Menurut Askolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, penetapan cukai minuman manis dalam kemasan (MBDK) dan barang plastik sekali pakai masih dalam pembahasan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi industri dan ekonomi yang masih rapuh.
Askolani mengatakan, salah satu proses yang sedang dijajaki adalah pertumbuhan cukai atau ekstensifikasi barang cukai. Untuk memastikan implementasinya benar-benar berhasil, pihaknya tengah melakukan kajian dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Askolani tidak menutup kemungkinan ketika ditanya apakah ada kemungkinan pungutan cukai atas plastik dan minuman manis akan diberlakukan pada 2023. Di sisi lain, ada opsi lain untuk penerapan kebijakan baru pada 2024. Askolani menyebut penyusunan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 akan dimulai sekitar Mei 2023, sehingga kebijakannya bisa lebih diperhitungkan dengan matang.
Askolani menegaskan bahwa molornya kebijakan cukai plastik dan minuman berpemanis ini tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan lobi dari industri. Menurutnya, itu murni karena pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek. Hal itu juga membantah pernyataan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun yang mencurigai ada pengusaha atau produsen yang melobi-lobi pemerintah untuk menunda kebijakan cukai plastik dan minuman berpemanis.
Pasalnya, meskipun persetujuan telah diberikan sejak tahun 2018, namun sampai sekarang masih belum dilaksanakan. Menurut Misbakhun, keterlambatan penerapan kebijakan pajak atas plastik dan minuman manis telah merugikan negara cukup besar.