PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 Maret 2024
1 Maret 2024 | 15 Maret 2024 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 7.316 | 7.433 | 117 | 1.6% |
LQ45 | 990 | 1.012 | 22 | 2.2% |
EIDO | 22.4 | 23.0 | 0.6 | 2.7% |
Japan Nikkei 225 | 39.254 | 38.548 | -706 | -1.8% |
Shanghai CI | 3.013 | 3.031 | 18 | 0.6% |
Dow Jones | 38.996 | 38.906 | -90 | -0.2% |
Nasdaq | 16.092 | 16.129 | 37 | 0.2% |
Emas | 2.051 | 2.165 | 114 | 5.6% |
Saham BBRI Kembali Sentuh All Time High di Hari Terakhir Cum Date Dividen!
Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) tercatat berhasil menembus rekor all time high (ATH) di level Rp 6.400 per saham pada perdagangan hari Rabu (13/3/2024). Harga saham BBRI bahkan sempat menyentuh level Rp 6.450, yang merupakan harga tertinggi yang pernah dicapai BBRI, memecahkan rekor-rekor sebelumnya.
Melesatnya saham BBRI ini pun bertepatan dengan hari terakhir periode cum date dividen tunai BBRI untuk tahun buku 2023 yang jatuh pada hari Rabu, 13 Maret 2024. Sebagai informasi, BBRI akan membagikan dividen sebesar 80% dari laba bersih tahun buku 2023 atau setara dengan Rp 319 per lembar saham. Namun setelah dikurangi dividen interim yang telah dibayarkan pada 18 Januari 2024 seebsar Rp 12,66 triliun atau sebesar Rp 84 per saham, maka pada pembagian dividen kali ini menjadi sebesar Rp 35,43 triliun atau Rp 235 per saham.
BBRI sendiri berhasil mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 60,4 triliun di sepanjang tahun 2023. Angka tersebut pun berhasil meningkat 17,5% dibandingkan dengan capaian tahun 2022 yang sebesar Rp 51,4 triliun. Pertumbuhan laba BBRI ini pun didukung oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dari tahun sebelumnya sebesar Rp 124,59 triliun menjadi sebesar Rp 135,18 triliun.
Tak hanya itu, pendapatan non bunga BRI juga tercatat meningkat 12,61% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 53,29 triliun. Sementara dari sisi penyaluran kredit, BRI mampu mencatatkan pertumbuhan kredit 11,2% menjadi Rp 1.266,4 triliun. Pertumbuhan tersebut sedikit lebih tinggi dari kredit secara industri yang sekitar 10,4% YoY. Adapun segmen UMKM masih menjadi mayoritas penyaluran kredit BRI dengan porsi mencapai 84,4% atau senilai Rp 1.068,7 triliun. Alhasil, aset bank BBRI tercatat semakin jumbo mencapai Rp 1.965 triliun atau naik sekitar 5,36% YoY.
Berikut jadwal pembagian dividen final BBRI:
– Cum dividen di pasar reguler & negosiasi: 13 Maret 2024
– Cum dividen di pasar tunai: 15 Maret 2024
– Ex dividen di pasar reguler & negosiasi: 14 Maret 2024
– Ex dividen di pasar tunai: 18 Maret 2024
– Recording date: 15 Maret 2024
– Tanggal pembayaran dividen: 28 Maret 2024
Inflasi AS Naik Jadi 3,2% pada Februari 2024, The Fed Batal Tahan Suku Bunga?
Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa inflasi Amerika Serikat (AS) tercatat menyentuh 3,2% year-on-year (yoy) pada Februari 2024. Sementara secara bulanan, inflasi AS melesat 0,4% month-on-month (MoM), lebih tinggi dari bulan Januari yang mencapai 0,3%. Kemudian, inflasi inti yang tidak termasuk komponen energi dan pangan juga naik 3,8% yoy, alias di atas perkiraan sebesar 3,7% yoy. Inflasi inti bulanan juga mencapai 0,4% MoM melebihi ekspektasi 0,3%.
Kenaikan inflasi ini pun terjadi di tengah tingginya biaya bensin dan tempat tinggal, dimana harga bensin terpantau rebound 3,8% setelah turun 3,3% di Januari, dan Shelter, termasuk harga sewa, naik 0,4% setelah naik 0,6% di bulan sebelumnya. Di sisi lain, kenaikan inflasi AS pada bulan Februari nampaknya akan mendorong Federal Reserve, bank sentral AS, untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menentukan kebijakan pelonggaran moneter.
