Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juli 2023 tercatat sebesar 3,2% (yoy), atau meningkat dari data inflasi bulan Juni 2023 lalu yang sebesar 3%. Kenaikan inflasi AS ini pun terjadi untuk yang pertama kalinya dalam 13 bulan terakhir, sehingga muncul kekhawatiran bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan.
Berdasarkan data Biro Statistik AS, inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga sewa rumah yang tinggi. Sedangkan, biaya barang seperti kendaraan dan furnitur malah turun. Sebagai informasi, harga sewa rumah di AS tercatat naik 0,2% setiap bulannya dan kondisi ini menyumbang 90% dari inflasi Juli 2023.
Di sisi lain, inflasi inti AS tercatat naik 4,7% (yoy). Realisasi tersebut pun berhasil menyentuh level terendah sejak 2021, tetapi angka tersebut masih tetap berada di atas target The Fed yakni sebesar 2%. Namun, sekalipun inflasi masih tergolong cukup tinggi, angka ini telah melambat hampir setiap bulan sejak mencapai puncaknya di 6,6% pada September 2022.
Adapun, para pejabat The Fed sendiri telah terpecah dalam memproyeksikan sikap bank sentral kedepannya. Satu faksi dari komite penetapan kebijakan The Fed berpendapat bahwa kenaikan suku bunga sudah tidak lagi diperlukan. Sementara kelompok lain berpendapat bahwa berhenti terlalu cepat dapat menimbulkan risiko inflasi kembali meningkat.
The Fed sendiri memperkirakan masih akan dua kali kenaikan suku bunga hingga akhir tahun 2023 ini, yang dimana kenaikan pertama telah dilakukan pada Juli 2023. Meski begitu, masih belum diketahui dengan jelas apakah akan ada kenaikan kedua. Adapun, gubernur The Fed, Michelle Bowman, berpendapat bahwa The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk memulihkan stabilitas harga. Sementara itu, Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, juga memproyeksikan bahwa The Fed masih akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% di pertemuan November mendatang.