Ekonomi China diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata China diproyeksi berada pada tingkat 3- 4% per tahun, dan mengalami stagnasi seperti yang terjadi di Jepang. Sebelumnya, China berharap bisa menyusul Amerika Serikat (AS) dalam hal pembangunan ekonomi. Namun, ekonom senior dari American Enterprise Institute, Desmond Lachman, mengungkapkan bahwa China kemungkinan besar tidak akan mampu melampaui AS dalam satu atau dua dekade ke depan.
Hal ini pun dikarenakan pertumbuhan ekonomi China yang lambat dan tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan kaum muda membuat proyeksi tersebut sulit terwujud. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi China memang berhasil menyentuh angka 6,3% pada kuartal II-2023, namun angka ini dianggap kurang memuaskan karena adanya dampak pandemi COVID-19 tahun sebelumnya.
Karna itu, para pemimpin China pun harus menghadapi tekanan untuk mencari solusi jangka pendek dan perbaikan jangka panjang terhadap kondisi ekonomi. Adapun, para ekonom menyatakan bahwa masalah struktural, seperti pecahnya gelembung di sektor properti, ketidakseimbangan antara investasi dan konsumsi, utang pemerintah daerah yang tinggi, serta pengaruh Partai Komunis atas sektor swasta dan masyarakat, menyebabkan hilangnya momentum pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, China juga tengah menghadapi masalah demografis, dengan tenaga kerja dan basis konsumen yang menyusut sementara kelompok pensiunan berkembang. Adapun secara keseluruhan, para ekonom mengaku tidak optimistis mengenai pertumbuhan ekonomi China dalam jangka menengah hingga jangka panjang, mengingat berbagai tantangan struktural dan kondisi internal maupun eksternal yang sedang dihadapinya.