Pada hari Selasa (13/6/2023) malam, AS mengumumkan inflasi Mei melandai ke 4% dari 4,9% pada April, menjadi yang terendah sejak Maret 2021. Inflasi Mei ini juga lebih rendah dari ekspektasi pasar di 4,1%. Sementara itu, inflasi inti (di luar kelompok volatile) tercatat sebesar 5,3% (yoy), yang juga menjadi rekor terendah sejak November 2021.
Melandainya inflasi AS ini didorong oleh turunnya harga energi dan makanan, dimana harga komoditas energi terkoreksi 11,7% (yoy) pada Mei, jauh lebih dalam dibandingkan koreksi 5,1% pada April. Inflasi bahan makanan juga melandai ke 6,7% (yoy) pada Mei, dibandingkan 7,7% (yoy) pada bulan sebelumnya. Meskipun begitu, kenaikan masih terjadi pada beberapa komoditas seperti apparel, rumah, dan layanan transportasi.
Dengan ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan, para ekonom berpendapat bahwa The Fed harus menghentikan kenaikan suku bunga lebih lanjut sambil mengevaluasi dampak dari langkah-langkah yang telah diambil sejauh ini. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas sebesar 91,9% The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya di 5%-5,25%.
Peluang the Fed untuk menghentikan kenaikan suku bunga ini pun tentunya bisa menjadi katalis positif bagi pasar keuangan terutama di emerging market termasuk Indonesia. Adapun, saat ini bank sentral AS (The Fed) tengah menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC), dan akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada hari Rabu ataupun Kamis dini hari waktu Indonesia.