PT Fawz Finansial Indonesia
Newsletter Bonds Market
1 Februari 2025
Benchmark Series
Series | Maturity Date | Coupon | Price 15/1/2025 | Price 31/1/2025 | Price Changes |
FR0102 | 15 Jul 2054 | 6,875% | 96.50 | 97.50 | 1.0% |
FR0101 | 15 Apr 2029 | 6,875% | 99.10 | 100.45 | 1.4% |
FR0100 | 15 Feb 2034 | 6,625% | 95.70 | 97.95 | 2.4% |
FR0098 | 15 Jun 2038 | 7,125% | 98.50 | 100.20 | 1.7% |
FR0097 | 15 Jun 2043 | 7,125% | 98.30 | 100.30 | 2.0% |
Obligasi Terlaris Berdasarkan Volume
Series | Avg Price | Volume (bio) | Freq |
FR0103 | 98.29 | 5,772.86 | 138.00 |
FR0104 | 98.48 | 1,451.71 | 87.00 |
FR0087 | 97.92 | 1,120.76 | 37.00 |
FR0097 | 100.19 | 1,120.55 | 72.00 |
FR0107 | 99.26 | 1,053.75 | 199.00 |
Benchmark All Time High (ATH) & All Time Low (ATL)
Series | Yield | Bid | Offer | |||
ATL | ATH | ATL | ATH | ATL | ATH | |
FR0102 | 6,82% | 7,11% | 97,10 | 101,85 | 95,50 | 100,75 |
FR0101 | 6,28% | 7,02% | 99,40 | 103,30 | 98,55 | 102,80 |
FR0100 | 6,29% | 7,16% | 96,15 | 102,50 | 95,50 | 101,70 |
FR0097 | 6,34% | 7,51% | 95,99 | 108,30 | 94,99 | 108,05 |
FR0096 | 6,07% | 7,67% | 95,58 | 106,70 | 94,89 | 105,75 |
Macro Highlights
( 15 Januari – 1 Februari 2025)
Amerika Serikat
- Inflasi
Tingkat inflasi tahunan di AS meningkat selama tiga bulan berturut-turut, mencapai 2,9% pada Desember 2024 dari 2,7% pada November, sesuai dengan perkiraan pasar. Secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,4%, level tertinggi sejak Maret, dan melebihi proyeksi sebesar 0,3%.
- Inflasi Inti
Inflasi inti tahunan di AS, yang tidak mencakup sektor makanan dan energi, turun menjadi 3,2% pada Desember 2024 dari 3,3% dalam tiga bulan sebelumnya, sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,3%. Secara bulanan, harga konsumen inti naik 0,2% pada Desember, lebih rendah dari kenaikan 0,3% pada November dan di bawah perkiraan pasar yang juga sebesar 0,3%.
- Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks Harga Konsumen AS naik menjadi 315,61 poin pada Desember dari 315,49 poin pada November 2024. Inflasi tahunan terus meningkat selama tiga bulan berturut-turut, mencapai 2,9% di Desember dari 2,7% pada November, sejalan dengan proyeksi pasar. Secara bulanan, IHK mencatat kenaikan 0,4%, level tertinggi sejak Maret, melampaui perkiraan sebesar 0,3%.
- Klaim Pengangguran Awal
Klaim pengangguran awal di AS turun sebanyak 1.000 dari minggu sebelumnya menjadi 219.000 pada minggu kedua Desember, lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memprediksi kenaikan menjadi 224.000. Angka ini juga menjadi yang terendah sejak 213.000 pada bulan sebelumnya, mencerminkan ketatnya pasar tenaga kerja AS menjelang akhir tahun, sesuai dengan pandangan FOMC bahwa inflasi tetap menjadi risiko utama dibandingkan pelemahan pasar tenaga kerja.
- Penjualan Ritel
Penjualan ritel di AS tumbuh 0,4% pada Desember 2024 dibanding bulan sebelumnya, angka terendah dalam empat bulan. Ini lebih rendah dari kenaikan 0,8% yang direvisi naik pada November dan juga meleset dari estimasi 0,6%. Meskipun pertumbuhan melambat, data ini tetap mencerminkan belanja konsumen yang masih kuat.
