PT Fawz Finansial Indonesia
Newsletter Bonds Market
1 November 2024
Benchmark Series
Series | Maturity Date | Coupon | Price 15/10/2024 | Price 1/11/2024 | Price Changes |
FR0102 | 15 Jul 2054 | 6,875% | 99,80 | 99,50 | -0,3% |
FR0101 | 15 Apr 2029 | 6,875% | 102,00 | 100,90 | -1,1% |
FR0100 | 15 Feb 2034 | 6,625% | 100,40 | 99,15 | -0,7% |
FR0098 | 15 Jun 2038 | 7,125% | 103,95 | 101,50 | -1,6% |
FR0097 | 15 Jun 2043 | 7,125% | 103,70 | 101,30 | -1,7% |
Obligasi Terlaris Berdasarkan Volume
Series | Avg Price | Volume (bio) | Freq |
FR0103 | 99,74 | 1,592.85 | 56.00 |
FR0097 | 101,31 | 483.29 | 96.00 |
FR0079 | 112,87 | 395.50 | 14.00 |
FR0080 | 104,64 | 390.33 | 17.00 |
FR0100 | 99,20 | 320.18 | 37.00 |
Benchmark All Time High (ATH) & All Time Low (ATL)
Series | Yield | Bid | Offer | |||
ATL | ATH | ATL | ATH | ATL | ATH | |
FR0102 | 6,82% | 7,11% | 97,10 | 101,85 | 95,50 | 100,75 |
FR0101 | 6,28% | 7,02% | 99,40 | 103,30 | 98,55 | 102,80 |
FR0100 | 6,29% | 7,16% | 96,15 | 102,50 | 95,50 | 101,70 |
FR0097 | 6,34% | 7,51% | 95,99 | 108,30 | 94,99 | 108,05 |
FR0096 | 6,07% | 7,67% | 95,58 | 106,70 | 94,89 | 105,75 |
Macro Highlights
(15 Oktober – 1 November 2024)
Amerika Serikat
- PMI Jasa AS
Indeks PMI Jasa AS menurut Global S&P sedikit naik ke 55,3 pada Oktober 2024 dari 55,2 di bulan sebelumnya. Ini menandai pertumbuhan yang kuat untuk kelima kalinya berturut-turut di atas level 55, serta melampaui perkiraan pasar yang sebesar 55.
- PMI Manufaktur AS
Indeks PMI Manufaktur AS Global S&P mengalami peningkatan menjadi 47,8 pada Oktober 2024 dari posisi terendah 15 bulan di 47,3 pada September, dan sedikit lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebesar 47,5. Meskipun masih menunjukkan penurunan pada sektor manufaktur selama empat bulan berturut-turut, laju kontraksi melambat dan menjadi yang paling lambat sejak Agustus.
- Indeks Kepercayaan Konsumen
Indeks Kepercayaan Konsumen AS meningkat dari 99,2 menjadi 108,7 pada Oktober 2024, menunjukkan meningkatnya optimisme konsumen terhadap ekonomi. Hal ini berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan belanja konsumen.
- Penjualan Rumah Baru
Penjualan rumah baru di AS meningkat sebesar 4,1% pada September 2024, dengan tingkat tahunan yang disesuaikan secara musiman mencapai 738.000 unit, setelah mengalami revisi penurunan sebesar 2,3% pada bulan Agustus.
- Data Lowongan Pekerjaan JOLTS
Jumlah lowongan pekerjaan menurun sebanyak 418.000 menjadi 7,443 juta pada September 2024 dari 7,861 juta (setelah revisi) pada Agustus, serta di bawah perkiraan pasar sebesar 7,99 juta. Ini adalah angka terendah sejak Januari 2021, menandakan bahwa pasar tenaga kerja sedang mengalami pelonggaran.
- Laju Pertumbuhan PDB
Ekonomi AS tumbuh sebesar 2,8% pada Q3 2024 secara tahunan, sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 3% di Q2 dan estimasi awal sebesar 3%. Menurut proyeksi terbaru IMF, ekonomi AS diperkirakan akan tumbuh 2,8% pada tahun 2024, meningkat dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,5% yang dibuat pada Oktober 2023. Namun, pertumbuhan ini diperkirakan akan melambat menjadi 2,2% pada tahun 2025 seiring dengan moderasi di sektor konsumsi dan ekspor.
