PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 Mei 2024
2 Mei 2024 | 15 Mei 2024 | Perbedaan | % | |
---|---|---|---|---|
IHSG | 7.235 | 7.084 | -151 | -2.1% |
LQ45 | 927 | 893 | -34 | -3.7% |
EIDO | 20.8 | 20.5 | -0.3 | -1.4% |
Japan Nikkei 225 | 37.886 | 38.596 | 710 | 1.9% |
Shanghai CI | 3.083 | 3.141 | 58 | 1.9% |
Dow Jones | 37.903 | 39.558 | 1655 | 4.4% |
Nasdaq | 15.605 | 16.511 | 906 | 5.8% |
Emas | 2.331 | 2.362 | 31 | 1.3% |
lsyaratkan Kenaikan Rasio Pembayaran Dividen, Saham PGEO Siap Meroket?
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi panas bumi ini memberikan sinyal kenaikan rasio dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham atau dividen payout ratio dari laba bersih tahun buku 2023 yang akan diumumkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) akhir Mei 2024.
Menurut Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Yurizki Rio, dividen payout ratio yang akan dibagikan meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun pada tahun lalu, PGEO membagikan dividen sebanyak dua kali, dengan dividend payout ratio atau rasio dividen 14,96% dari laba bersih tahun 2022. Jumlah dividen PGEO saat itu mencapai Rp 10,87 per saham atau senilai total US$ 30 juta.
Sementara itu, berdasarkan laporan tahunan PGEO tahun 2023, perseroan merencanakan pembagian dividen tunai kepada pemegang saham dengan rasio pembayaran maksimal 50% dari laba bersih, setelah menyisihkan cadangan. Proyeksi dividen yang lebih tinggi itu pun diproyeksikan dapat menjadi dorongan positif bagi pemegang saham PGEO.
Adapun berdasarkan laporan keuangannya, PGEO membukukan pendapatan US$ 103,32 juta dan laba bersih US$ 47,49 juta pada kuartal I-2024. Angka tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pendapatan US$ 102,615 juta dan laba bersih US$ 46,938 juta di periode yang sama tahun sebelumnya.
Emiten CPO Sudah Rilis Kinerja Kuartal I-2024, Saham Mana yang Paling Menarik?
Sejumlah emiten minyak kelapa sawit (CPO) terpantau sudah merilis kinerja keuangannya untuk kuartal I-2024. Adapun PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), mencatatkan pendapatan sebesar Rp 879,46 miliar, atau turun 2,73% secara tahunan alias year on year (yoy). Meskipun begitu, laba bersih LSIP berhasil naik 141% yoy menjadi Rp 269 miliar di kuartal I-2024.
Sementara itu, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) melaporkan peningkatan laba bersih sebesar 2,59% menjadi Rp 230,5 miliar di kuartal I-2024, dengan pendapatan bersih mencapai Rp 4,79 triliun, naik 0,81% dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mencatatkan laba sebesar Rp 100,32 miliar di kuartal I-2024, naik 30,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya, meskipun penjualannya turun menjadi Rp 1,13 triliun, turun 19,07% dari tahun sebelumnya.
Lalu PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) mencatatkan laba sebesar Rp 229 miliar di kuartal I-2024, naik 6,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sementara pendapatan naik 7,9% menjadi Rp 2,23 triliun. Sedangkan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) melaporkan penjualan sebesar Rp 1,91 triliun di kuartal I-2024, turun 0,71% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, namun laba bersihnya naik 25,8% menjadi Rp 370,8 miliar.
Menurut Analis Phillip Sekuritas Marvin Lievincent, kinerja keuangan mayoritas perusahaan CPO pada kuartal I-2024 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, harga saham mereka masih terpengaruh oleh ketidakstabilan akibat konflik geopolitik di Timur Tengah. Marvin juga memperkirakan bahwa harga CPO di tahun 2024 kemungkinan akan mengalami tekanan dari konflik geopolitik tersebut.
Menurut Marvin, konflik geopolitik juga bisa meningkatkan harga pupuk dan meningkatkan biaya operasional emiten CPO. Ia juga melihat bahwa transisi cuaca dari El Nino ke La Nina juga bisa mengganggu produksi tanaman. Namun, jika kondisi cuaca di tahun ini bagus dan optimal, emiten bisa mengirit penggunaan pupuk tanpa harus mengorbankan jumlah oil extraction rate (OER). Adapun, Marvin menilai bahwa kinerja LSIP masih relatif baik di antara perusahaan CPO pada kuartal I-2024, dan merekomendasikan pembelian saham LSIP dengan target harga Rp 1.155 per saham.