- Klaim Pengangguran Awal
Klaim pengangguran awal di AS turun 16.000 dari pekan sebelumnya menjadi 207.000 pada periode yang berakhir 25 Januari, jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 220.000. Ini menandai penurunan signifikan dari level tertinggi hampir dua bulan yang tercatat pada minggu sebelumnya. Sementara itu, klaim pengangguran berulang turun 42.000 menjadi 1.858.000 pada periode yang berakhir 18 Januari, setelah sebelumnya mencapai level tertinggi dalam lebih dari tiga tahun.
- Pertumbuhan Ekonomi (GDP)
Perekonomian AS tumbuh 2,3% secara tahunan pada kuartal IV-2024, melambat dari 3,1% pada kuartal sebelumnya dan di bawah perkiraan 2,6%, menurut estimasi awal dari Biro Analisis Ekonomi (BEA). Sepanjang tahun 2024, ekonomi AS mencatat pertumbuhan sebesar 2,8%.
- PMI Manufaktur
Indeks PMI Manufaktur AS versi S&P Global meningkat tipis menjadi 50,1 pada Januari 2025 dari 49,4 pada Desember, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 49,7. Kenaikan ini menunjukkan perbaikan kecil dalam sektor manufaktur setelah enam bulan kontraksi, dengan produksi pabrik dan pesanan baru mulai kembali tumbuh secara moderat.
- PMI Jasa
Indeks PMI Jasa AS dari S&P Global turun menjadi 52,8 pada Januari 2025 dari 56,8 pada bulan sebelumnya, meleset dari perkiraan pasar sebesar 56,5. Ini menandai perlambatan ekspansi sektor jasa AS ke level terlemah sejak April tahun lalu. Pertumbuhan output melambat dalam sembilan bulan terakhir, sementara pesanan ekspor mengalami kontraksi, menyebabkan kenaikan bisnis baru pada laju terendah dalam tiga bulan.
- Suku Bunga
Federal Reserve mempertahankan suku bunga dana federal pada kisaran 4,25%-4,5% dalam pertemuan Januari 2025, sesuai dengan ekspektasi pasar. Ketua Powell mengatakan bahwa Fed tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga, dan bahwa pihaknya menghentikan pemotongan untuk melihat kemajuan lebih lanjut pada inflasi.
China
- Pertumbuhan Ekonomi (GDP)
Ekonomi China mencatatkan pertumbuhan 5,4% yoy pada kuartal IV 2024, meningkat dari 4,6% pada kuartal III dan melebihi ekspektasi pasar sebesar 5,0%. Ini merupakan tingkat pertumbuhan tahunan terkuat dalam 1,5 tahun terakhir, didorong oleh berbagai langkah stimulus yang diberlakukan sejak September untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan meningkatkan kepercayaan. Sepanjang tahun 2024, PDB tumbuh 5,0%, sesuai dengan target pemerintah Beijing yang sekitar 5%, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan target kenaikan 5,2% pada tahun 2023.
- Penjualan Ritel
Penjualan ritel di China meningkat 3,7% yoy pada Desember 2024, pulih dari level terendah tiga bulan sebelumnya, yakni 3,0% pada November, dan mengalahkan konsensus pasar yang memperkirakan 3,5%. PDB China pada kuartal IV 2024 tumbuh 1,6% secara musiman, naik dari kenaikan 1,3% yang direvisi pada kuartal III, menandakan pertumbuhan triwulanan yang paling kuat sejak Q1 2023.
- Tingkat Penangguran
Tingkat pengangguran yang disurvei di China naik menjadi 5,1% pada Desember 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi pasar dan angka November yang sebesar 5%. Ini menjadi angka tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Untuk keseluruhan tahun 2024, tingkat pengangguran rata-rata yang disurvei adalah 5,1%, sedikit lebih rendah 0,1 poin persentase dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun angka Desember 2023 juga tercatat sebesar 5,1%.
- Suku Bunga Pinjaman
Bank Rakyat China (PBoC) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman utama tetap tidak berubah selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Januari, sesuai dengan ekspektasi pasar. Suku bunga acuan pinjaman satu tahun (LPR), yang menjadi patokan untuk sebagian besar pinjaman perusahaan dan rumah tangga, tetap di level 3,1%. Sementara itu, LPR lima tahun yang digunakan sebagai acuan untuk hipotek properti tetap berada di angka 3,6%.
- PMI Manufaktur
PMI Manufaktur NBS China turun tak terduga ke 49,1 pada Januari 2025, lebih rendah dari estimasi dan pembacaan Desember yang tercatat 50,1. Ini menandakan kontraksi pertama pada sektor manufaktur sejak September, serta penurunan tajam dalam lima bulan terakhir, yang dipengaruhi oleh aktivitas pabrik yang melambat menjelang perayaan Tahun Baru Imlek.
- PMI Non-Manufaktur
PMI Non-Manufaktur NBS China juga menurun menjadi 50,2 pada Januari 2025, turun dari level tertinggi sembilan bulan sebelumnya di angka 52,2 pada Desember. Penurunan ini mencerminkan melambatnya aktivitas ekonomi menjelang Festival Musim Semi, atau Tahun Baru Imlek.
Image source: AP/ beritariau.com
Indonesia
- Neraca Dagang, Ekspor dan Impor
Surplus perdagangan Indonesia menyempit menjadi USD 2,24 miliar pada Desember 2024, turun dari USD 3,29 miliar pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yang memperkirakan surplus sebesar USD 3,79 miliar, serta mencatatkan surplus terkecil sejak Februari. Impor Indonesia melonjak 11,07% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, melebihi perkiraan kenaikan sebesar 4,84%, dan mengalami lonjakan signifikan dibandingkan dengan kenaikan 0,01% pada bulan November. Di sisi lain, ekspor Indonesia tumbuh 4,78% yoy, mencatatkan pertumbuhan positif selama sembilan bulan berturut-turut, meskipun dengan laju pertumbuhan terlemah dalam enam bulan terakhir.
- Suku Bunga
Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) dari 6,00% menjadi 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 14 – 15 Januari 2025. Selain memangkas suku bunga acuan, BI juga memangkas suku bunga deposit facility di level 5% dan suku bunga lending facility di level 6,5%.
- Nilai Pinjaman
Nilai pinjaman di Indonesia meningkat sebesar 10,39% secara tahunan pada Desember 2024, angka terendah dalam 13 bulan terakhir, setelah sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 10,79% pada November.
- Jumlah Uang Beredar M2
Jumlah Uang Beredar M2 di Indonesia meningkat menjadi 9.210.800 Miliar IDR pada bulan Desember, dari 9.134.700 Miliar IDR pada bulan November 2024.
- Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, yang tidak termasuk investasi di sektor keuangan serta minyak & gas, melonjak 33,3% tahun-ke-tahun pada kuartal IV 2024, mencapai angka rekor tertinggi sebesar Rp245,8 triliun (USD 55,33 miliar). Ini mengikuti pertumbuhan 18,55% pada periode tiga bulan sebelumnya. Pencapaian ini menandai laju pertumbuhan tercepat dalam penanaman modal asing sejak kuartal IV 2022, yang didorong oleh sektor energi hijau, kendaraan listrik, dan manufaktur.
Trump Minta Suku Bunga AS Segera Turun, Angin Segar Bagi Obligasi Indonesia?
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, sebelumnya mendorong The Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga. Selama kampanye presiden 2024, ia juga mengindikasikan keinginannya untuk terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan moneter. Namun, pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Januari 2025, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%-4,50%.
Gubernur The Fed, Jerome Powell, menyatakan bahwa meskipun inflasi masih berada di level yang cukup tinggi, perkembangannya sejalan dengan target 2%. Selain itu, The Fed juga mencatat bahwa tingkat pengangguran tetap stabil di level rendah. Sebagai referensi, tingkat pengangguran di AS turun menjadi 4,1% pada Desember 2024 dari 4,2% pada bulan sebelumnya, lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan 4,2%. Jumlah pengangguran berkurang sebanyak 235.000 menjadi 6,886 juta orang, sementara jumlah pekerja meningkat 478.000 menjadi 161,661 juta orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja tetap di 62,5%, dan rasio pekerjaan terhadap populasi naik dari 59,8% menjadi 60%.