- Klaim Pengangguran Awal
Jumlah klaim pengangguran awal di AS menurun sebesar 12.000 dari pekan sebelumnya menjadi 216.000 pada minggu yang berakhir 26 Oktober. Angka ini setara dengan level pertengahan Mei dan jauh di bawah perkiraan pasar yang sebesar 230.000.
- Data PCE Inti
Harga PCE di AS mengalami kenaikan sebesar 2,1% secara tahunan pada September 2024, yang merupakan level terendah sejak 2021, dibandingkan kenaikan 2,3% pada Agustus setelah revisi dan sesuai dengan ekspektasi. Untuk harga PCE inti, ada kenaikan tahunan sebesar 2,7% pada September, yang sama seperti bulan sebelumnya namun sedikit di atas perkiraan sebesar 2,6%.
China
- Laju Pertumbuhan PDB
Ekonomi Tiongkok mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,6% pada Q3 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sedikit lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 4,5% namun menurun dari 4,7% pada Q2. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat sejak Q1 2023, yang disebabkan oleh melemahnya sektor properti, lemahnya permintaan domestik, risiko deflasi, dan ketegangan perdagangan dengan negara-negara Barat.
- Produksi Industri
Produksi industri di China tumbuh 5,4% pada September 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, lebih tinggi dari estimasi pasar sebesar 4,6% dan meningkat dari 4,5% di Agustus. Ini merupakan laju pertumbuhan tercepat sejak Mei, sekaligus menandakan percepatan pertama dalam lima bulan terakhir sebagai hasil dari upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
- Penjualan Ritel
Penjualan ritel di China mengalami peningkatan tahunan sebesar 3,2% pada September 2024, naik dari 2,1% pada bulan sebelumnya dan melampaui perkiraan pasar sebesar 2,5%. Ini menjadi pertumbuhan terkuat dalam aktivitas ritel sejak Mei.
- Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran yang disurvei di China menurun menjadi 5,1% pada September 2024, lebih rendah dibandingkan angka di bulan Agustus dan ekspektasi pasar yang berada di 5,3%. Ini adalah tingkat pengangguran terendah dalam tiga bulan terakhir.
- Suku Bunga Acuan Pinjaman
Bank Rakyat Tiongkok menurunkan suku bunga pinjaman utama pada penetapan Oktober untuk mendukung ekonomi yang melemah. Suku bunga acuan pinjaman satu tahun (LPR) turun sebesar 25 basis poin menjadi 3,1%, sedangkan suku bunga lima tahun, yang menjadi patokan hipotek, juga dipotong sebesar 25 basis poin menjadi 3,6%.
- Suku Bunga Fasilitas Pinjaman Jangka Menengah Satu Tahun
Pada tanggal 25 Oktober, Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) melakukan penyuntikan dana sebesar CNY 700 miliar melalui fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) satu tahun dengan suku bunga tetap 2,0%. Jumlah ini dibandingkan dengan total pinjaman MLF sebesar CNY 789 miliar yang jatuh tempo, yang menghasilkan penarikan tunai bersih sebesar CNY 89 miliar.
- Penanaman Modal Asing Langsung Tahunan
Penanaman modal asing langsung di Tiongkok menurun sebesar 30,4% pada tiga kuartal pertama tahun 2024, mencapai CNY 640,6 miliar. Penurunan ini sedikit berkurang dibandingkan penurunan kumulatif tahunan 31,5% pada delapan bulan pertama tahun ini.
- Total Laba Industri
Laba perusahaan industri di Tiongkok turun 3,5% secara tahunan menjadi CNY 5.228,16 miliar pada sembilan bulan pertama tahun 2024, berbalik dari pertumbuhan sebesar 0,4% pada periode sebelumnya.
- PMI Manufaktur
Indeks PMI Manufaktur Umum Caixin untuk Tiongkok naik menjadi 50,3 pada Oktober 2024, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang berada di 49,3 dan melebihi ekspektasi pasar sebesar 49,7, menandakan sedikit ekspansi di sektor manufaktur.
Indonesia
- Neraca Dagang, Ekspor dan Impor
Surplus perdagangan Indonesia pada September 2024 turun menjadi USD 3,26 miliar, dibandingkan dengan USD 3,40 miliar pada tahun sebelumnya, namun tetap lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar USD 2,83 miliar. Ekspor tumbuh 6,44% secara tahunan, menandai kenaikan untuk bulan keenam berturut-turut, meskipun laju pertumbuhannya melambat dalam tiga bulan terakhir dan berada di bawah perkiraan pasar sebesar 8%. Di sisi lain, impor naik sebesar 8,55%, namun tetap di bawah ekspektasi pasar yang mencapai 11,8%.