Sebagai informasi, para pembuat kebijakan Fed selanjutnya akan bertemu pada 19-20 Maret, di mana mayoritas memperkirakan Fed akan mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5%. Adapun berdasarkan survei yang dilakukan Reuters belum lama ini, sebanyak 108 ekonom yang terlibat dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan suku bunga The Fed akan berada di kisaran 5,25% – 5,50%. Sementara itu, 72 ekonom menyebut penurunan tersebut akan terjadi di bulan Juni.
Intip Potensi Dividen Saham Batu Bara di Tahun 2024 Ini!
Beberapa saham di sektor batu bara telah mengumumkan laporan keuangan untuk tahun 2023, dimana UNTR menjadi emiten batu bara dengan penurunan laba bersih terkecil, hanya sebesar 2%, sedangkan ITMG mencatatkan penurunan laba bersih terbesar, mencapai 59%. Penurunan kinerja emiten batu bara ini dipicu oleh penurunan harga batu bara dunia sepanjang tahun 2023.
Adapun harga batu bara pada akhir tahun 2023 tercatat turun 64,85% menjadi US$ 136,95 per ton. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk perlambatan ekonomi China yang semakin nyata, terlihat dari penurunan impor China sepanjang tahun 2023. Selain itu, musim dingin yang lebih hangat dari biasanya di Eropa pada periode Oktober hingga Desember 2023 juga menyebabkan penurunan permintaan terhadap batu bara sebagai bahan bakar untuk penghangat ruangan.
Meskipun kinerja beberapa perusahaan batu bara mengalami penurunan, namun perusahaan-perusahaan tersebut diperkirakan tetap akan membagikan dividen dari laba tahun buku 2023. Emiten batubara dikenal sebagai penebar dividen besar kepada investor, yang tidak hanya menarik dari segi nominal yang besar, tetapi juga yield dividen yang tinggi. Berikut perkiraan dividen emiten batu bara dari tahun buku 2023 oleh Tim Riset CNBC Indonesia:
Ada Insentif PPN dan Harapan Penurunan Suku Bunga, Saham Properti Siap Ketiban Berkah?
Saham properti diproyeksikan akan menguat pada tahun 2024 ini, mengingat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun dengan harga jual paling banyak Rp 5 miliar yang resmi diperpanjang hingga akhir 2024, serta ekspetasi penurunan suku bunga acuan bank sentral dunia yang diperkirakan sudah akan dimulai.
Sebagai informasi, PPN DTP diberikan atas dasar pengenaan pajak (DPP) maksimal Rp 2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual paling banyak Rp 5 miliar. Misalnya, jika seseorang membeli rumah seharga Rp 6 miliar, maka mereka tidak akan mendapatkan manfaat dari insentif PPN DTP karena harga jualnya melampaui batas yang telah ditetapkan. Namun, jika mereka membeli rumah dengan harga Rp 5 miliar, mereka berhak untuk mendapatkan insentif PPN DTP dengan DPP Rp 2 miliar, yang setara dengan 11% dari DPP. Insentif ini pun diproyeksikan bisa meningkatkan permintaan dan tentunya berdampak positif terhadap saham properti.
Selain itu, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan bank sentral, baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, juga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan sektor properti. Penurunan suku bunga dapat merangsang minat pembelian rumah dengan membuat pinjaman hipotek menjadi lebih terjangkau, sehingga meningkatkan permintaan rumah dan potensi pertumbuhan sektor properti secara keseluruhan.
Adapun Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, diperkirakan akan memangkas suku bunga acuannya pada bulan Juni 2024 mendatang. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya pada semester II 2024. Dengan kombinasi insentif pajak yang diperpanjang dan ekspektasi penurunan suku bunga, maka saham properti pun diproyeksikan bakal menguat pada tahun 2024 ini. Berikut tiga stock picks untuk saham properti:
- PT Ciputra Development Tbk (CTRA)
PT Ciputra Development Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam kegiatan real estat yang dimiliki atau disewa, kawasan rekreasi, kawasan industri, real estat berdasarkan imbalan atau kontrak, kantor pusat, kegiatan konsultasi manajemen lainnya, penyewaan tanpa opsi aset non-keuangan, lapangan golf dan pusat olahraga dan binaraga.
