[Medan | 1 Agustus 2025] Grup usaha Prajogo Pangestu, yang dikenal menguasai berbagai sektor mulai dari energi terbarukan, petrokimia, hingga pertambangan, kembali menjadi sorotan pasar modal usai merilis laporan keuangan semester I-2025. Adapun berikut rangkuman kinerja masing-masing emiten dari Prajogo Pangestu:
1. PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA)
TPIA mencetak laba bersih sebesar USD 1,27 miliar atau sekitar Rp 21 triliun, didorong oleh keuntungan akuntansi dari negative goodwill atas akuisisi Aster Chemicals dari Shell. Namun, jika dikecualikan, operasional inti petrokimia mereka masih merugi usaha sebesar USD 99 juta, berbanding dengan rugi USD 13 juta di periode sama tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa kinerja dasar masih lemah meski tercatat laba bersih tinggi secara total.
2. PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN)
Emiten energi terbarukan ini membukukan laba bersih sebesar USD 65,5 juta (sekitar Rp 1,06 triliun), tumbuh 12,9% YoY, dengan pendapatan USD 300 juta (+3,4%). Margin EBITDA sangat tinggi, mencapai sekitar 86%, didorong oleh efisiensi biaya dan penurunan beban bunga sebesar 13%. Aset BREN mencapai USD 3,8 miliar, sementara ekuitas tercatat USD 814,8 juta.
3. PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN)
CUAN mencatat lonjakan pendapatan sebesar 49,2%, menjadi USD 462,1 juta, namun laba bersih hanya USD 1,9 juta, menyusut drastis sebesar 93% YoY. Beban pokok meningkat 70%, beban keuangan naik 116%, membuat margin operasional dan margin net turun ke level kritikal. Ekuitas menurun sedikit menjadi USD 560,3 juta, sementara liabilitas membesar menjadi USD 1,57 miliar.
4. PT Barito Pacific Tbk (BRPT)
BRPT mencetak laba bersih sebesar USD 539,82 juta, melonjak 1.465% YoY dibandingkan USD 34,5 juta di semester I-2024. Pendapatan konsolidasian tumbuh 179%, menjadi USD 3,23 miliar. Lonjakan kinerja ini terutama disebabkan oleh keuntungan akuntansi besar dari bargain purchase atas akuisisi Aster Chemicals. EBITDA tumbuh luar biasa 628%. Ekuitas perusahaan naik menjadi USD 6,206 miliar, sementara total aset meningkat ke USD 15,19 miliar.
5. PT Petrosea Tbk (PTRO)
PTRO mencatat pertumbuhan pendapatan 10,4% YoY, menjadi US$351,1 juta (±Rp 5,69 triliun). Laba kotor naik 20,9% menjadi USD 49,17 juta, dan laba sebelum pajak meningkat 59% menjadi USD 5 juta. Namun, laba bersih tergerus menjadi USD 1,07 juta (sekitar Rp 17,4 miliar), turun 18,6% YoY, karena beban pajak melonjak 130% menjadi USD 3,71 juta. Liabilitas membengkak menjadi USD 972 juta, sementara ekuitas turun menjadi USD 241 juta.
Jika dibandingkan secara menyeluruh, kinerja lima emiten Prajogo Pangestu pada semester I-2025 menunjukkan kontras yang tajam antara pencapaian akuntansi dan kekuatan operasional. BREN tampil sebagai perusahaan dengan fundamental paling sehat, ditopang margin EBITDA sangat tinggi dan pertumbuhan laba yang konsisten.
Berbeda dengan BRPT, yang memang mencetak lonjakan laba hingga ribuan persen, tetapi pertumbuhan tersebut lebih banyak disumbang oleh keuntungan akuntansi dari akuisisi, bukan dari peningkatan bisnis inti. TPIA juga berada dalam situasi serupa, di mana laba besar Rp 26 triliun belum mencerminkan keberhasilan operasional di tengah tekanan industri petrokimia.
Di sisi lain, CUAN menjadi sorotan negatif karena meski pendapatan naik signifikan, laba bersih anjlok hingga 93% akibat lonjakan biaya operasional dan beban keuangan. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya struktur biaya dan tingginya risiko leverage. PTRO menghadapi masalah yang hampir sama, meski pendapatannya bertumbuh, laba tetap tergerus akibat beban pajak dan liabilitas besar yang membatasi kemampuan perusahaan untuk memperkuat profitabilitas.
Secara keseluruhan, BREN menjadi pilihan paling menarik bagi investor jangka panjang karena stabilitas operasional dan tren positif di sektor energi terbarukan. BRPT menawarkan potensi jangka pendek berkat sentimen akuisisi, meski keberlanjutan pertumbuhan masih perlu dibuktikan. TPIA masih harus memperbaiki bisnis inti untuk menjadi kompetitif, sementara CUAN dan PTRO memerlukan langkah strategis yang lebih agresif untuk keluar dari tekanan yang membatasi prospek kinerjanya.