[Medan | 8 Mei 2025] Pertemuan tingkat tinggi antara pejabat Amerika Serikat dan Tiongkok dijadwalkan berlangsung di Swiss pada 9–12 Mei 2025. Agenda ini menjadi momen krusial di tengah memanasnya tensi dagang antara dua ekonomi terbesar dunia yang saling balas menaikkan tarif impor.
Delegasi Tiongkok dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri He Lifeng, sedangkan Amerika Serikat mengutus Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Selain membahas isu perdagangan bilateral, mereka dijadwalkan bertemu dengan Presiden Swiss Karin Keller-Sutter untuk membahas stabilitas ekonomi global.
Ketegangan kian meningkat sejak Presiden AS Donald Trump kembali menjabat dan menetapkan bea masuk baru hingga 145% terhadap berbagai produk asal Tiongkok. Sebagai respons, Beijing juga menerapkan tarif balasan hingga 125% terhadap barang-barang asal AS. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran atas dampaknya terhadap rantai pasok global dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Menanggapi situasi ini, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, Erwin Gunawan Hutapea, menyebut bahwa negosiasi ini memiliki implikasi signifikan bagi perdagangan dan pasar keuangan global. Ia menggambarkan dinamika antara AS dan Tiongkok seperti “dua gajah yang sedang bertarung”, dan menekankan bahwa negara-negara lain hanya bisa menanti arah perundingan.
Meskipun begitu, Erwin menyampaikan optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia, yang diperkirakan akan tetap tumbuh positif di tengah ketidakpastian global. Bank Indonesia sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 di kisaran 4,7–5,5%, sementara BPS mencatat pertumbuhan kuartal I-2025 sebesar 4,87%.