Selain PTBA dan ANTM, Dividen Emiten Mana Lagi yang Menarik?
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akan membagikan dividen dengan nilai yang cukup signifikan, sehingga menawarkan imbal hasil dividen (dividend yield) yang menarik. Selain PTBA dan ANTM, beberapa emiten lain ternyata juga menawarkan hal serupa.
Sebagai informasi, PTBA, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara ini telah memutuskan untuk membagikan dividen senilai Rp 4,57 triliun atau setara dengan 75% dari laba bersih perseroan pada tahun lalu. Adapun dengan asumsi jumlah saham beredar sebanyak 11,52 miliar, maka dividen PTBA setara dengan Rp 397,7 per saham.
Dividen PTBA tahun ini mengalami penurunan jika dibandingkan dua tahun terakhir yang mencapai dividen payout ratio 100%, atau mengalokasikan seluruh laba bersih sebagai dividen. Sebagai informasi, pada tahun lalu PTBA membagikan dividen tunai sebesar Rp 1.094 per saham atau dengan nilai total Rp 12,56 triliun.
Sementara itu, ANTM, perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi, penambangan, pengolahan serta pemasaran dari komoditas bijih nikel, feronikel, emas, perak, bauksit, dan batubara ini telah memutuskan untuk membagikan dividen senilai Rp 3,07 triliun atau setara dengan 100% dari laba bersih perseroan pada tahun lalu.
Adapun dengan asumsi jumlah saham ANTM yang beredar sebanyak 24,03 miliar, maka nilai dividen ANTM sekitar Rp 128 per saham. Jumlah dividen yang dibagikan ANTM pada tahun ini lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Pada tahun 2023, ANTM menebar dividen senilai Rp 1,91 triliun atau dengan payout ratio 50% dari total laba bersih tahun buku 2022 yang kala itu sebesar Rp 3,82 triliun.
Adapun berikut beberapa emiten lain selain PTBA dan ANTM yang berencana membagikan dividen dengan yield yang menarik, yakni di atas 5%:
1. TAPG, Rp 91 per saham, dividend yield 14%, cum date 14 Mei 2024
2. ASII, Rp 421 per saham, dividend yield 8,2%, cum date 13 Mei 2024
3. MFMI, Rp 37 per saham, dividend yield 7,6%, cum date 13 Mei 2024
4. INDY, Rp 93 per saham, dividend yield 6,8%, cum date 16 Mei 2024
5. AUTO, Rp 113 per saham, dividend yield 5,8%, cum date 13 Mei 2024
6. TLKM, Rp 179 per saham, dividend yield 5,8%, cum date 17 Mei 2024
7. MAHA, Rp 12 per saham, dividend yield 5,5%, cum date 20 Mei 2024
Saham Apa yang Diuntungkan di Era Suku Bunga Tinggi?
Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 23 dan 24 Maret 2024. Selain menaikkan suku bunga acuan, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility ke level 5,50% dan suku bunga lending facility di level 7%. Keputusan untuk menaikkan suku bunga acuan tersebut diambil sebagai langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin meningkat, yang dipicu oleh perubahan arah kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), dan eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah.
Kenaikan suku bunga BI memiliki dampak positif dan negatif terhadap pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), terutama bagi emiten-emiten yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Salah satu sektor yang dapat diuntungkan adalah sektor perbankan. Kenaikan suku bunga biasanya meningkatkan simpanan tabungan dan deposito karena imbal hasil yang lebih menarik. Peningkatan ini dapat berdampak positif terhadap dana pihak ketiga (DPK) perbankan dan meningkatkan Net Interest Margin (NIM) mereka.
Namun, sektor perbankan juga dapat mengalami dampak negatif dari kenaikan suku bunga. Bunga pinjaman yang lebih tinggi dapat mengurangi daya pinjam masyarakat. Selain itu, kenaikan suku bunga biasanya disertai dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan. Jika banyak debitur kesulitan membayar karena tingginya harga barang-barang, hal ini dapat menyebabkan kredit macet meningkat. Peningkatan jumlah kredit macet akan meningkatkan Non Performing Loan (NPL) perbankan, berdampak buruk pada cadangan modal bank, dan mengganggu operasional perbankan. Adapun berikut beberapa top picks di sektor perbankan:
- PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA)
PT Bank CIMB Niaga Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan layanan perbankan umum, dan beroperasi melalui tujuh segmen, yaitu Korporasi, Bisnis, Ritel, Treasury, Syariah, Anak Perusahaan, dan Lainnya. Segmen Korporasi meliputi pinjaman, simpanan dan transaksi lainnya, serta saldo dengan nasabah korporasi. Sedangkan segmen Bisnis mencakup produk dan layanan untuk segmen pelanggan yang terdiri dari usaha kecil dan menengah. Sementara itu, segmen Ritel berfokus pada produk dan layanan untuk pelanggan individu. Segmen ini mencakup produk-produk seperti pinjaman, simpanan dan transaksi lainnya, serta saldo dengan nasabah ritel. Kemudian segmen Treasury menjalankan aktivitas treasury yang meliputi valuta asing, pasar uang, derivatif, dan investasi dalam transaksi penempatan dan surat berharga. Lalu segmen Syariah mencakup seluruh transaksi yang berkaitan dengan Unit Usaha Syariah, dan segmen Anak Perusahaan mencakup seluruh transaksi yang berkaitan dengan bisnis anak perusahaan.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada kuartal I-2024, BNGA tercatat membukukan penurunan pendapatan bunga dari Rp 3.4 triliun menjadi Rp 3,2 triliun. Penurunan pendapatan bunga bersih ini disebabkan membengkaknya beban bunga 31,28% yoy dari Rp 1,95 triliun menjadi Rp 2,56 triliun pada kuartal I-2024. Sejalan dengan itu, aset perusahaan juga tercatat mengalami sedikit penurunan dari Rp 347.2 triliun menjadi Rp 332.9 triliun. Meskipun begitu, laba bersih BNGA tercatat meningkat dari Rp 1.6 triliun menjadi Rp 1.69 triliun di kuartal I-2024. Begitu pula dengan ekuitas perusahaan yang turut meningkat dari Rp 46.8 triliun menjadi Rp 51.2 triliun.
Laporan Keuangan BNGA
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan Bunga | 3,284,897,000,000 | 3,407,661,000,000 | 3,209,232,000,000 |
Laba Bersih | 1,695,395,000,000 | 1,600,400,000,000 | 1,208,948,000,000 |
Total Asset | 332,993,846,000,000 | 347,279,829,000,000 | 307,424,771,000,000 |
Total Liabilitas | 281,779,299,000,000 | 300,399,421,000,000 | 262,865,399,000 |
Total Ekuitas | 51,214,547,000,000 | 46,880,408,000,000 | 44,559,372,000,000 |
Sementara itu, rasio margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) BNGA terpantau menyusut dari 4,71% menjadi 4,2% di kuartal I-2024. Angka ini menandakan bahwa tingkat profitabilitas BNGA mengalami penurunan. Meskipun begitu, rasio NIM BNGA menunjukkan pemulihan secara triwulanan, meningkat dari 4,05% pada kuartal IV-2023. Selain itu, BNGA mencatatkan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 24,5%, yang mengindikasikan peningkatan positif dalam kemampuan perusahaan menyediakan dana untuk mengatasi risiko kerugian yang mungkin terjadi. BNGA juga menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan kredit bermasalah dengan rasio Non Performing Loan (NPL) yang berhasil diturunkan dari 4,71% menjadi 4,20%. Selain itu, rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berkurang dari 73,95% menjadi 72,80%, menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan efisiensi dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
BNGA juga dikenal sebagai perusahaan yang rutin membagikan dividen selama setidaknya lima tahun terakhir. Sejak tahun 2017, jumlah dividen yang dibagikan kepada investor selalu meningkat, dari Rp 23,89 per lembar hingga Rp 94,07 per lembar pada tahun 2021. Untuk laba tahun buku 2023, BNGA sepakat untuk membagikan dividen tunai sebesar Rp 3,08 triliun atau Rp 122,67 per lembar, yang telah dibayarkan pada 3 Mei 2024. Konsistensi BNGA dalam membagikan dividen setiap tahunnya dengan jumlah yang terus meningkat menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja keuangan yang stabil dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Ini bisa menjadi sinyal positif bagi investor mengenai potensi perusahaan dalam memberikan pengembalian yang stabil dan menarik dalam jangka panjang.
