Kebijakan The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga secara agresif telah memakan korban. Pada hari Jumat (10/3/2023), regulator perbankan California menutup Silicon Valley Bank (SVB) Financial Group. Tumbangnya SVB Financial ini merupakan kegagalan bank terbesar di Amerika Serikat (AS) sejak krisis keuangan 2008.
Sebagai informasi, SVB Financial ini merupakan bank nomor 16 terbesar di Amerika Serikat dan bank ini banyak mengguyur pinjaman ke startup teknologi. SVB tumbang hanya dalam 48 jam, setelah berencana mengumpulkan dana sebesar US$ 2,25 miliar atau setara dengan Rp 34,75 triliun. Menurut para analis, dampak SVB ini bisa merambat ke sektor perbankan secara keseluruhan bahkan sektor yang lainnya. Terlebih lagi, kondisi ekonomi global saat ini belum sepenuhnya pulih dari krisis pandemi Covid-19. Suku bunga di tingkat global juga masih sangat tinggi.
Pada hari Jumat lalu, saham SVB sendiri sudah dihentikan lagi perdagangan. Sementara itu, beberapa saham bank menengah AS mengalami penurunan tajam, dan indeks bank regional S&P 500 juga turun 4,3%. Selain itu, nilai pasar saham bank-bank AS turun lebih dari $100 miliar hanya dalam dua hari. Beberapa bank Eropa juga kehilangan sekitar 50 miliar dolar AS.
Lalu, apa dampak jatuhnya SVB Financial terhadap Indonesia? Krisis Finansial 2008 yang melanda Amerika Serikat dapat berdampak buruk bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Menurut Laporan Perekonomian Bank Indonesia 2008, nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi yang besar, melemah dari Rp 9.160/US$ pada Juli 2008. Selain itu, sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, cadangan devisa juga terkuras cukup dalam, dari US$ 60,56 miliar pada Juli 2008 menjadi US$ 51,6 miliar dolar AS pada akhir tahun 2008.
Krisis ekonomi pada tahun 2008 juga melahirkan sejumlah aturan dan kebijakan baru, terutama dalam pengawasan perbankan. Di antaranya adalah kenaikan penjaminan simpanan masyarakat di perbankan yang dijamin oleh LPS dari Rp100 juta menjadi Rp 2 miliar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga lahir setelah terjadinya krisis keuangan 2008/2009.