Dampak dari keruntuhan sejumlah bank ternama di Amerika Serikat (AS) yang terjadi pada bulan Maret lalu tampaknya belum usai, dimana efeknya kini berdampak pada First Republic Bank. Pada hari Selasa (25/4/2023), saham bank tersebut jatuh hampir 50%.
Sebelumnya, beberapa bank besar lainnya sudah mencoba membantu First Republic dengan memberikan pinjaman senilai US$ 30 miliar. Tak hanya itu, First Republic juga telah meminjam tambahan US$ 92 miliar dari Federal Reserve (The Fed) dan sejumlah kreditur lainnya.
Namun, investor AS dibuat ketar-ketir dengan data jumlah penarikan uang tunai di First Republic sepanjang kuartal I-2023 menembus US$ 102 miliar dari total dana pihak ketiga yang berjumlah US$ 176 miliar, dimana hal ini menandakan bahwa First Republic telah kehilangan lebih dari 50% dana pihak ketiganya hanya dalam satu kuartal.
Meskipun begitu, First Republic Bank menjelaskan bahwa situasinya saat ini telah stabil. Pihaknya sudah mulai mengambil langkah strategis untuk memperkuat posisinya, termasuk dengan memangkas biaya operasional mulai dari 20%-25% dan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga kerjanya.
Kondisi yang menimpa First Republic Bank ini tentunya membuat The Fed kebingungan. Di saat The Fed masih bersikeras untuk menaikkan suku bunga acuannya, mereka juga harus dihadapkan dengan pilihan kondisi bank yang terancam bangkrut. Adapun konsekuensi terbesar dari runtuhnya sistem keuangan AS karena kegagalan bank adalah kehancuran pasar saham global yang serupa dengan krisis finansial yang terjadi pada tahun 2008 silam.
Sementara itu, kondisi perbankan di Indonesia sejauh ini masih dalam kondisi yang baik-baik saja. Hal ini terlihat dari laporan kinerja keuangan bank, terutama bank-bank besar pada kuartal I-2023 yang hasilnya cukup baik. Sejauh ini, baru PT Bank Panin Tbk. (PNBN) yang mengalami penurunan kinerja akibat tren penurunan pertumbuhan pendapatan bunga bersih.