[Medan | 26 September 2025] Nilai tukar rupiah kembali tertekan pada akhir perdagangan Kamis (25/9/2025). Rupiah ditutup melemah 65 poin atau 0,39 persen ke level Rp16.749 per dolar Amerika Serikat (AS), mendekati ambang Rp16.800. Posisi ini lebih lemah dibanding penutupan sehari sebelumnya di Rp16.684 per dolar AS. Sementara kurs acuan JISDOR Bank Indonesia juga terkoreksi ke Rp16.752 per dolar AS.
Menurut analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, pelemahan rupiah tidak terlepas dari kombinasi faktor global dan domestik. Dari dalam negeri, disiplin fiskal pemerintah menjadi sorotan. Meski belanja negara semakin ekspansif, sumber pembiayaan masih banyak bertumpu pada utang, sementara minat asing terhadap obligasi negara terus menurun. Kepemilikan asing yang dulu sempat mendekati 40 persen kini berada di bawah 20 persen. Kondisi ini membuat Bank Indonesia harus menutup celah pembiayaan melalui burden sharing dengan menyerap obligasi negara.
Situasi tersebut menimbulkan risiko tambahan terhadap stabilitas makro, terutama potensi inflasi. Rasio pajak Indonesia yang masih di bawah 10 persen mempersempit ruang untuk mengandalkan penerimaan pajak dalam mendukung belanja negara. Menurut Rully, solusi jangka panjang adalah mempercepat industrialisasi agar basis pajak dari perusahaan dan tenaga kerja bisa bertambah serta mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang.
Dari sisi eksternal, rupiah juga tertekan oleh nada hawkish Ketua Federal Reserve Jerome Powell. Powell menegaskan pemangkasan suku bunga The Fed masih akan terbatas dengan alasan menjaga inflasi yang berpotensi meningkat akibat kebijakan tarif. Pernyataan tersebut memperuncing perbedaan pandangan di internal The Fed, di mana sebagian anggota lebih dovish dan mendorong penurunan suku bunga lanjutan. Ketidakselarasan sikap ini meningkatkan ketidakpastian global, mendorong penguatan dolar AS dan memberi tekanan tambahan bagi mata uang emerging market, termasuk rupiah.