Pada hari Rabu (15/2/2023), harga minyak turun karena lonjakan persediaan minyak mentah AS yang jauh lebih besar dari perkiraan dan antisipasi kenaikan suku bunga lebih lanjut memicu kekhawatiran atas prospek permintaan bahan bakar yang lebih lemah dan resesi ekonomi. Harga minyak mentah berjangka Brent turun $1,08, atau 1,3%, menjadi $84,48 per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun $1,14, atau 1,4% menjadi $77,93.
Menurut sumber pasar yang mengutip data American Petroleum Institute (API) pada hari Selasa, stok minyak mentah AS meningkat sekitar 10,5 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 10 Februari. Peningkatan tersebut melebihi lonjakan 1,2 juta barel yang diperkirakan oleh sembilan analis yang disurvei oleh Reuters, berpotensi menunjukkan penurunan permintaan bahan bakar. Stok bensin juga naik sekitar 846.000 barel, sementara stok sulingan naik sekitar 1,7 juta barel.
Sementara itu, setelah statistik mengungkapkan percepatan harga konsumen AS pada bulan Januari, seorang anggota Federal Reserve mengatakan pada hari Selasa bahwa bank sentral AS perlu terus menaikkan suku bunga secara bertahap untuk memerangi inflasi. Menurut analis bank ANZ, FOMC (Komite Pasar Terbuka Federal) diperkirakan akan memperpanjang pengetatan hingga Q2 dan mengantisipasi kenaikan suku bunga 25 bp (basis point) pada pertemuan FOMC Mei dan Juni.
Selain itu, Departemen Energi AS (DOE) minggu ini mengumumkan bahwa mereka akan menjual 26 juta barel minyak dari cadangan strategis negara itu, yang sudah berada pada level terendah dalam sekitar empat dekade. Pengumuman ini pun turut membebani harga minyak mentah. Pengilangan milik negara China juga dilaporkan telah melanjutkan pembelian minyak Rusia yang didiskon, sementara pengilang minyak Jepang juga dapat membeli minyak mentah Rusia jika diperlukan, sehingga berpotensi membatasi keinginan mereka untuk mengambil minyak dari sumber lain.