Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo mengutarakan pandangannya mengenai aliran kredit yang dinilai kurang mengalir di sektor perbankan. Tampaknya, ada kemungkinan bahwa sebagian dana bank ditempatkan pada instrumen investasi buatan Bank Indonesia (BI).
Meski begitu, pertumbuhan kredit perbankan tak semegah yang diharapkan pada awal tahun ini. Data Oktober 2023 menunjukkan pertumbuhan kredit baru mencapai 8,99% secara tahunan, senilai Rp 6.903 triliun. Meskipun angka ini mengalami peningkatan dari bulan-bulan sebelumnya, tapi tetap belum menyentuh pertumbuhan dua digit yang diimpikan.
Ternyata, dana perbankan yang ditempatkan di BI juga merosot. Data OJK mencatat total dana yang ditempatkan pada BI mencapai Rp 915,87 triliun, mengalami penurunan 6,82% secara tahunan. Penurunan ini terjadi pada instrumen Giro dan Fine Tune Operation (FTO). Namun, instrumen Fasbi mencatat kenaikan tipis 2,37% YoY menjadi Rp 129,79 triliun.
Ekonom dari Universitas Bina Nusantara, Doddy Ariefianto, menyatakan bahwa pertumbuhan kredit yang belum optimal terkait dengan rasio alat likuid yang dinilai cukup tinggi. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa bank tidak bisa dipaksa untuk terus menyalurkan kredit, mengingat prospek pertumbuhan ekonomi yang belum sepenuhnya meyakinkan.
Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia telah menyiapkan insentif, termasuk penurunan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) mulai Desember 2023. Ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas likuiditas sebesar Rp 81 triliun dan mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit guna menjaga stabilitas sistem keuangan.
Bagaimana pendapatmu, Sobat Ekonomi? Semoga langkah-langkah ini bisa mendukung pertumbuhan ekonomi tanah air, ya! ????????????