Powell juga menegaskan bahwa keputusan kebijakan The Fed akan didasarkan pada data ekonomi, terlepas dari pernyataan Donald Trump di World Economic Forum pekan lalu, yang menyarankan agar The Fed menurunkan suku bunga setelah kebijakan penurunan harga energi diterapkan. Powell memastikan bahwa The Fed akan tetap independen dan tidak akan terpengaruh oleh tekanan politik.
Dengan pasar tenaga kerja yang semakin sehat dan inflasi yang masih tinggi, hal ini biasanya berarti bahwa The Fed akan lebih hati-hati dalam menurunkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang. Adapun saat ini, pasar memperkirakan bahwa The Fed baru akan menurunkan suku bunganya pada pertemuan Juni 2025.
Selain itu, The Fed juga perlu mempertimbangkan dampak kebijakan Presiden Donald Trump terkait imigrasi, tarif, dan pajak terhadap perekonomian AS. Sejak dilantik menjadi Presiden AS, Trump telah melaksanakan sejumlah kebijakan berikut:
1. Mengumumkan Darurat Energi Nasional
Pada saat pelantikannya, Trump mengumumkan Darurat Energi Nasional. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) serta mengurangi biaya untuk konsumen. Trump juga menarik AS dari Paris Agreement yang bertujuan mengurangi emisi karbon global. Meskipun ini bertentangan dengan prospek ESG, kebijakan ini dinilai dapat menurunkan harga minyak, sehingga dapat meredakan inflasi dan memberikan dasar bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.
2. Kebijakan Pro Kripto
Trump menegaskan kembali komitmennya untuk menjadikan AS pusat utama untuk cryptocurrency dan kecerdasan buatan (AI). Dalam pidato terbarunya di World Economic Forum pada 23 Januari 2025, Trump mengungkapkan niatnya untuk menciptakan lingkungan regulasi yang mendukung industri kripto. Setelah itu, Trump menandatangani perintah eksekutif untuk membentuk kelompok kerja yang akan mengeksplorasi pembentukan cadangan nasional aset digital dan merancang kerangka regulasi untuk cryptocurrency. Selain itu, Trump juga melarang pembentukan mata uang digital bank sentral AS (CBDC) dan menegaskan kembali bahwa promosi kripto akan menjadi prioritas utamanya.
3. Negosiasi Tarif Impor AS ke China Lebih Melunak
Trump mengumumkan rencana penerapan tarif impor sebesar 10% terhadap China mulai 1 Februari 2025, dengan alasan bahwa negara tersebut diduga memasok narkotika ke AS melalui Kanada dan Meksiko. Atas dasar yang sama, Trump juga menetapkan tarif impor sebesar 25% bagi Kanada dan Meksiko. Namun, setelah melakukan negosiasi yang berjalan positif dengan Presiden China, Xi Jinping, ancaman tarif terhadap China mulai melunak dibandingkan dengan kebijakan yang sebelumnya ia janjikan dalam kampanye.
4. Deportasi Warga Asing dari AS
Sejak masa kampanye, Trump telah berkomitmen untuk memperketat kebijakan imigrasi ilegal. Sehari setelah dilantik, ia menandatangani perintah yang menetapkan “darurat nasional” di perbatasan selatan, mengerahkan lebih banyak pasukan ke wilayah tersebut, serta berjanji untuk mendeportasi imigran ilegal yang dianggap sebagai pelaku kriminal. Saat ini, diperkirakan terdapat sekitar 11 juta imigran tanpa dokumen resmi di AS. Dan hingga kini, pemerintahan Trump telah menangkap 538 imigran ilegal, sementara ratusan lainnya telah dideportasi menggunakan pesawat militer dalam operasi deportasi massal.
