas cetak dan kemasan, mengalami penurunan seiring dengan pergeseran menuju digitalisasi dan penggunaan media elektronik. Hal ini memaksa banyak produsen untuk beradaptasi dan mencari sumber pendapatan baru, seperti produk kertas daur ulang dan kemasan ramah lingkungan.
Selain itu, tekanan dari kebijakan pemerintah dan regulasi lingkungan juga semakin meningkat. Banyak negara menerapkan kebijakan yang lebih ketat terkait pengelolaan hutan dan emisi karbon, yang berdampak langsung pada operasional pabrik-pabrik pulp dan kertas. Perusahaan-perusahaan di sektor ini dituntut untuk berinvestasi dalam teknologi yang lebih bersih dan berkelanjutan, untuk memenuhi standar yang ditetapkan serta meningkatkan reputasi merek mereka di pasar global.
Namun, di tengah tantangan tersebut, industri pulp dan kertas menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menarik. Dalam beberapa bulan terakhir, ada peningkatan permintaan untuk produk kemasan kertas, terutama dengan semakin populernya e-commerce dan pengiriman barang. Perusahaan-perusahaan yang mampu berinovasi dengan menawarkan solusi kemasan yang ramah lingkungan dan fungsional telah berhasil menarik perhatian konsumen yang semakin peduli akan isu keberlanjutan.
Di pasar global, meskipun terjadi fluktuasi harga bahan baku dan tantangan logistik, beberapa produsen besar telah melaporkan hasil keuangan yang positif dengan strategi diversifikasi produk yang sukses. Perusahaan-perusahaan ini mulai memanfaatkan teknologi digital dan otomatisasi untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya.
Secara keseluruhan, industri pulp dan kertas berada dalam fase transisi yang kompleks, tetapi juga menjanjikan. Dengan meningkatnya fokus pada keberlanjutan dan inovasi, industri ini berpotensi untuk kembali tumbuh dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar modern. Investor dan pemangku kepentingan di sektor ini harus tetap waspada terhadap tren yang berkembang dan beradaptasi dengan cepat untuk memanfaatkan peluang baru yang muncul di pasar yang terus berubah.
Analisa Laporan Keuangan
Berdasarkan laporan keuangan INKP untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2024, perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar IDR 18.67 T, meningkat 4.3% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun pertumbuhan pendapatan ini positif, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan yang tercatat pada tahun 2022, yaitu 76.1%. Ini menunjukkan adanya tantangan dalam mempertahankan momentum pertumbuhan di tengah kondisi pasar yang mungkin semakin kompetitif.
Laba Kotor INKP tercatat sebesar Rp 11.76 T dengan margin laba kotor sebesar 63.0%. Meskipun margin laba kotor ini masih berada pada tingkat yang sehat, terjadi penurunan dari 66.5% pada tahun sebelumnya. Penurunan ini bisa disebabkan oleh peningkatan biaya produksi atau tekanan dari harga pasar yang lebih rendah.
Pengeluaran operasional perusahaan mencapai Rp 4.94 T, yang mencerminkan investasi yang signifikan dalam biaya operasional. Di antara komponen pengeluaran ini, pengeluaran untuk penjualan dan pemasaran sebesar Rp 62.75 M menunjukkan komitmen perusahaan untuk memperkuat posisi pasar meskipun terdapat sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
INKP berhasil mencatat laba bersih sebesar Rp 3.48 T, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 1.96 T. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan profitabilitas meskipun mengalami kerugian di beberapa pos pengeluaran.
Secara keseluruhan, meskipun INKP menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang lebih lambat dan penurunan margin laba kotor, laba bersih yang meningkat menunjukkan bahwa perusahaan dapat mengelola biaya dengan lebih baik dan meningkatkan efisiensi operasional. Untuk mempertahankan kinerja positif ini, INKP perlu terus berfokus pada inovasi dan strategi pemasaran yang efektif, serta memantau biaya untuk menjaga margin keuntungan di masa mendatang.
Dalam laporan arus kas INKP untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2024, terdapat beberapa poin penting yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan. Laba bersih untuk pemegang saham mencapai Rp 3,29 T, meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,79 T. Peningkatan laba bersih ini menunjukkan bahwa INKP telah berhasil meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitasnya.
Dari segi arus kas dari operasi, INKP mencatatkan Rp 9,64 T, yang merupakan angka yang sangat baik, mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang kuat untuk menghasilkan kas dari kegiatan operasional. Hal ini sangat positif, terutama mengingat tantangan yang dihadapi dalam menjaga pertumbuhan pendapatan di pasar yang kompetitif.
Namun, pengeluaran modal (capital expenditures) mencapai Rp -2,39 T, menunjukkan bahwa perusahaan berinvestasi secara agresif untuk pertumbuhan dan ekspansi di masa depan. Meskipun ini dapat memberikan keuntungan jangka panjang, investor perlu memantau bagaimana investasi ini berdampak pada arus kas dan laba di masa mendatang.
Dalam hal arus kas dari investasi, INKP mencatatkan kas keluar sebesar Rp -1,23 T. Ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan berinvestasi dalam aset baru, ada kebutuhan untuk menilai apakah investasi tersebut menghasilkan hasil yang diharapkan.
Dari segi pendanaan, perusahaan membayar dividen sebesar Rp -734.24 miliar, yang mencerminkan komitmen INKP untuk memberikan nilai kepada pemegang saham meskipun ada tekanan pada kas. Namun, perusahaan juga melakukan pengeluaran signifikan dalam pembayaran utang jangka panjang yang mencapai Rp -8,71 T, yang mencerminkan pengelolaan utang yang hati-hati untuk menjaga kesehatan keuangan jangka panjang.
Secara keseluruhan, INKP menunjukkan performa keuangan yang solid dengan peningkatan laba bersih dan arus kas dari operasi yang kuat. Namun, tantangan dalam pengeluaran modal dan pengelolaan utang tetap menjadi perhatian. Kinerja masa depan INKP akan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengelola investasi dan utang ini dengan efektif, serta menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham.
Analisa Rasio Keuangan
Berdasarkan tabel diatas, Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) menunjukkan beberapa metrik keuangan yang penting dalam sektor pulp dan kertas. Dengan rasio Debt-to-Equity sebesar 61.5%, INKP menunjukkan tingkat utang yang cukup tinggi dibandingkan dengan ekuitasnya. Ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan utang untuk membiayai operasinya, yang dapat meningkatkan risiko finansial, terutama dalam industri yang sering mengalami fluktuasi permintaan.
Current Ratio INKP sebesar 2.8x mencerminkan posisi likuiditas yang baik, di mana perusahaan memiliki cukup aset lancar untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Ini adalah indikasi positif, menunjukkan bahwa INKP mampu menghadapi tantangan likuiditas yang mungkin muncul di masa depan.
Dalam hal Gross Profit Margin, INKP mencatatkan angka 31.1%, yang menunjukkan efisiensi dalam menghasilkan laba dari pendapatan. Return on Assets (ROA) INKP sebesar 4.1% menunjukkan bahwa perusahaan dapat menghasilkan keuntungan yang moderat dari aset yang dimilikinya. Ini adalah indikator penting bagi investor untuk menilai seberapa efektif perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba.
Ketika dibandingkan dengan perusahaan lain dalam tabel, seperti Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dan SLI Global Tbk (SULI), INKP tampak memiliki posisi yang lebih stabil dengan metrik yang lebih baik dalam beberapa aspek. TKIM memiliki rasio utang yang lebih rendah (34.3%) dan Gross Profit Margin yang lebih baik (15.8%), tetapi dengan ROA yang lebih tinggi, sedangkan SULI menunjukkan angka yang sangat negatif pada Gross Profit Margin (-164.4%) dan Operating Income Margin (-242.7%), mencerminkan tantangan signifikan dalam operasional mereka.
Secara keseluruhan, INKP menunjukkan kinerja yang relatif baik dalam industri pulp dan kertas dengan keseimbangan antara risiko utang dan likuiditas yang solid. Namun, perusahaan perlu terus berfokus pada peningkatan efisiensi operasional dan strategi pengelolaan biaya untuk mempertahankan daya saingnya dalam pasar yang semakin kompetitif.
Catalyst Positif
PT APP Purinusa Ekapersada (APP) baru-baru ini memperkuat posisinya sebagai pengendali di PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dengan memborong 18,6 juta lembar saham pada tanggal 3 Oktober 2024. Transaksi ini dilakukan dengan harga pelaksanaan sebesar Rp 8.600 per saham, sehingga total nilai transaksi mencapai sekitar Rp 159,96 miliar. Setelah aksi korporasi ini, kepemilikan saham APP di INKP meningkat menjadi 57,45%, naik dari sebelumnya yang berada di angka 57,11%.
Heri Santoso, Direktur sekaligus Corporate Secretary INKP, menjelaskan bahwa tujuan dari pembelian saham ini adalah untuk investasi jangka panjang, menunjukkan komitmen APP terhadap pertumbuhan dan perkembangan INKP di masa mendatang.
Di sisi lain, berdasarkan laporan keuangan terbaru, INKP mencatatkan laba bersih sebesar US$ 278,76 juta pada semester pertama tahun 2024. Angka ini mengalami peningkatan tipis sebesar 3,18% year on year (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat sebesar US$ 268,52 juta. Meskipun laba bersih menunjukkan kenaikan, penjualan bersih INKP mengalami penurunan signifikan, mencapai US$ 1,60 miliar, yang turun 16,9% YoY dari US$ 1,93 miliar pada tahun sebelumnya.
Sebagian besar penjualan INKP didorong oleh produk kertas budaya, yang berkontribusi sebesar US$ 590,01 juta hingga Juni 2024, meskipun ini juga menunjukkan penurunan dibandingkan dengan US$ 665,11 juta pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Penurunan dalam penjualan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi industri pulp dan kertas, terutama terkait dengan fluktuasi permintaan dan harga bahan baku yang semakin meningkat. Dengan langkah strategis ini, APP Purinusa Ekapersada berupaya memperkuat posisi mereka di pasar dan menunjukkan keyakinan terhadap potensi pertumbuhan jangka panjang INKP.
Analisa Teknikal
Secara Time Frame Weekly, $INKP sedang dalam pergerakan naik terbatas oleh Rising Wedge yang sebenarnya merupakan sebuah pola Bearish, namun, support kuat di Rp 7.750 – Rp 8.000 bisa menjadi area BUY yang bagus sebelum harga melanjutkan ke area Rp 9.750 – 10.000 sebagai siklus tahunan $INKP setiap menjelang akhir tahun. Meskipun begitu, pelemahan dolar bisa menghambat kenaikan $INKP berhubung perusahaan ini memiliki banyak simpanan dalam USD.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Richie Fawz Finansial Indonesia