[Medan | 31 Juli 2024] Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa posisi utang pemerintah per semester I-2024, atau hingga Juni 2024, mencapai Rp 8.444,87 triliun. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 1,09% dibandingkan posisi utang pada akhir Mei 2024 yang tercatat sebesar Rp 8.353,02 triliun.
Rincian utang menunjukkan bahwa 87,85% atau Rp 7.418,76 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), sementara 12,15% atau Rp 1.026,11 triliun berasal dari pinjaman. Secara rinci, utang SBN terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 5.967,7 triliun, yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.732,71 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp 1.234,99 triliun.
Sementara itu, utang SBN dalam mata uang asing mencapai Rp 1.451,07 triliun, yang terdiri dari SUN sebesar Rp 1.091,63 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp 359,44 triliun. Utang dari pinjaman terbagi menjadi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 988,01 triliun.
Sementara berdasarkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), posisi utang tercatat sebesar 39,13% dari PDB, yang juga meningkat dibandingkan rasio bulan sebelumnya yang sebesar 38,71%. Angka ini hampir mencapai level 40% dari PDB, seperti pada saat pandemi Covid-19, dimana rasio utang terhadap PDB pada Desember 2021 mencapai 40,74%. Untuk Desember 2022, rasio ini tercatat sebesar 39,70%, dan pada Desember 2023 sebesar 39,21%.
Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susanto, menyatakan bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB masih berada dalam batas aman. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas maksimum rasio utang pemerintah adalah 60% dari PDB.
Namun, jika dilihat dari indikator lain, seperti yang ditetapkan oleh lembaga internasional, rasio utang pemerintah terhadap pendapatan telah mencapai 300% per 31 Mei 2024. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2023 yang hanya 292,6%.
Oleh karena itu, Akbar menganggap bahwa posisi utang pemerintah terhadap pendapatan sudah tidak aman karena melebihi batas yang ditetapkan oleh International Monetary Fund (IMF), yaitu antara 90% hingga 150%. Selain itu, angka ini juga melampaui batas yang ditentukan oleh International Debt Relief, yang berkisar antara 92% hingga 167%.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core), Yusuf Rendy, berpendapat bahwa dengan mempertimbangkan sejarah perkembangan utang pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, ada potensi posisi utang pemerintah akan menembus Rp 9.000 triliun pada akhir 2024. Ia menekankan pentingnya pemerintah memperhatikan perkembangan utang dan rasio utangnya terhadap PDB, serta perlu mengurangi rasio utang terhadap PDB ke level sebelum pandemi Covid-19, yaitu di bawah 30%.