[Medan | 3 Februari 2025] Nilai tukar rupiah diprediksi mengalami pelemahan pada Senin (3/2/2025), seiring dengan dimulainya kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS).
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memperkirakan rupiah akan tertekan di awal pekan karena kekhawatiran terhadap dampak tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Selain itu, rilis data inflasi PCE AS menunjukkan bahwa tingkat inflasi masih berada di atas target The Fed sebesar 2%.
Sebagai informasi, Trump telah resmi menandatangani perintah untuk mengenakan bea masuk sebesar 10% pada semua impor dari Tiongkok mulai 1 Februari 2025. Selain itu, perang dagang juga diperluas ke Meksiko dan Kanada dengan tarif impor sebesar 25%.
Sementara itu, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS, yang mengecualikan sektor makanan dan energi, tercatat meningkat 0,2% secara bulanan dan tumbuh 2,8% secara tahunan, sesuai dengan ekspektasi pasar. Inflasi AS yang masih bertahan di atas 2% menjadi indikasi bahwa The Fed belum akan segera memangkas suku bunga. Ketua The Fed, Jerome Powell, sebelumnya menyatakan bahwa bank sentral masih memerlukan bukti lebih lanjut mengenai penurunan inflasi sebelum mempertimbangkan pemangkasan suku bunga.
Lukman juga menanggapi laporan rupiah sempat menyentuh Rp 8.000 per dolar AS sebagai kesalahan data, yang tidak berdampak pada prospek nilai tukar. Seperti mata uang emerging market lainnya, rupiah masih rentan terhadap tekanan eksternal.
Dalam pekan mendatang, investor akan menghadapi berbagai rilis data ekonomi penting, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari AS, data yang akan dirilis mencakup ISM manufaktur dan jasa, sementara dari Tiongkok, investor akan mencermati data PMI manufaktur dan jasa. Dari dalam negeri, pasar akan menunggu data inflasi Indonesia, pertumbuhan PDB, serta cadangan devisa yang akan diumumkan pekan depan.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin, menilai bahwa kebijakan fiskal Donald Trump yang menerapkan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara dapat memengaruhi pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama serta mata uang negara berkembang. Jika tarif impor menyebabkan inflasi AS sulit mencapai target 2%, The Fed kemungkinan besar akan memilih untuk menahan suku bunga lebih lama.
Nanang memperkirakan rupiah akan bergerak dalam tren melemah pada awal pekan depan, dengan rentang pergerakan diproyeksikan berada di kisaran Rp 16.270 hingga Rp 16.340 per dolar AS.