[Medan | 30 September 2024] Posisi utang pemerintah mengalami penurunan sebesar Rp 40,76 triliun, dari Rp 8.502,69 triliun pada akhir Juli 2024 menjadi Rp 8.461,93 triliun pada akhir Agustus 2024. Menurut Riko Amir, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penurunan ini disebabkan oleh pembayaran utang yang jatuh tempo pada Agustus.
Seiring dengan penurunan utang, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga turun menjadi 38,49% dari 38,68% di bulan sebelumnya. Riko menegaskan bahwa rasio ini masih dalam batas aman, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara yang menetapkan batas maksimal rasio utang sebesar 60% terhadap PDB.
Dalam Buku APBN KiTa edisi September 2024, Kemenkeu menjelaskan bahwa dari total utang sebesar Rp 8.461,93 triliun per akhir Agustus 2024, mayoritas berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.452,56 triliun atau 88,07%, sementara sisanya sebesar 11,93% berasal dari pinjaman senilai Rp 1.009,37 triliun.
Komposisi utang yang berasal dari penerbitan SBN terbagi menjadi SBN Domestik sebesar Rp 6.063,41 triliun dan SBN Valas sebesar Rp 1.389,14 triliun. Pinjaman senilai Rp 1.009,37 triliun terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 39,63 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 969,74 triliun.
Selain itu, laporan tersebut menyebutkan bahwa pada akhir Agustus 2024, kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi 85,5%, sementara investor asing memegang sekitar 14,5%. Dari jumlah tersebut, lembaga keuangan domestik menguasai 41,3% kepemilikan SBN, dengan perincian perbankan 19,2%, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9 %, serta reksadana 3,2%.