Adapun CTRA membagi kegiatan usahanya dalam dua segmen, yaitu pengembangan proyek residensial, khususnya yang berskala kota (township residential) serta pengembangan dan pengelolaan properti komersial. Produk residensialnya mencakup kavling tanah, rumah hunian, ruko, apartemen dan perkantoran strata title. Sedangkan, segmen pengembangan dan pengelolaan properti komersial meliputi penyewaan pusat niaga, hotel, apartemen, perkantoran, rumah sakit, lapangan golf dan water park.
Berdasarkan segmennya, pendapatan CTRA di kuartal III-2023 ini sebagian besarnya ditopang oleh penjualan kaveling, rumah hunian, dan ruko yang berkontribusi sebesar Rp 4.2 triliun atau sekitar 63,8%. Kemudian penjualan apartemen berkontribusi sebesar Rp 499.6 miliar atau sekitar 0,75%, dan penjualan kantor berkontribusi sebesar Rp 378.6 miliar atau sekitar 0,57% dari total pendapatan CTRA di kuartal III-2023.
Sementara itu, pendapatan usaha dari pusat niaga dan kawasan komersial, pelayanan kesehatan hingga sewa kantor dan lapangan golf berkontribusi sebesar Rp 1.5 triliun atau sekitar 22,8%. Nah, dari pembagian segmen ini, dapat terlihat bahwa pendapatan CTRA didominasi oleh segmen penjualan kaveling, rumah hunian, dan ruko. Lantas, apakah saham CTRA ini menarik untuk dikoleksi ditengah era melandainya suku bunga dan adanya perpanjangan insentif PPN dari pemerintah?
Laporan Keuangan CTRA
2023 – Q3 | 2022 – Q3 | 2021 – Q3 | |
Pendapatan | 6,589,143,000,000 | 7,226,920,000,000 | 6,648,691,000,000 |
Laba Bersih | 1,181,243,000,000 | 1,524,865,000,000 | 1,014,528,000,000 |
Total Asset | 42,634,589,000,000 | 41,324,620,000,000 | 40,053,734,000,000 |
Total Liabilitas | 20,697,875,000,000 | 20,619,813,000,000 | 21,474,450,000,000 |
Total Ekuitas | 21,936,714,000,000 | 20,704,807,000,000 | 18,579,284,000,000 |
Berdasarkan laporan keuangannya, CTRA tercatat membukukan penurunan pendapatan dari Rp 7.2 triliun menjadi Rp 6.5 triliun pada kuartal III-2023. Sejalan dengan penurunan pendapatan itu, laba bersih CTRA juga ikut tergerus dari Rp 1.5 triliun menjadi Rp 1.1 triliun. Di sisi lain, aset perusahaan tercatat mengalami peningkatan dari Rp 41.3 triliun menjadi Rp 42.6 triliun, ekuitas perusahaan juga naik dari Rp 20.7 triliun menjadi Rp 21.9 triliun, dan liabilitas perusahaan juga terpantau meningkat tipis dari Rp 20.61 triliun menjadi Rp 20.69 triliun di kuartal III-2023.
Selain meningkat tipis, total liabilitas perusahaan juga tak jauh berbeda dengan total ekuitas perusahaan, sehingga menandakan bahwa kondisi perusahaan sudah mulai berada dalam kondisi yang kurang sehat, ditambah lagi dengan kondisi penurunan pendapatan dan laba bersih perusahaan. Hal ini pun terlihat dari rasio Debt-to-Equity (DER) CTRA yang menyentuh 106.55%. Nilai DER yang berada diatas 100% ini pun menandakan bahwa perusahaan sudah masuk dalam kategori “warning”. Lantas, melihat kondisi keuangan perusahaan yang membukukan penurunan laba bersih dan pendapatan, serta rasio utang yang cukup besar, apakah saham CTRA masih layak untuk dikoleksi?
Dibandingkan dengan perusahaan properti lainnya, CTRA menonjol sebagai salah satu perusahaan properti yang memiliki portofolio geografis paling beragam di seluruh Indonesia. Adapun hingga September 2023, CTRA berhasil mengembangkan 84 proyek yang tersebar di 34 kota di Indonesia. Diversifikasi geografis ini menjadi keunggulan bagi CTRA dalam meningkatkan penjualannya. Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan pasokan perumahan dengan permintaan pasar, baik untuk segmen low, mid, maupun high-end, juga berkontribusi pada penjualan CTRA.
