[Medan | 16 Oktober 2023] Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Agustus 2023 lalu memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%. Begitu pula dengan Bank Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), yang juga memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar pada 19-20 September 2023 lalu waktu setempat.
Meskipun begitu, The Fed memberikan sinyal bahwa pihaknya masih akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps lagi hingga akhir tahun 2023 ini. Dengan begitu, jika The Fed kembali menaikkan suku bunganya, maka suku bunga AS akan berada di kisaran 5,5-5,75%, alias setara dengan suku bunga BI. Lantas, apa yang akan terjadi jika suku bunga BI dan The Fed setara di level 5,75%?
Salah satu dampaknya adalah pelemahan mata uang rupiah. Hal ini terjadi karena minat investor untuk berinvestasi di Indonesia menurun, karena suku bunga di Amerika Serikat yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Dengan demikian, permintaan terhadap rupiah menurun, sehingga nilai tukar rupiah cenderung melemah. Jika terjadi pelemahan lebih lanjut, dampaknya akan dirasakan secara luas di Indonesia, mulai dari inflasi yang meningkat hingga perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Meskipun begitu, sejumlah analis memproyeksikan bahwa Bank Indonesia kemungkinan akan mempertimbangkan opsi untuk menaikkan suku bunga acuan hingga mencapai 6% pada sisa tahun 2023 ini, terutama jika depresiasi nilai tukar rupiah tidak dapat dikendalikan dan terus bergerak menuju level Rp 16.000 per dolar AS. Adapun pada hari Jumat (13/10/2023), mata uang Rupiah ditutup di level Rp 15.690 per dolar AS.