5. Bekukan Bantuan ke Luar Negeri
Setelah memutuskan keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Trump kini menginstruksikan penghentian hampir seluruh bantuan pembangunan luar negeri selama tiga bulan, sambil meninjau kesesuaian bantuan tersebut dengan kebijakan “America First.” Sebagai informasi, pada tahun 2023, AS memberikan bantuan luar negeri sebesar 72 miliar dolar AS. Sejumlah organisasi kemanusiaan dan pengawas HAM memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi membahayakan banyak komunitas di berbagai belahan dunia.
Dampak Kebijakan Trump ke Obligasi Indonesia
Kebijakan Darurat Energi Nasional yang bertujuan meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) serta menekan harga energi bagi konsumen diperkirakan dapat menurunkan harga minyak global. Jika harga minyak turun signifikan, inflasi AS berpotensi melandai lebih cepat dari perkiraan, yang dapat membuka peluang bagi The Fed untuk mulai memangkas suku bunga.
Pemangkasan suku bunga The Fed biasanya berdampak positif bagi negara berkembang seperti Indonesia, karena dapat mendorong arus modal kembali masuk ke aset berisiko, termasuk obligasi. Jika ekspektasi ini menjadi kenyataan, Bank Indonesia (BI) juga berpotensi menurunkan suku bunga, yang dapat memperkuat nilai tukar Rupiah serta meningkatkan minat investor terhadap obligasi Indonesia. Selain itu, sikap lebih moderat Trump terkait tarif impor China dapat mengurangi ketidakpastian ekonomi global, sehingga menarik arus modal asing kembali ke pasar obligasi dalam negeri.
Di sisi lain, kebijakan deportasi imigran yang dilakukan Trump berpotensi meningkatkan tekanan inflasi di AS akibat berkurangnya tenaga kerja, yang bisa mendorong kenaikan upah. Selain itu, keputusan untuk menghentikan sementara bantuan luar negeri juga dapat menciptakan ketidakpastian global dan meningkatkan permintaan terhadap aset safe-haven seperti Dolar AS. Jika Dolar AS menguat, Rupiah bisa mengalami tekanan, sehingga BI mungkin perlu mempertahankan suku bunga lebih lama untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Sementara itu, BI secara mengejutkan memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan dari 6,00% menjadi 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 14 – 15 Januari 2025. Selain memangkas suku bunga acuan, BI juga memangkas suku bunga deposit facility di level 5% dan suku bunga lending facility di level 6,5%. Saat BI menurunkan suku bunga, maka yield obligasi Indonesia cenderung turun, karena penurunan suku bunga meningkatkan daya tarik obligasi Indonesia bagi investor domestik dan asing, memperkuat Rupiah, serta menciptakan prospek ekonomi yang lebih baik.
Dampak dari penurunan suku bunga BI terlihat pada pergerakan yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun, yang mengalami penurunan setelah keputusan BI menurunkan suku bunga, sebelum akhirnya kembali naik pada 31 Januari 2025. Selain itu, yield obligasi AS tenor 10 tahun juga tercatat menurun sejak 14 Januari 2025.
Penurunan yield obligasi AS umumnya berdampak positif bagi pasar obligasi Indonesia, karena mendorong aliran modal asing masuk ke dalam negeri. Hal ini pun meningkatkan permintaan terhadap obligasi Indonesia, khususnya obligasi dengan tenor panjang, karena yield obligasi tenor panjang cenderung lebih menarik bagi investor dalam situasi ini. Penurunan suku bunga BI yang terjadi sebelumnya juga menunjukkan bahwa BI mendukung kebijakan moneter yang longgar untuk merangsang perekonomian.
Dengan ekspektasi bahwa suku bunga BI akan tetap rendah dan adanya kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed, maka obligasi tenor panjang lebih direkomendasikan karena menawarkan peluang keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan obligasi jangka pendek.
Rekomendasi: FR0097, FR0098, FR0100, FR0102, FR0103, FR0104, FR0106, F0107, Indois 34, Indon 47, Indon 45, Indon 49
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia