[Medan | 15 Agustus 2024] Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp 93,4 triliun hingga Juli 2024, yang setara dengan minus 0,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Meskipun begitu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut defisit ini masih relatif kecil dibandingkan dengan total target defisit APBN tahun ini yang sebesar 2,2% dari PDB. Adapun defisit APBN ini disebabkan karena pendapatan negara yang turun sementara belanja negara meningkat.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pendapatan negara per Juli 2024 tercatat mencapai Rp 1.545,4 triliun atau turun 4,3% yoy dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi ini setara 55,1% dari target APBN 2024. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp 1.638,8 triliun atau meningkat 12,2% yoy dari periode sma tahun lalu. Realisasi ini setara 49,3% yoy dari target APBN 2024.
Meskipun defisit terjadi, keseimbangan primer APBN hingga Juli 2024 masih mencatat surplus sebesar Rp 179,3 triliun. Sebagai informasi, defisit APBN terjadi ketika pengeluaran negara melebihi pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun anggaran, yang berarti pemerintah mengeluarkan lebih banyak uang daripada yang dihasilkan melalui berbagai sumber pendapatan seperti pajak, bea cukai, atau dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan bahwa jika defisit APBN terus melebar, rasio utang pemerintah terhadap PDB bisa meningkat. Dalam laporan IMF bertajuk “IMF Executive Board Concludes 2024 Article IV Consultation with Indonesia”, mereka melakukan simulasi yang menunjukkan bahwa jika defisit APBN mencapai 3% dari PDB selama lima tahun berturut-turut, rasio utang terhadap PDB dapat naik hingga 41%.
IMF pun menekankan bahwa pelebaran defisit anggaran dan kenaikan rasio utang bakal berdampak terhadap ruang fiskal yang menjadi semakin terbatas, mempengaruhi kepercayaan investor, hingga pada akhirnya berdampak terhadap biaya pembiayaan yang lebih besar lewat instrumen pasar keuangan.