Pada periode tersebut, CTRA juga mencatatkan marketing sales sebesar Rp 7,8 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 19% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022 yang sebesar Rp 6,5 triliun. Marketing sales ini mencapai 80% dari target baru perseroan sebesar Rp 8,9 triliun. Selain itu, sebanyak 27% dan 16% dari marketing sales CTRA pada tahun 2021 dan 2022 berasal dari segmen yang dibebaskan dari PPN. Jadi, dukungan dari insentif pemerintah, seperti pembebasan PPN untuk pembelian rumah hingga Rp 5 miliar, tentunya akan mendorong kinerja CTRA di tahun 2024 ini, mengingat segmen ini lah yang menjadi penyumbang terbesar pendapatan CTRA.
Di sisi lain, CTRA juga menegaskan komitmennya untuk segera merealisasikan pembangunan proyek kawasan terpadu berkonsep bisnis di Ibu Kota Nusantara (IKN). Managing Director Ciputra Group, Budiarsa Sastrawinata, mengatakan bahwa proyek ini saat ini dalam tahap persetujuan kerja sama dengan pemerintah. Proyek pertama yang akan dikembangkan di IKN berupa hotel dan fasilitas MICE (meeting, incentive, conference, dan exhibition) hingga lapangan golf. CTRA juga berencana untuk membangun proyek rumah susun (Rusun) Aparatur Sipil Negara (ASN) di IKN. CTRA saat ini pun telah mengajukan proposal kepada Badan Otorita IKN untuk skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Ekspansi CTRA di IKN ini pun diperkirakan akan menjadi sumber cuan baru untuk CTRA.
Sementara dari segi valuasi, saham CTRA dinilai masih cukup murah, dengan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0.90x, dan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 10.05x. Jadi, berdasarkan pembahasan diatas, saham CTRA layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
2. PT Pakuwon Jati Tbk (PWON)
PT Pakuwon Jati Tbk adalah pengembang real estat yang berbasis di Indonesia. Perusahaan ini bergerak dalam bidang operasional pusat perbelanjaan, pusat bisnis, hotel dan real estat. Perseroan beroperasi melalui tiga segmen, yaitu segmen perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen berlayanan; segmen real estat, dan segmen perhotelan.
Berdasarkan segmennya, dapat terlihat bahwa pendapatan PWON pada kuartal III-2023 sebagian besarnya berasal dari segmen perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen servis yang berkontribusi sebesar Rp 2.6 triliun atau sekitar 57,8%, kemudian segmen real estat berkontribusi sebesar Rp 1.1 triliun atau sekitar 25,1%, dan segmen perhotelan berkontribusi sebesar Rp 813.9 miliar atau sekitar 17,8% dari total pendapatan PWON di kuartal III-2023. Nah, dari sini dapat terlihat bahwa PWON ini sebenarnya cukup unik, dimana pendapatan utama pengembang real estate biasanya berasal dari penjualan unit-unit real estate seperti rumah tapak dan kondominium, namun, pendapatan utama PWON justru bersumber dari pusat perbelanjaan, perkantoran, dan apartemen berlayanan. Lantas, bagaimana prospek segmen ini kedepannya?
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H atau awal puasa Ramadhan 2024 jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024. Sementara itu, Hari Raya Idul Fitri 2024 atau 1445 H, jatuh pada hari Rabu, 10 April 2024 dan hari Kamis, 11 April 2024. Melihat sumber utama pendapatan PWON yang sebagian besarnya berasal dari segmen perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen servis, maka momentum Ramadhan dan lebaran ini seharusnya dapat memberikan dampak yang positif untuk PWON. Bahkan, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) memperkirakan bahwa tingkat kunjungan pusat perbelanjaan saat Ramadan dan Idulfitri pada tahun ini diperkirakan akan meningkat sekitar 15% – 20%, jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Selain itu, PWON sendiri juga terpantau gencar melakukan ekspansi dengan berbagai proyek baru. Adapun pada tahun 2024 ini, PWON menargetkan peluncuran Proyek Batam tahap pertama yang mencakup pengembangan mixed-use yang menampilkan mal seluas sekitar 80.000 meter persegi (m2), dua hotel, dan kondominium. Kemudian, perusahaan juga memiliki rencana peluncuran produk untuk semester II 2024, termasuk memperkenalkan menara baru di Pakuwon City dan Bekasi, serta perluasan Kota Kasablanka tahap pertama yang meliputi mal seluas 40.000 m2, dua hotel, dan dua kondotel.
Adapun tahap awal dari proyek IKN akan dimulai pada tahun ini, dimana PWON berencana untuk membangun sebuah hotel bintang 4 dan sebuah mal dengan luas NLA sekitar 20.000 m2. Tak sampai disana, ekspansi PWON juga masih akan berlanjut di 2025, dimana PWON berencana untuk meluncurkan proyek I’ts Semarang dan perluasan Gandaria pada tahun 2025. Dengan berbagai proyek tersebut, tahun ini PWON menargetkan marketing sales sebesar Rp 1,5 triliun atau tumbuh 11,8% YoY. Target tersebut pun diproyeksikan dapat tercapai mengingat PWON juga memiliki persediaan sebesar Rp 1,15 triliun yang terdiri dari sekitar 40% rumah tapak dan 60% kondominium yang memenuhi syarat untuk pembebasan PPN.
Melihat ekspansi masif yang dilakukan PWON ini tentunya berpotensi mengkerek kinerja PWON kedepannya. Selain itu, kinerja PWON di tahun ini juga akan didorong oleh insentif pemerintah PPN DTP, serta ekspektasi penurunan suku bunga Indonesia yang diperkirakan dipangkas di kuartal III 2024, mengikuti suku bunga the Fed yang diperkirakan akan mulai dipangkas pada bulan Juni 2024 mendatang. Nah, melihat kinerja PWON yang cukup cerah ini, bagaimana dengan kondisi keuangan perusahaan? Apakah saham PWON layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan PWON
2023 – Q3 | 2022 – Q3 | 2021 – Q3 | |
Pendapatan | 4,569,238,732,000 | 4,495,264,180,000 | 3,788,267,721,000 |
Laba Bersih | 1,487,134,106,000 | 1,191,439,997,000 | 721,974,490,000 |
Total Asset | 32,055,949,001,000 | 30,034,158,815,000 | 28,675,013,473,000 |
Total Liabilitas | 9,911,594,854,000 | 9,751,808,758,000 | 10,274,912,441,000 |
Total Ekuitas | 22,144,354,147,000 | 20,282,350,057,000 | 18,400,101,032,000 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, PWON berhasil membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 4.4 triliun menjadi Rp 4.5 triliun di kuartal III-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga naik dari Rp 1.1 triliun menjadi Rp 1.4 triliun. Begitu pula dengan aset perusahaan yang tercatat mengalami peningkatan dari Rp 30.03 triliun menjadi Rp 32.05 triliun, dan ekuitas perusahaan juga meningkat dari Rp 20.2 triliun menjadi Rp 22.1 triliun.
Di sisi lain, liabilitas perusahaan tercatat meningkat dari Rp 9.7 triliun menjadi Rp 9.9 triliun. Meskipun meningkat, total liabilitas ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekuitasnya, yang menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sehat. Hal ini pun terlihat dari rasio Debt-to-Equity (DER) PWON yang menyentuh 53.54%. Adapun jika dibandingkan dengan saham properti lainnya seperti CTRA dan SMRA, PWON menjadi saham dengan rasio DER terendah.
Sementara dari segi valuasi, saham PWON dinilai cukup mahal dari rasio Price to Book Value (PBV) nya yang sedikit berada di atas aturan normal, yaitu 1.07x. Namun, rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 9.96x menandakan bahwa saham PWON masih layak untuk dikoleksi. Jadi, berdasarkan pembahasan diatas, saham PWON layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA)
PT Summarecon Agung Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi dan pengembangan real estat. Segmen Perusahaan meliputi Pengembangan Properti, Properti Investasi, dan Hiburan dan Perhotelan. Kegiatan usaha perusahaan mencakup pengembangan kawasan perumahan skala besar, yang diintegrasikan dengan kawasan komersial serta fasilitas pendukung yang lengkap, menjadi kota terpadu (township).
