Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah akan mulai mengurangi skala insentif perpajakan seiring dengan membaiknya kondisi dunia usaha. Sebagaimana diketahui, kondisi dunia usaha mengalami keterpurukan ketika wabah Covid-19 melanda pada awal tahun 2020. Hal ini antara lain disebabkan oleh kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat.
Namun, ia mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendukung dan membuat kebijakan demi tercapainya realisasi investasi tahun ini yang ditargetkan Rp 1.400 triliun. Ia juga mengatakan bahwa fasilitas tax allowance dan tax holiday yang telah diatur dengan standar peraturan pemerintah akan tetap diberikan. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa pihaknya akan menyiapkan segala fasilitas sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk memajukan dunia usaha, khususnya sektor industri, agar cepat berkembang di tanah air.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) menyatakan bahwa pemerintah masih memperdebatkan apakah akan menawarkan insentif pajak baru tahun ini untuk menstimulus perekonomian. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan bahwa tunjangan pajak yang diberikan selama wabah akan diberikan kepada pemilik usaha jika dianggap masih diperlukan saat itu. Pemerintah tidak akan terus menawarkan insentif jika tidak lagi diperlukan. Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), menyatakan pihaknya akan berhati-hati dan memikirkan pemberian insentif yang ditanggung pemerintah (DTP). Dia mengklaim bahwa pemerintah mengumpulkan pajak sebesar 1,5% dari PDB setiap tahun (PDB).
Sebagai informasi, selama masa puncak penyebaran pandemi Covid-19, yakni antara tahun 2020 hingga 2022, pemerintah memberikan ragam insentif perpajakan bagi pengusaha dalam Program Pemulihan Ekonomi Nansional (PEN). Namun Suryo belum menjelaskan insentif dalam PEN mana yang akan dipertimbangkan untuk diperpanjang.
Insentif tersebut di antaranya, insentif perpajakan diberikan dalam bentuk penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22%, serta skema insentif pajak lainnya bagi sektor industri yang terdampak pandemi. Program insentif pajak tersebut terdiri dari PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP UMKM, pembebasan tarif impor dan PPh Pasal 22 impor, pengurangan pembayaran cicilan PPh Pasal 25, dan PPN atas sewa unit di mall DTP.
Selain itu, ada pula insentif untuk mendorong konsumsi kelas menengah, berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP untuk kendaraan bermotor dan PPN DTP untuk rumah. Bahkan, setelah program PC-PEN berakhir pada 2022, kebijakan tarif PPh badan sebesar 22% tetap berlaku, termasuk insentif berupa batas peredaran bruto atau omzet tidak kena pajak senilai Rp 500 juta pada Wajib Pajak orang pribadi UMKM.