Selain itu, BNGA akan melaksanakan pembelian kembali (buyback) saham sebanyak maksimal 202.000 lembar, dengan anggaran sebesar Rp 500 juta. Pembelian kembali saham ini akan dilakukan dalam waktu maksimal 12 bulan sejak disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 3 April 2024. Saham hasil buyback akan dialokasikan melalui program remunerasi variabel, sesuai dengan tujuan perseroan untuk meningkatkan kinerja di tengah persaingan ketat dalam industri perbankan di Indonesia dan menjaga kesehatan bank secara individual, serta untuk memitigasi risiko pengambilan keputusan yang berlebihan oleh Manajemen Perseroan yang termasuk Material Risk Taker (MRT).
Adapun dari segi valuasi, saham BNGA masih tergolong cukup murah dengan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 6.86x, dan rasio Price to Book Value (PBV) nya yang berada di kisaran 0.90x. Selain itu, kinerja BNGA yang tetap solid, seperti terlihat dari rebound kecil pada NIM dibandingkan kuartal sebelumnya, menunjukkan bahwa perusahaan masih kuat di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Jadi, berdasarkan pembahasan diatas, saham BNGA masih layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
2. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS)
PT Bank Syariah Indonesia Tbk adalah bank syariah yang berbasis di Indonesia, dengan segmen perusahaan meliputi Perbankan Korporasi, Perbankan Komersial, Hubungan Kelembagaan, Perbankan Ritel, Perbankan Treasury & Kantor Pusat. Adapun segmen Corporate Banking melayani badan usaha seperti BUMN dan anak perusahaannya, lembaga negara, perusahaan multinasional, bank dan lembaga keuangan non-bank, termasuk modal ventura non-linkage, pembiayaan sindikasi, perusahaan publik, dan perusahaan sekuritas. Segmen Perbankan Komersial melayani badan usaha seperti BUMD dan anak perusahaannya, pemerintah daerah, rumah sakit, perguruan tinggi negeri dan swasta. Segmen Hubungan Kelembagaan difokuskan pada pengelolaan dana nasabah dan transaksi lainnya milik nasabah lembaga pemerintah dan dana pensiun BUMN. Kegiatan treasurynya meliputi transaksi valuta asing, pasar uang, pendapatan tetap, bisnis perbankan internasional, pasar modal, dan lain-lain.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, dapat terlihat bahwa BRIS berhasil mencetak kinerja yang luar biasa di kuartal I-2024, dimana pendapatan setelah distribusi bagi hasil meningkat dari Rp 4.2 triliun menjadi Rp 4.3 triliun. Begitu pula dengan laba bersih perusahaan yang turut naik dari Rp 1.4 triliun menjadi Rp 1.7 triliun, aset meningkat dari Rp 313.2 triliun menjadi Rp 357.9 triliun, dan ekuitas yang juga melesat dari Rp 34.9 triliun menjadi Rp 40.5 triliun di kuartal I-2024.
Laporan Keuangan BRIS
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan Setelah Distribusi Bagi Hasil | 4,380,755,000,000 | 4,294,305,000,000 | 3,817,338,000,000 |
Laba Bersih | 1,707,184,000,000 | 1,458,282,000,000 | 987.685,000,000 |
Total Asset | 357,903,623,000,000 | 313,252,694,000,000 | 271,293,823,000,000 |
Total Liabilitas | 317,348,873,000,000 | 278,260,647,000,000 | 245,308,550,000,000 |
Total Ekuitas | 40,554,750,000,000 | 34,992,047,000,000 | 25,985,273,000,000 |
Sementara itu, rasio margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) BRIS terpantau menyusut dari 6,04% menjadi 5,38% pada kuartal I-2024, menunjukkan penurunan profitabilitas BRIS. Meskipun begitu, rasio NIM BRIS masih tetap mampu bersaing dengan rasio NIM dari empat bank besar (BMRI, BBRI, BBNI, dan BBCA). Selain itu, rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) BRIS tercatat meningkat tajam dari 6,91% menjadi 47,77%, menunjukkan peningkatan kemampuan perusahaan dalam mengatasi risiko kerugian. BRIS juga berhasil menurunkan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 2,36% menjadi 2,01%, serta mengurangi rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dari 69,65% menjadi 68,94%, menunjukkan peningkatan efisiensi operasional.
Selain itu, BRIS dikenal rajin membagikan dividen. Pada tahun 2021, BRIS membagikan 25% dari laba bersih tahun buku 2021, sekitar Rp 757 miliar, kepada pemegang saham. Untuk tahun buku 2022, BRIS membayar dividen sebesar Rp 426,01 miliar atau 10% dari laba bersih. Meskipun begitu, besaran dividen untuk tahun buku 2023 belum ditetapkan dan akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 17 Mei 2024. Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) Hery Gunardi menyatakan bahwa dividend payout ratio untuk tahun buku 2023 minimal akan sama dengan tahun sebelumnya, yaitu 10% dari laba bersih yang mencapai Rp 5,70 triliun.
Di samping itu, kinerja BRIS juga diproyeksikan bakal didorong oleh musim haji yang diprediksi bakal meningkatkan kinerja keuangan perseroan, terutama dari segmen tabungan haji. Peningkatan aktivitas terkait haji diperkirakan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan dan profitabilitas perusahaan. Pasalnya, BRIS merupakan bank syariah terbesar di Indonesia, dengan mendominasi aset perbankan syariah sebesar 42% pada 2023. Adapun hingga Maret 2024, BRIS merupakan pengelola tabungan haji terbesar, mencapai 3,6 juta jamaah. Jumlah tersebut sekitar 64% dari total jamaah waiting list haji reguler Indonesia.
Adapun dari segi valuasi, saham BRIS masih tergolong cukup premium dengan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 15.87x, dan rasio Price to Book Value (PBV) nya yang berada di kisaran 2.67x. Meskipun begitu, kinerja perusahaan di kuartal I-2024 telah menunjukkan bahwa prospek saham BRIS kedepannya akan meningkat secara perlahan meskipun masih akan cukup fluktuatif. Nah, dengan fundamental yang kuat, rasio keuangan yang sehat, dan segmen konsumer ritel syariah yang terus diminati, serta populasi muslim yang besar di Indonesia yaitu sebanyak 236 juta jiwa penduduk beragama Islam atau 84,35% dari total populasi negara, maka saham BRIS layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
3. PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP)
PT Bank OCBC NISP Tbk (Bank) merupakan perusahaan yang berfokus dalam bidang jasa perbankan umum. Adapun segmennya meliputi Perbankan Bisnis, Perbankan Konsumer, dan Treasury. Layanan perbankan personal Bank meliputi tabungan, kredit konsumsi, pembiayaan produktif, kartu kredit, bancassurance, reksa dana, layanan perbankan premier, layanan perbankan swasta dan layanan perbankan elektronik. Layanan perbankan bisnisnya mencakup pengelolaan kas, pembiayaan produktif, pembiayaan perdagangan, layanan perwalian, dan layanan perbankan elektronik. Layanan perbendaharaan mencakup valuta asing dan derivatifnya, surat utang, derivatif suku bunga, dan produk terstruktur. Layanan perbankan syariahnya meliputi pendanaan syariah, pembiayaan ritel syariah, pembiayaan produktif syariah, dan bancassurance syariah.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, NISP berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga dari Rp 2.4 triliun menjadi Rp 2.6 triliun di kuartal I-2024. Sejalan dengan peningkatan pendapatan, laba bersih NISP juga ikut terkerek dari Rp 1.14 triliun menjadi Rp 1.17 triliun. Begitu pula dengan aset perusahaan yang turut meningkat dari Rp 239.8 triliun menjadi Rp 252.5 triliun, dan ekuitas yang juga naik dari Rp 35.3 triliun menjadi Rp 36.8 triliun di kuartal I-2024.