Berdasarkan segmennya, dapat dilihat bahwa pendapatan SMRA di kuartal III-2023 didominasi oleh segmen pengembang properti yang berkontribusi sebesar Rp 3.1 miliar atau sekitar 62,6%, kemudian segmen properti investasi berkontribusi sebesar Rp 1.2 miliar atau sekitar 24,8%, segmen rekreasi dan perhotelan berkontribusi sebesar Rp 348.3 juta atau sekitar 6,8%, dan segmen lainnya berkontribusi sebesar Rp 290.3 juta atau sekitar 5,7% dari total pendapatan SMRA di kuartal III-2023. Nah, dari pembagian segmen ini dapat terlihat bahwa pendapatan SMRA sebagian besarnya berasal dari penjualan properti, yang kurang lebih sama dengan CTRA. Lantas, apakah SMRA bakal diuntungkan dari perpanjangan insentif PPN serta ekspetasi penurunan suku bunga?
Insentif PPn yang diberikan pemerintah diprediksi akan meningkatkan permintaan rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar, sehingga dapat mengurangi kemungkinan penurunan keterjangkauan akibat kenaikan suku bunga KPR. SMRA juga dianggap akan mendapat manfaat dari insentif ini mengingat penjualan rumah di bawah Rp 2 miliar berkontribusi sebesar Rp 550 miliar atau sekitar 18% dari total marketing sales SMRA hingga September 2023.
`
Selain itu, SMRA juga akan menggarap proyek rumah susun (rusun) di Ibu Kota Nusantara (IKN), dengan rencana pembangunan 6 tower rusun ASN mencapai 252 unit dengan nilai investasi mencapai Rp1,67 triliun. Proyek rusun ASN tersebut akan dibangun melalui skema investasi kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang ditargetkan akan selesai pada akhir 2024. Ekpansi perusahaan di IKN ini pun tentunya berpotensi mengkerek kinerja SMRA kedepannya. Secara keseluruhan, prospek SMRA sendiri terbilang cukup mirip dengan CTRA, dimana emiten properti berpotensi diuntungkan dari pemberian insentif pemerintah dan juga ekspetasi penurunan suku bunga. Lantas, bagaimana kondisi keuangan SMRA? Apakah saham SMRA layak untuk dikoleksi?
Laporan Keuangan SMRA
2023 – Q3 | 2022 – Q3 | 2021 – Q3 | |
Pendapatan | 5,080,854,283 | 4,211,801,438 | 3,789,821,039 |
Laba Bersih | 653,024,302 | 309,675,690 | 170,440,275 |
Total Asset | 29,499,751,280 | 27,519,107,021 | 25,445,781,839 |
Total Liabilitas | 17,127,292,248 | 16,173,773,597 | 14,799,711,685 |
Total Ekuitas | 12,372,459,032 | 11,345,333,424 | 10,646,070,154 |
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, SMRA tercatat membukukan peningkatan pendapatan dari Rp 4.2 miliar menjadi Rp 5.08 miliar pada kuartal III-2023. Sejalan dengan itu, laba bersih perusahaan juga meningkat hampir dua kali lipat, dari Rp 309.6 juta menjadi Rp 653.02 juta. Begitu pula dengan aset perusahaan yang tercatat melesat dari Rp 27.5 miliar menjadi Rp 29.4 miliar, dan ekuitas juga naik dari Rp 11.3 miliar menjadi Rp 12.3 miliar.
Di sisi lain, liabilitas perusahaan justru mengalami peningkatan dari Rp 16.1 miliar menjadi Rp 17.1 miliar. Selain mengalami peningkatan, jumlah liabilitas SMRA ini juga jauh lebih besar ketimbang total ekuitasnya, sehingga mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin berada dalam kondisi yang kurang sehat. Hal ini pun terlihat dari rasio Debt-to-Equity (DER) perusahaan yang mencapai 175,78%. Nilai DER yang berada diatas 100% dan hampir menyentuh 200% ini pun mengindikasikan bahwa kondisi perusahaan sudah masuk dalam kategori “warning”.
Sementara dari segi valuasi, saham SMRA dinilai masih cukup murah, dengan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 10.14x, dan rasio Price to Book Value (PBV) nya berada di kisaran 0.91x. Bahkan, rasio PBV SMRA juga menjadi yang paling murah diantara kompetitornya, seperti PWON maupun CTRA. Jadi, berdasarkan pembahasan diatas, saham SMRA masih layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia