Pada pertemuan yang digelar di Niigata, Jepang, pada hari Sabtu (13/5/2023), para menteri keuangan Group of Seven (G7) mengingatkan mengenai ketidakpastian ekonomi yang meningkat, yang dibayangi oleh kekhawatiran kebuntuan utang Amerika Serikat (AS) dan dampak invasi Rusia ke Ukraina.
Sebagai informasi, G7 merupakan sebuah kelompok negara industri maju yang terdiri dari tujuh negara yaitu Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, dan Amerika Serikat. Kelompok ini pertama kali dibentuk pada tahun 1975 sebagai forum untuk berdiskusi tentang masalah ekonomi global dan kerja sama ekonomi internasional.
Pertemuan itu juga membahas runtuhnya bank-bank AS, langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan pada China, dan pagu utang AS. Para menteri keuangan G7 menjelaskan bahwa pasar global kini tengah terpukul, karena biaya pinjaman telah meningkat. Adapun, peningkatan itu disebabkan pengetatan moneter yang agresif oleh bank-bank sentral AS dan Eropa.
Mereka juga berpendapat bahwa bahwa semua negara harus tetap waspada dan fleksibel dalam kebijakan makro ekonomi dalam menghadapi meningkatnya ketidakpastian global. Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga memperingatkan, apabila kebuntuan plafon utang AS tidak segera ditangani, AS mungkin akan mengalami default pertama dalam beberapa minggu mendatang. Sementara itu, menteri keuangan Inggris, Jeremy Hunt, berpendapat bahwa lantas kondisi global akan hancur jika Amerika Serikat gagal mencapai kesepakatan untuk menaikkan batas pinjaman federal dan mencapai pertumbuhan ekonomi.