Laporan Keuangan NISP
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan Bunga | 2,601,585,000,000 | 2,451,731,000,000 | 1,956,978,000,000 |
Laba Bersih | 1,172,625,000,000 | 1,148,176,000,000 | 234,612,000,000 |
Total Asset | 252,518,518,000,000 | 239,894,764,000,000 | 225,739,275,000,000 |
Total Liabilitas | 215,678,053,000,000 | 204,535,858,000,000 | 193,176,922,000,000 |
Total Ekuitas | 36,840,465,000,000 | 35,358,906,000,000 | 32,562,353,000,000 |
Sementara itu, NISP berhasil mempertahankan rasio margin bunga bersih (NIM) di level 4,43% pada kuartal I-2024. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan kemampuan manajemennya dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Meskipun begitu, rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) NISP mengalami penurunan dari 23,99% menjadi 22,95%, menandakan perlambatan dalam kemampuan perusahaan untuk menyediakan dana yang digunakan untuk mengatasi kemungkinan risiko kerugian. Di sisi lain, NISP berhasil meningkatkan pengelolaan kredit bermasalah yang diberikan oleh bank, dengan rasio Non Performing Loan (NPL) berhasil diturunkan dari 2,43% menjadi 1,77%. Selain itu, rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) juga menurun dari 69,62% menjadi 67,87%, menunjukkan peningkatan efisiensi dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Di samping itu, NISP akan membagikan dividen dengan total Rp 1,65 triliun dari laba tahun 2023 atau setara dengan 40% dari total laba sepanjang 2023 senilai Rp 4,1 triliun. Besaran rasio tersebut juga tak berubah dari pembagian dividen di tahun sebelumnya. Sebagai informasi, NISP menebar dividen tunai sebesar Rp 1,33 triliun atau 40% dari laba yang diperoleh perseroan pada tahun buku 2022 yang mencapai Rp 3,3 triliun.
Selain itu, NISP juga mengumumkan bahwa proses akuisisi PT Bank Commonwealth (PTBC) telah selesai. Dengan begitu, 100% saham PTBC telah sepenuhnya dimiliki oleh OCBC efektif 1 Mei 2024. Aksi akuisisi ini sendiri dinilai berpotensi untuk memperkuat serta mengembangkan skala bisnis NISP, karena NISP bakal mendapatkan tambahan nasabah sekitar 1 juta orang dari Bank Commonwealth Indonesia. Akuisisi ini juga dapat memperkuat platform OCBC Indonesia dalam mengambil peluang pertumbuhan jasa keuangan di Indonesia. Tak hanya itu, penggabungan aset kedua bank ini akan memperkuat posisi NISP di antara 10 bank dengan aset terbesar di Indonesia. Bahkan, dalam kategori bank swasta dengan aset terbesar, NISP berada di posisi tiga, setelah Bank Central Asia (BCA) dan Bank CIMB Niaga. Meskipun begitu, proses transisi pasca-merger diperkirakan memakan waktu minimal 6 bulan hingga satu tahun, yang berpotensi menguras keuangan perusahaan dan mengurangi potensi pembagian dividen dalam 1-2 tahun ke depan.
Usai melakukan akuisisi ini, NISP pun berencana untuk melakukan pembelian kembali saham alias buyback dengan nilai sebesar Rp 800 juta. Berdasarkan keterbukaan informasi, manajemen OCBC menjelaskan bahwa tujuan dari buyback saham ini adalah untuk memberikan remunerasi yang bersifat variable atas kinerja tahun 2023 kepada manajemen dan karyawan. NISP pun telah mendapatkan persetujuan atas rencana tersebut dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang akan diadakan pada 18 Maret 2024 lalu, dan buyback akan dilakukan paling lama 12 bulan sejak mendapat persetujuan dalam RUPST. Aksi buyback ini dianggap sebagai tanda positif, menunjukkan bahwa manajemen percaya pada prospek masa depan perusahaan.
Sementara dari segi valuasi, saham NISP masih tergolong cukup murah dengan rasio Price-to-Earnings (PER) nya berada di kisaran 6.95x, dan rasio Price to Book Value (PBV) nya yang berada di kisaran 0.76x. Adapun aksi akuisisi Bank Commonwealth Indonesia sendiri dinilai dapat berdampak positif dan bahkan berpotensi membawa NISP untuk menyalip BNGA dari segi aset. Meskipun proses transisi pasca-merger ini pun diperkirakan memakan waktu minimal 6 bulan hingga satu tahun, yang berpotensi menguras keuangan perusahaan dan mengurangi potensi pembagian dividen dalam 1-2 tahun ke depan, namun melihat kinerja keuangan yang solid di kuartal I-2024 serta prospek menjanjikan dari NISP kedepannya, maka saham NISP layak direkomendasikan untuk BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia