Semenjak Indonesia pulih dari pembatasan perjalanan terkait COVID-19, konsumsi bensin naik, meskipun pertumbuhan diperkirakan akan sedikit melambat seiring dengan perekonomiannya. Peningkatkan ini pun mendorong pemerintah untuk meningkatkan jumlah impor bensin pada tahun 2023.
Peningkatan impor dari Indonesia akan membuat pasar bensin regional lebih kompetitif dan mungkin meningkatkan keuntungan bahan bakar di kilang Asia. Sebagai bagian dari dorongan bahan bakar nabati yang akan melengkapi penggunaan biodiesel yang sudah tersebar luas di negara ini, hal ini juga dapat mempercepat rencana untuk menambahkan metanol dan etanol ke dalam bensin untuk mengurangi ketergantungannya pada impor.
Menurut konsultan Rystad Energy, konsumsi bensin Indonesia akan mencapai rekor tertinggi 670.000 barel per hari (bph) pada 2023, naik dari rekor 635.000 bph pada 2022. Dibandingkan dengan tahun 2022, Refinitiv Oil Research juga memperkirakan bahwa impor akan meningkat menjadi sekitar 15 juta ton (345.000 bpd) pada tahun 2023.
Dengan pembangunan dan mobilitas ekonomi negara Indonesia yang kuat, permintaan diperkirakan akan tetap tinggi. Namun, karena kenaikan harga bahan bakar yang berulang tahun lalu dan kemungkinan konsekuensi resesi, pertumbuhan diantisipasi akan melambat.
Pada awal September, Indonesia menaikkan harga BBM bersubsidi sekitar 30% sebagai bagian dari upaya mengendalikan kenaikan belanja anggaran. Meskipun demikian, subsidi pemerintah, yang menyumbang sekitar 50% dari harga eceran bensin, telah membantu pelanggan mengatasi dampak melonjaknya biaya energi.
Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan jumlah bensin yang disalurkan dengan tarif bersubsidi tahun ini. Menurut perkiraan regulator minyak dan gas hilir BPH Migas, penjualan bensin bersubsidi mencapai 29,81 juta kl (513.700 bpd) pada tahun 2022. BPH Migas juga menyampaikan bahwa sebanyak 32,56 juta liter bensin bersubsidi telah disiapkan untuk disalurkan tahun ini.