Terlepas dari kendala termasuk permintaan global yang lesu dan perlambatan berkelanjutan di pasar real estat, aktivitas ekonomi China meningkat dalam dua bulan pertama tahun 2023 karena konsumsi dan investasi infrastruktur mendorong pemulihan dari gangguan pandemi. Menurut angka yang dirilis pada hari Rabu (15/3/2023) oleh Biro Statistik Nasional (NBS), produksi industri meningkat 2,4% antara Januari dan Februari tahun lalu, sedikit di bawah kenaikan 2,6% yang diprediksi oleh jajak pendapat Reuters.
Selain itu, penjualan ritel meningkat 3,5% dalam dua bulan pertama dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, membalikkan penurunan tahunan 1,8% yang dilaporkan pada bulan Desember. Hasilnya sejalan dengan ekspektasi analis dan dengan harapan untuk kebangkitan ekonomi yang dipimpin oleh konsumsi karena melemahnya permintaan global yang melemahkan ekspor China.
Menurut analis Goldman Sachs, momentum pertumbuhan China akan semakin menguat dalam beberapa bulan mendatang, yang sebagian besar didorong oleh pemulihan konsumsi yang sedang berlangsung dan kebijakan makro yang masih akomodatif. Pemerintah China sendiri telah melakukan berbagai cara untuk menggenjot kembali pertumbuhan ekonomi mereka yang terpuruk akibat Covid-19. Pada hari Rabu, Bank Sentral China kembali menambah suntikan likuiditas. Langkah itu telah dilakukan selama empat bulan berturut-turut.
Baru-baru ini, China juga menetapkan target pertumbuhan tahunan yang cukup moderat, sekitar 5% untuk tahun ini. China tentu tidak ingin berekspektasi terlalu tinggi karena perkiraannya meleset cukup signifikan di tahun 2022. Menurut NBS, mencapai sekitar 5% akan menjadi tantangan baru. Pada saat yang sama, mereka juga berpikir bahwa China saat ini memiliki prasyarat, dukungan, dan keyakinan untuk mencapai tujuan tersebut.