[Medan | 3 Februari 2025] Goldman Sachs memperkirakan harga emas bisa mencapai US$ 3.000 per troy ounce pada akhir 2025.
Ahli Strategi Komoditas Goldman Sachs Research, Lina Thomas, menjelaskan bahwa harga emas telah melonjak sekitar 40% dalam setahun terakhir, melewati US$ 2.700 per troy ounce. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya pembelian emas oleh bank sentral di negara berkembang.
Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) juga berkontribusi terhadap kenaikan harga emas. Sebagai aset yang tidak menghasilkan bunga, emas biasanya menjadi lebih menarik bagi investor saat suku bunga turun, karena biaya peluang untuk memegang aset ini berkurang.
Thomas juga mencatat bahwa meskipun hubungan antara harga emas dan suku bunga tetap ada, aksi beli besar-besaran oleh bank sentral sejak 2022 telah mengubah pola pergerakan harga emas. Goldman Sachs memperkirakan bahwa tambahan permintaan fisik sebesar 100 ton dapat mendorong harga emas naik setidaknya 2,4%.
Peningkatan pembelian emas oleh bank sentral, khususnya di pasar negara berkembang, mulai terlihat sejak sanksi keuangan terhadap Rusia diberlakukan pada 2022. Hal ini diperkirakan sebagai respons terhadap risiko sanksi ekonomi, yang mendorong negara-negara berkembang untuk memperkuat cadangan mereka dalam bentuk emas.
Bank sentral di negara maju seperti AS, Jerman, Prancis, dan Italia menyimpan hingga 70% cadangan devisanya dalam bentuk emas. Sementara itu, negara berkembang memiliki porsi cadangan emas yang lebih kecil, seperti China yang hanya menyimpan sekitar 5%. Untuk mengejar ketertinggalan ini, bank sentral negara berkembang terus meningkatkan kepemilikan emasnya.
Di sisi lain, investor mulai mencermati potensi risiko dari keberlanjutan utang AS, yang telah mencapai US$ 35 triliun atau sekitar 124% dari PDB-nya. Karena sebagian besar cadangan bank sentral global tersimpan dalam bentuk obligasi Treasury AS, risiko fiskal AS dapat mendorong kebijakan diversifikasi cadangan, termasuk peningkatan alokasi emas.
Menurut Goldman Sachs Research, investor Barat mulai kembali ke pasar emas menjelang pemilihan presiden AS, karena emas dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap ketidakpastian geopolitik dan ekonomi. Potensi peningkatan ketegangan perdagangan, risiko subordinasi The Fed, serta kekhawatiran atas stabilitas utang AS dapat semakin mendorong permintaan emas.
Meskipun aksi beli emas oleh bank sentral mungkin melambat, Goldman Sachs menilai bahwa investor dari negara maju kemungkinan akan meningkatkan permintaan terhadap emas batangan, terutama dengan meningkatnya kepemilikan dana berbasis emas di bursa global.