[Medan | 19 Februari 2025] Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI rate di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 18-19 Februari 2025. Selain menahan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5% dan suku bunga lending facility di level 6,5%.
Berdasarkan laporan Seri Analisis Makroekonomi LPEM FEB UI, keputusan BI untuk menahan suku bunga didorong oleh berbagai faktor, baik dari sisi eksternal maupun domestik.
Dari perspektif global, sejak pelantikan Presiden Trump pada 20 Januari 2025, berbagai kebijakan yang diusung, seperti pengetatan arus migrasi yang berpotensi memperketat pasar tenaga kerja AS, pemangkasan pajak korporasi, serta penerapan tarif impor, berisiko mendorong inflasi AS dan meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.
Gabungan dari faktor-faktor ini turut memengaruhi arus modal di Indonesia dan pergerakan nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir. Selain itu, menjelang bulan Ramadan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat.
Sementara itu, pelonggaran kebijakan moneter The Fed yang mulai melambat serta perkembangan kebijakan ekonomi Presiden Trump juga berpotensi memengaruhi sentimen investor, meskipun arah dampaknya masih sulit diprediksi. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini serta volatilitas rupiah, BI masih menilai perlu untuk menahan suku bunga acuannya.
Adapun dari sisi domestik, inflasi pada Januari 2025 tercatat sebesar 0,76% (YoY), yang merupakan level terendah sejak tahun 2000 dan berada di bawah target BI. Namun, dalam beberapa bulan ke depan, terdapat potensi tekanan inflasi akibat, peningkatan permintaan mendekati bulan Ramadan yang diperkirakan akan mendorong harga lebih tinggi.
Secara keseluruhan, meskipun inflasi masih berada di batas bawah target BI, tekanan harga menjelang Ramadan dan Idul Fitri tetap menjadi perhatian. Selain itu, meskipun rupiah menunjukkan tren penguatan, pergerakannya masih cukup fluktuatif, sementara kebijakan moneter The Fed dan dinamika kebijakan Presiden Trump masih menjadi faktor yang harus diwaspadai dalam menentukan arah kebijakan ke depan.