Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perladangan dan Komoditas Malaysia Dato Sri Fadillah Yusof dalam konferensi pers mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, berencana mengirim utusan ke Uni Eropa untuk membahas dampak undang-undang deforestasi baru blok tersebut terhadap sektor minyak sawit mereka.
Sebelumnya, Uni Eropa pada bulan Desember menyetujui undang-undang deforestasi yang mewajibkan perusahaan untuk membuat pernyataan uji tuntas yang menunjukkan kapan dan di mana komoditas mereka diproduksi dan memberikan informasi yang “dapat diverifikasi” bahwa mereka tidak ditanam di lahan yang digunduli setelah tahun 2020, atau berisiko terkena denda yang besar.
Sebagai tanggapan atas undang-undang deforestasi ini, Malaysia mengatakan pada bulan lalu bahwa mereka berencana untuk menghentikan ekspor minyak sawit ke UE. Sementara itu, jadwal kunjungan ke Uni Eropa masih akan diatur, menimbang perlu persetujuan dari pihak-pihak terkait yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC). CPOPC disebut bermaksud untuk terus terlibat dengan Uni Eropa dalam mencari hasil yang menguntungkan bagi negara produsen maupun konsumen.
Selain itu, Indonesia dan Malaysia juga hendak menjelaskan tentang komitmen atas prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability) dan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam pengembangan industri kelapa sawit saat nanti berkunjung ke Uni Eropa. Baik Airlangga maupun Fadillah mengharapkan komitmen Indonesia dan Malaysia bisa diterima oleh Uni Eropa dan dunia global.