[Medan | 24 Oktober 2023] Mata uang Rupiah terus menghadapi tekanan serius pada pekan ini, terutama setelah ketegangan meningkat akibat konflik yang belum mereda antara Israel dan Palestina. Peningkatan ketegangan geopolitik global ini juga kemudian semakin diperparah oleh langkah hawkish The Federal Reserve (The Fed) untuk kembali menaikkan suku bunga, sehingga menguatkan mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) dan memicu pelemahan Rupiah.
Bahkan, pada perdagangan hari Senin pagi (23/10/2023), mata uang Rupiah sudah mendekati level Rp 16.000 atau tepatnya berada di level Rp 15.909 per dolar AS. Adapun menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Rupiah berpotensi berada dalam rentang Rp 15.700 – Rp 15.900 per dolar AS sampai akhir Oktober 2023.
Pelemahan Rupiah yang terjadi terus menerus ini juga direspons Bank Indonesia (BI) dengan menaikan suku bunga acuan ke level 6% pada pekan lalu. Langkah ini pun diharapkan dapat mempertahankan daya tarik investasi aset Rupiah di tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat.
Di sisi lain, Menteri Keuangan menegaskan bahwa ekonomi Indonesia masih mampu bertahan di tengah tantangan global. Menurutnya, ekonomi Indonesia diprediksi bakal tumbuh 5% tahun depan, lebih tinggi dari prediksi pertumbuhan ekonomi global di angka 2,9-3%. Adapun, ada beberapa faktor global penting yang perlu dipantau dengan cermat, terutama keputusan yang akan diambil oleh The Fed dalam pertemuan FOMC pada awal November 2023.
Menurut Josua, tekanan terhadap Rupiah berpotensi berlanjut jika kebijakan The Fed tetap cenderung hawkish. Namun, jika The Fed memilih pendekatan dovish dan mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan suku bunga pada tahun depan, Josua memperkirakan Rupiah dapat menguat ke kisaran Rp 15.400 – Rp 15.600 pada akhir tahun 2023.