PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berhasil mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun 2022. Laba bersih anak usaha PT Pertamina (Persero) ini meningkat 49,7% dari US$ 85 juta pada tahun 2021, menjadi US$ 127,3 juta pada tahun 2022.
PGEO juga membukukan peningkatan pendapatan operasional sebesar 4,7% year-on-year (yoy) yang berkontribusi pada kenaikan pendapatan sebesar US$ 17 juta. Menurut Corporate Secretary PGEO, Muhammad Baron, kenaikan harga eceran uap dan listrik, yang diukur dengan Producer Price Index (PPI) dan Consumer Price Index (CPI), merupakan salah satu alasan yang mempengaruhi kinerja PGEO.
Selain itu, biaya bisnis perusahaan menurun drastis sebagai akibat dari program produktivitas yang diterapkannya, yang berkontribusi pada peningkatan laba PGEO. Banyak biaya PGEO yang terlihat menurun, termasuk biaya pendapatan yang turun 5% menjadi US$ 173,20 juta. Dari sisi pendapatan lain-lain, PGEO juga membukukan penjualan carbon credit sebagai new revenue generator. PGEO memperoleh pendapatan dari penjualan karbon senilai US$ 747.000 sepanjang 2022.
Sebagai bagian dari upaya PGEO untuk meningkatkan kapasitas terpasang sebesar 600 megawatt (MW) pada tahun 2027, PGEO saat ini sedang membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 dengan kapasitas sebesar 55 MW yang direncanakan akan beroperasi secara komersial pada akhir tahun 2024 mendatang.
PGEO juga sudah menyelesaikan Front End Engineering Design (FEED) untuk fasilitas Fluid Collection and Reinjection System (FCRS), dan diharapkan beroperasi secara komersial pada tahun 2026. Adapun PGEO menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$250 juta pada 2023. Menurut Direktur Keuangan PGEO, Nelwin Aldriansyah, belanja modal pada tahun 2023 naik sebesar 316,67% dibandingkan dengan belanja modal pada 2022 yang bernilai US$ 60 juta.