Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan pentingnya hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah untuk negara ini. Setelah sukses melaksanakan hilirisasi nikel pada 2020 lalu, salah satunya dengan melarang ekspor bijih nikel, Presiden akan kembali melanjutkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah pada komoditas tambang lainnya, seperti bauksit, tembaga, timah, hingga emas.
Jokowi mengungkapkan bahwa hilirisasi yang dilakukan pada komoditas nikel telah membuahkan hasil mencapai US$ 30 miliar, dibandingkan sebelumnya hanya sebesar US$ 1,1 miliar saat Indonesia masih mengekspor bahan mentah. Menurut Presiden, jika strategi ini dijalankan secara konsisten, Indonesia akan menjadi negara maju.
Ia juga menambahkan bahwa masih banyak sumber daya alam lainnya yang bisa diolah untuk meningkatkan nilai tambah, seperti laut. Menurutnya, saat ini Indonesia menjadi eksportir rumput laut nomor 1 dunia, tapi masih hanya sebatas bahan mentah. Beda dengan China yang bisa menjadi importir nomor 1 rumput laut di dunia sekaligus eksportir terbesar keratin.
Secara keseluruhan, menurut proyeksi Jokowi, dampak hilirisasi dari industri minyak, gas, dan kelautan bisa mencapai US$715 miliar dan menyerap 9,6 juta lapangan kerja. Karena itu, dia mendesak sektor jasa keuangan untuk membantu mendorong inisiatif hilirisasi, yang menjadi sorotan pemerintah tahun ini.