Pada hari Selasa (5/2/2023), Bank sentral Australia mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Keputusan mengejutkan ini pun mendorong dolar Australia naik sebesar 1,3% ke level US$ 0,6715.
Reserve Bank of Australia (RBA) menaikkan suku bunga menjadi 3,85% pada akhir pertemuan keputusan kebijakannya di bulan Mei dan menyatakan bahwa pengetatan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menjamin bahwa inflasi kembali ke tingkat yang dapat dikelola.
Sebagai informasi, sejak Mei tahun 2022 lalu, total kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan sudah mencapai 375 basis poin dan suku bunga saat ini tercatat berada di level tertinggi sejak awal 2012. Ini juga merupakan pengetatan tercepat dalam sejarah modern negara tersebut.
Sebelumnya, pasar dan sebagian besar analis mengantisipasi RBA menjadi lebih dovish karena penurunan inflasi inti yang lebih lambat dari yang diperkirakan. RBA juga menyatakan pada pertemuan kebijakan sebelumnya bahwa ekonomi belum merasakan dampak dari langkah pengetatan yang telah dilakukan.
Menurut data harga konsumen kuartal I-2023, inflasi di Australia menurun dari level tertinggi selama 33 tahun. Namun setelah memperhitungkan kenaikan pada hari Selasa, RBA memperkirakan inflasi masih akan kembali ke 3%. RBA mengklaim bahwa meskipun inflasi Australia telah melewati puncaknya, angka tersebut masih terlalu tinggi dan akan membutuhkan waktu untuk turun kembali ke kisaran target.
Adapun, inflasi saat ini diproyeksikan akan melambat menjadi 4,5% di tahun 2023 dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 4,75%. Sementara itu, Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed bakal menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada 2-3 Mei 2023 mendatang.
Sementara itu, pasar memproyeksi kenaikan sebesar 25 bps di tengah dilema bank sentral yang dihadapkan dengan pilihan antara menahan inflasi dengan menaikkan suku bunga tinggi, atau menyelamatkan krisis perbankan dengan menahan dorongan untuk menaikkan suku bunga tajam.