[Medan | 17 Januari 2025] Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata di Gaza mulai hari Minggu, 19 Januari 2025, yang akan berlangsung selama enam minggu. Kesepakatan ini diharapkan membawa dampak positif bagi stabilitas kawasan Timur Tengah yang selama ini terkendala oleh konflik yang berkepanjangan. Stabilitas geopolitik ini juga diperkirakan akan memengaruhi ekonomi global, termasuk pasar saham Indonesia.
Kawasan Timur Tengah memiliki peran penting sebagai penghasil utama minyak mentah dunia. Konflik yang berlangsung lama sering kali menyebabkan lonjakan harga minyak, yang berdampak pada inflasi global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya gencatan senjata, diharapkan ketegangan di wilayah tersebut dapat mereda dan harga minyak mentah menjadi lebih stabil.
Pada hari Rabu, 15 Januari 2025, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak Februari 2025 turun 1,67% atau $1,32, mencapai $77,50 per barel, setelah dilaporkan bahwa kedua pihak telah menyepakati rancangan gencatan senjata dan pembebasan sandera. Sementara itu, harga minyak Brent kontrak pengiriman Maret 2025 juga turun $1,09 atau 1,35%, ke level $79,92 per barel.
Keadaan geopolitik yang lebih stabil ini, bersama dengan keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) dari 6,00% menjadi 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025. Selain itu, BI juga mengurangi suku bunga deposit facility menjadi 5% dan suku bunga lending facility menjadi 6,5%.
Keputusan tersebut mengejutkan pasar, karena konsensus Bloomberg yang melibatkan 38 institusi sebelumnya memperkirakan suku bunga tetap di 6%. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa inflasi pada akhir 2024 tercatat sebesar 1,57% (yoy), yang merupakan tingkat terendah sejak 1958.
Terkait dengan pelemahan rupiah di awal tahun, Perry menyatakan bahwa depresiasi rupiah sebesar 1% (point-to-point) hingga 14 Januari 2025 lebih baik dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, seperti rupee yang melemah 1,2%, peso 1,33%, dan baht 1,92%.