- Penanaman Modal Asing Langsung
Investasi asing ke Indonesia, di luar sektor keuangan dan migas, naik signifikan sebesar 18,55% yoy menjadi Rp 232,65 triliun (USD 14,94 miliar) pada Q3 2024, setelah peningkatan 16,6% pada Q2. Ini merupakan laju pertumbuhan tercepat sejak Q1 2023, didukung oleh stabilitas ekonomi pasca pemilu Februari. Secara total, investasi asing dan domestik mencapai Rp 431,48 triliun pada Q3, tumbuh 15,3% dibandingkan tahun sebelumnya.
- Pertumbuhan Pinjaman
Nilai pinjaman di Indonesia tumbuh 10,85% yoy pada September 2024, menurun dari pertumbuhan 11,40% pada Agustus, dan menjadi laju pertumbuhan terendah sejak Desember 2023.
- Pasokan Uang M2
Suplai Uang M2 Indonesia mencapai Rp 9044,9 triliun pada September 2024, naik dari Rp 8977 triliun pada Agustus 2024.
- Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI rate di level 6,00% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 15 – 16 Oktober 2024. Selain menahan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5,25% dan suku bunga lending facility di level 6,75%.
- Data PMI Manufaktur
PMI Manufaktur S&P Global Indonesia tercatat di angka 49,2 pada Oktober 2024, menunjukkan penurunan aktivitas manufaktur selama empat bulan berturut-turut.
- Inflasi
Inflasi tahunan Indonesia menurun menjadi 1,71% pada Oktober 2024, level terendah sejak Oktober 2021, namun masih dalam kisaran target BI sebesar 1,5%–3,5%. CPI bulanan naik sedikit sebesar 0,08% pada Oktober, kenaikan pertama dalam enam bulan terakhir setelah penurunan 0,12% pada September.
- Jumlah Kunjungan Wisatawan
Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia pada September 2024 tumbuh 19,53% secara tahunan menjadi 1,28 juta orang. Wisatawan mancanegara terbanyak berasal dari Malaysia (54,04%), Thailand (13,3%), Brunei Darussalam (59,52%), Tiongkok (28,73%), Jepang (26,29%), dan Australia (13,75%).
Market Highlights
(15 Oktober – 1 November 2024)
1. Rupiah Kembali Melemah ke Rentang 15.700-an
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan kembali, bergerak menuju level 15.770 pada perdagangan 29 Oktober 2024. Pelemahan ini terjadi di tengah situasi ketegangan di Timur Tengah yang menjadi perhatian pasar. Selain itu, antisipasi terhadap kemungkinan kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS pekan depan juga memberikan dampak negatif, karena dapat memicu ketegangan dalam hubungan dagang dan mendorong dolar AS sebagai aset aman.
2. BoJ Tahan Suku Bunga di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Jepang
Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunga acuannya di level sekitar 0,25% di tengah meningkatnya ketidakpastian mengenai prospek ekonomi dan stabilitas pemerintahan Jepang setelah hasil pemilu terburuk yang dihadapi koalisi yang berkuasa sejak 2009. Gubernur Kazuo Ueda dan anggota dewan BoJ membuat keputusan ini dalam pernyataan yang dirilis pada Kamis, 31 Oktober 2024.
3. IMF Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi RI Era Prabowo Stagnan di Kisaran 5,1%
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stagnan di sekitar 5,1% per tahun antara 2025 hingga 2029. Untuk tahun 2024, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran 5%. Laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2024 yang dirilis pada 22 Oktober menunjukkan bahwa proyeksi ini lebih rendah dibandingkan dengan target APBN 2024 dan 2025, masing-masing sebesar 5,2%.
4. Setelah Deflasi 5 Bulan, RI Catatkan Inflasi 0,08% di Oktober
Setelah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, Indonesia akhirnya mencatat inflasi sebesar 0,08% pada bulan Oktober, melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan inflasi hanya sebesar 0,03%. Inflasi tahunan untuk bulan Oktober tercatat sebesar 1,71%, juga lebih tinggi dibandingkan dengan prediksi ekonom yang mengharapkan 1,66%.
5. Semakin Dekat, Pemilu AS Digelar 5 November 2024 Mendatang
Pemilu Amerika Serikat akan berlangsung pada 5 November 2024. Hasil jajak pendapat menunjukkan persaingan ketat antara kandidat, dengan sebagian besar survei mengunggulkan Kamala Harris sebagai pemenang, sementara yang lain masih menjagokan Donald Trump.
Insight Pasar Obligasi
Indonesia Composite Bond Index (ICBI) adalah indikator yang mencerminkan kinerja pasar obligasi secara keseluruhan di Indonesia. Selama periode 15 hingga 1 November 2024, indeks ini mencapai titik tertinggi di 393,8 dan terendah di 391,9, dengan perbedaan 1,98 poin. Rentang pergerakan ini menunjukkan adanya tekanan pada pasar obligasi, meskipun tidak signifikan. Tekanan pada pasar obligasi Indonesia sendiri disebabkan oleh beberapa faktor:
- Pelemahan Rupiah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah, yang berdampak negatif terhadap sentimen pasar obligasi. Pada 29 Oktober 2024, rupiah melemah ke level 15.770. Pelemahan ini terjadi seiring dengan perkembangan ketegangan di Timur Tengah yang memicu kekhawatiran di pasar global. Selain itu, antisipasi terhadap kemungkinan kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS yang akan datang turut memberikan sentimen negatif. Kemenangan Trump bisa memicu kembali perang dagang, sehingga menguatkan dolar AS sebagai aset aman, yang selanjutnya meningkatkan tekanan pada obligasi Indonesia.
- Penguatan Imbal Hasil Obligasi Pemerintah AS
Imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS), yang dikenal sebagai US Treasury yield, meningkat seiring dengan dirilisnya data ekonomi AS yang lebih baik dari yang diperkirakan pada pekan lalu. Pada 31 Oktober 2024, yield US Treasury tercatat naik menjadi 4,29%, level tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Kenaikan yield obligasi AS biasanya terjadi ketika The Fed memberikan sinyal bahwa suku bunga akan naik atau mereka mungkin akan mempertahankan suku bunga pada tingkat yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
- Ketidakpastian Pemilu AS
Ketidakpastian menjelang pemilu AS pada 5 November dapat menambah kompleksitas bagi pasar obligasi Indonesia. Menurut jajak pendapat presiden nasional FiveThirtyEight, Kamala Harris saat ini unggul 1,4 poin persentase atas Donald Trump.
Pasar global sering kali dipengaruhi oleh ekspektasi terkait hasil pemilu dan kebijakan ekonomi yang akan diterapkan oleh kandidat terpilih. Jika pasar meragukan stabilitas politik di AS atau khawatir akan potensi perubahan kebijakan ekonomi yang signifikan, ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan volatilitas di pasar keuangan global. Dalam situasi seperti ini, investor cenderung lebih berhati-hati, yang bisa mengarah pada pengalihan dana dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, menuju aset yang lebih aman seperti obligasi pemerintah AS. Akibatnya, permintaan terhadap obligasi Indonesia mungkin menurun, sehingga menyebabkan kenaikan yield obligasi. Hal ini tercermin dari yield obligasi 10 tahun Indonesia yang naik menjadi 6,9 pada 31 Oktober 2024.
- IMF Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi RI Stagnan di Kisaran 5,1%
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stagnan di sekitar 5,1% per tahun antara 2025 hingga 2029. Untuk tahun 2024, pertumbuhan ekonomi diprediksi berada di kisaran 5%. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar 5,2% dan proyeksi APBN 2025 yang juga sama.
- Memanasnya Konflik Timur Tengah
Israel secara resmi melancarkan serangan balasan terhadap Iran melalui serangkaian serangan udara pada Sabtu (26/10/2024) dini hari, dengan sasaran militer sebagai target. Serangan ini diprediksi akan semakin memperburuk hubungan kedua negara dan meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah, di mana kelompok-kelompok yang didukung Iran, termasuk Hamas di Jalur Gaza dan Hizbullah di Lebanon, telah lebih dulu terlibat dalam konflik dengan Israel.
Di sisi lain, data lowongan pekerjaan di AS menunjukkan penurunan menjadi 7,443 juta pada bulan September 2024, di bawah ekspektasi pasar yang sebesar 7,99 juta, dan mencapai level terendah sejak Januari 2021. Ini menandakan adanya pelambatan di pasar tenaga kerja, yang berpotensi mendorong The Fed untuk menurunkan suku bunga. Ekonomi AS pada kuartal III-2024 tercatat tumbuh 2,8% per tahun, di bawah 3% pada kuartal II dan juga di bawah perkiraan 3%. Pertumbuhan ekonomi AS yang lebih rendah dari ekspektasi ini mengindikasikan kemungkinan pelambatan, yang bisa mempengaruhi keputusan The Fed untuk mempertahankan atau menurunkan suku bunga ke depan.
Penurunan Indeks Harga PCE tahunan di AS menjadi 2,1% pada September 2024, dari 2,3% di bulan Agustus, juga dianggap sebagai sinyal positif bahwa tekanan inflasi mulai mereda. Penurunan inflasi ini memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi The Fed dalam menentukan kebijakan suku bunga di masa mendatang. Berdasarkan CME FedWatch, sebanyak 96,1% memperkirakan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan FOMC yang dijadwalkan pada 7 November mendatang.
Jika The Fed menurunkan suku bunganya, Indonesia juga berpotensi mengikuti langkah tersebut dengan menurunkan suku bunga acuannya. Hal ini biasanya dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga daya saing dan stabilitas ekonomi domestik, terutama dalam menarik investasi serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan menyesuaikan kebijakan suku bunga sejalan dengan The Fed, Indonesia dapat menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dan mendukung momentum pemulihan ekonomi nasional.
Penurunan suku bunga oleh The Fed, diikuti oleh langkah serupa dari Bank Indonesia, cenderung memberikan dampak positif bagi pasar obligasi Indonesia. Dengan suku bunga yang lebih rendah, biaya pinjaman menjadi lebih murah, yang dapat mendorong permintaan obligasi dan meningkatkan harganya. Ini menciptakan peluang capital gain bagi investor obligasi, khususnya pada obligasi jangka panjang, karena penurunan suku bunga umumnya membuat nilai obligasi yang ada menjadi lebih menarik dibandingkan instrumen baru dengan imbal hasil lebih rendah.
Selain itu, kegagalan partai yang berkuasa di Jepang untuk meraih suara mayoritas di parlemen memicu spekulasi bahwa ketidakpastian politik akan mempengaruhi kebijakan suku bunga Bank Sentral Jepang kedepannya, yang dapat berdampak signifikan pada pasar obligasi Indonesia. Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi kebijakan moneter Bank of Japan (BoJ) dan menimbulkan keraguan mengenai arah kebijakan ekonomi Jepang ke depan. Jika investor merasa kondisi politik di Jepang tidak stabil, mereka mungkin akan mencari alternatif investasi di negara lain, termasuk Indonesia. Hal ini dapat meningkatkan permintaan untuk obligasi Indonesia, yang pada gilirannya bisa menurunkan yield obligasi dan meningkatkan harga obligasi.
Di sisi lain, transisi kepemimpinan dari Presiden Jokowi kepada Prabowo yang berlangsung damai dan tanpa kericuhan memberikan rasa aman dan prospek baru bagi pasar obligasi Indonesia. Keberlanjutan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan di pemerintahan baru semakin memperkuat keyakinan investor, mengingat reputasinya yang solid dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter. Dengan ketidakpastian di Jepang dan prospek positif di Indonesia, pasar obligasi Indonesia berpotensi menjadi pilihan yang lebih aman dan menarik bagi investor yang mencari stabilitas di tengah volatilitas global.
Dalam konteks ketidakpastian politik di Jepang dan potensi penurunan suku bunga oleh The Fed serta Bank Indonesia, obligasi jangka panjang dapat menjadi pilihan yang lebih menarik, karena lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga. Ketika suku bunga turun, obligasi dengan tenor panjang akan mengalami kenaikan harga yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi jangka pendek. Saat ini, harga untuk beberapa obligasi pemerintah jangka panjang seperti FR0100, FR0102, FR0103, dan FR0104 berada di bawah harga par, sehingga ini adalah waktu yang tepat untuk mengakumulasi. Obligasi yang dijual di bawah par dianggap “murah” karena investor membayar lebih sedikit untuk obligasi tersebut dibandingkan dengan nilai nominalnya.
Rekomendasi: FR0073, FR0098, FR0100, FR0101, FR0103 dan FR0104
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia