PT Fawz Finansial Indonesia
NEWSLETTER
15 Juli 2024
1 Juli 2024 | 15 Juli 2024 | Perbedaan | % | |
IHSG | 7.063 | 7.327 | 264 | 3,7% |
LQ45 | 887 | 920 | 33 | 3,7% |
EIDO | 18.8 | 19.9 | 1.1 | 5,9% |
Japan Nikkei 225 | 39.839 | 41.227 | 1.388 | 3,5% |
Shanghai CI | 2.965 | 2.963 | -2 | -0,1% |
Dow Jones | 39.092 | 39.738 | 691 | 1,8% |
Nasdaq | 17.891 | 18.303 | 412 | 2,3% |
Emas | 2.324 | 2.407 | 83 | 3,6% |
Bagaimana Kinerja Saham yang IPO di Bulan Juli 2024 Ini?
Hingga pertengahan bulan Juli 2024, tercatat sudah ada tujuh perusahaan yang mencatatkan penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun berikut daftarnya:
Emiten | Harga IPO | Harga 12/7/2024 | % |
PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE) | Rp 125 | Rp 208 | 3,9% |
PT Cipta Perdana Lancar Tbk (PART) | Rp 105 | Rp 128 | 1,7% |
PT Indo American Seafoods Tbk (ISEA) | Rp 250 | Rp 352 | 2,8% |
PT Superior Prima Sukses Tbk (BLES) | Rp 183 | Rp 258 | 2,9% |
PT Intra Golflink Resorts Tbk (GOLF) | Rp 200 | Rp 230 | 1,3% |
PT Gunanusa Eramandiri Tbk (GUNA) | Rp 150 | Rp 298 | 4,9% |
PT UBC Medical Indonesia Tbk (LABS) | Rp 102 | Rp 196 | 4,7% |
Dari ketujuh emiten tersebut, dapat terlihat bahwa saham yang mencatatkan peningkatan paling tinggi sejak IPO nya adalah PT. Gunanusa Eramandiri Tbk (GUNA). Sebagai informasi, perusahaan yang bergerak di bidang makanan ringan kacang olahan ini menawarkan sebanyak-banyaknya 500 juta saham atau setara dengan 20% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh. Adapun dengan harga penawaran saham perdana Rp 150, GUNA berpotensi meraup dana hingga Rp 75 miliar.
Nantinya, seluruh dana yang diperoleh dari IPO ini akan digunakan oleh perseroan untuk modal kerja (operational expenditure) perseroan, untuk pembiayaan kebutuhan operasional perseroan, termasuk untuk pembelian bahan baku kacang almond dan kacang tanah. Menurut Direktur Utama GUNA, Ivan Cokro, panen raya kacang almond terjadi setahun sekali pada bulan Agustus hingga Oktober, sehingga harga almond mencapai titik terendah pada periode tersebut.
Begitu pula dengan kacang tanah, yang panen rayanya terjadi dua kali setahun, yaitu pertama pada bulan Februari dan kedua pada bulan September dan Oktober. Oleh karena itu, aksi korporasi ini dilakukan untuk membeli bahan baku sebanyak mungkin saat harga rendah, karena persediaan bahan baku yang memadai sangat penting bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan.
BI Buka Peluang Penurunan Suku Bunga Pada Kuartal IV-2024
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta pada hari Senin (8/7/2024), menyampaikan bahwa BI membuka peluang adanya penurunan suku bunga atau BI Rate pada kuartal IV tahun ini. Perry menjelaskan bahwa keputusan terkait penurunan suku bunga ini akan tergantung pada kondisi nilai tukar rupiah. Saat ini, BI sedang fokus untuk menstabilkan nilai tukar yang mengalami tren pelemahan belakangan ini. BI menargetkan agar rupiah tetap stabil di kisaran Rp 15.700 hingga Rp 16.100 per dolar AS pada akhir tahun ini.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat pada hari Selasa (9/7/2024), di level Rp 16.251 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah menguat 0,04% dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp 16.258 per dolar AS. Selain itu, Perry mengungkapkan, BI juga melakukan intervensi pasar valas dan menarik investasi portofolio melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Dia menambahkan, BI juga terus memaksimalkan pengendalian inflasi di berbagai daerah.
Head of Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menjelaskan bahwa pernyataan BI sejalan dengan kebijakan pelonggaran moneter yang akan dilakukan oleh Federal Reserve (The Fed) AS. Audi memperkirakan bahwa pelonggaran ini akan membawa aliran modal asing kembali ke Indonesia seiring dengan pemangkasan suku bunga AS yang hanya berselisih 75 bps dengan Indonesia. Menurut Audi, data dari CME FedWatch Tools menunjukkan peluang sebesar 70% untuk pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bps pada bulan September 2024, yang kemungkinan akan diikuti dengan pemangkasan tambahan 25 bps pada Desember 2024. Hal ini membuat semester kedua tahun 2024 menjadi periode yang berpotensi untuk aliran kembali investasi ke Indonesia.
Inflasi AS Turun, The Fed Siap Pangkas Suku Bunga pada September 2024?
Indeks harga konsumen atau inflasi Amerika Serikat (AS) menunjukkan penurunan yang tidak terduga pada Juni 2024, dengan kenaikan inflasi tahunan AS menjadi yang terkecil dalam setahun. Hal ini menguatkan pandangan bahwa tren disinflasi sedang kembali normal, sehingga kemungkinan penurunan suku bunga Federal Reserve diprediksi semakin dekat.
Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja yang dirilis pada Kamis (11/07/2024), inflasi di AS, yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK), turun menjadi 3% secara tahunan pada bulan Juni dari 3,3% di bulan Mei, dan berada jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,1%. Sementara itu, IHK inti tahunan, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang volatil, naik sebesar 3,3%, juga di bawah prakiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 3,4% dari bulan sebelumnya. Adapun secara bulanan, IHK mengalami penurunan sebesar 0,1%, sedangkan IHK inti naik sebesar 0,1%.
Laporan CPI terbaru ini pun membuat para investor memperkirakan bahwa penurunan suku bunga pada bulan September sangat mungkin terjadi. Berdasarkan perkiraan pasar CME FedWatch Tools, penurunan suku bunga The Fed pertama di tahun ini diharapkan terjadi pada September 2024 dengan probabilitas sebesar 70%, dan penurunan kedua pada Desember 2024 dengan probabilitas sebesar 45,2%.
Pasca inflasi AS terpantau kembali melandai bahkan di bawah ekspektasi pasar, Rupiah terpantau menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dengan dibuka menguat 0,34% di angka Rp 16.135 per dolar As pada hari Jumat (12/7/2024). Hal ini semakin memperpanjang tren penguatan yang telah terjadi sejak 3 Juli 2024. Senada dengan itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terpantau dibuka melesat 0,48% ke level 7.335 pada perdagangan hari Jumat (12/7/2024).
Saham Konstruksi Mendadak Terbang, Hanya Sesaat atau Bakal Bertahan Lama?
Saham-saham perusahaan konstruksi, termasuk BUMN Karya seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP), mengalami lonjakan signifikan akhir-akhir ini. WIKA, misalnya, mencatatkan kenaikan 41,89% dalam sepekan dan 94,44% dalam sebulan terakhir. ADHI naik 8,62% dalam sepekan dan 20% dalam sebulan, sementara PTPP mengalami kenaikan 15,20% dalam seminggu terakhir dan 13,22% dalam sebulan.
Kenaikan ini sejalan dengan rencana pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tahun anggaran 2025, yang disetujui oleh Komisi VI DPR RI untuk 16 perusahaan BUMN dengan total PMN sebesar Rp 44,24 triliun. Secara rinci, ADHI akan memperoleh PMN senilai Rp 2,09 triliun, WIKA senilai Rp 2 triliun, dan PTPP senilai Rp 1,56 triliun. Tambahan modal PMN ini pun dinilai dapat meningkatkan kapasitas BUMN Karya dalam mengejar proyek-proyek konstruksi dan memperbaiki cash flow.
Selain itu, kenaikan saham konstruksi ini juga didorong oleh pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, yang menyampaikan bahwa BI membuka peluang adanya penurunan suku bunga atau BI Rate pada kuartal IV tahun ini. Penurunan suku bunga diproyeksikan dapat mengurangi beban biaya bahan-bahan material dalam sektor konstruksi, yang dapat mempengaruhi laba emiten konstruksi, terutama yang memiliki utang besar seperti BUMN Karya.
Tak hanya itu, pembangunan proyek-proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang dipercepat menjelang perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 dan transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo-Gibran juga menjadi faktor yang mendorong kenaikan harga saham konstruksi. Sebagai informasi, presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto sudah menjelaskan bahwa program-program yang telah dijalankan sebelumnya oleh Presiden Jokowi cenderung akan dilanjutkan kembali oleh Prabowo-Gibran, seperti halnya program infrastruktur, khususnya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Hal ini diproyeksikan dapat memberikan dorongan positif bagi kinerja saham emiten infrastruktur, termasuk BUMN Karya, baik dari segi harga saham maupun kinerja keuangan mereka.
Lantas, apakah ini pertanda bahwa saham BUMN Karya ini sudah layak untuk dikoleksi? Bagaimana dengan kondisi fundamental perusahaan-perusahaan BUMN Karya yang terkenal dengan utangnya yang menggunung?
- PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI)
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan | 2,635,716,461,268 | 2,668,090,532,062 | 1,985,413,236,711 |
Laba Bersih | 10,153,501,620 | 8,450,723,564 | 8,678,979,566 |
Total Asset | 40,215,520,589,187 | 39,151,850,333,314 | 38,934,594,980,475 |
Total Liabilitas | 30,979,999,125,927 | 30,291,141,109,889 | 32,912,410,845,327 |
Total Ekuitas | 9,235,521,463,260 | 8,860,709,223,425 | 6,022,184,135,148 |
Berdasarkan laporan keuangan ADHI untuk kuartal I-2024, pendapatan perusahaan mengalami sedikit penurunan dari Rp 2.66 triliun menjadi Rp 2.63 triliun. Komposisi pendapatan usaha tersebut terdiri dari usaha teknik dan konstruksi sebesar Rp 2.03 triliun, properti dan pelayanan sebesar Rp 106.33 miliar, manufaktur sebesar Rp 379.54 miliar, dan investasi serta konsesi sebesar Rp 98.58 miliar. Meskipun terjadi penurunan pendapatan, laba bersih ADHI mengalami kenaikan dari Rp 8.4 miliar menjadi Rp 10.1 miliar pada kuartal I-2024.
Sementara itu, aset perusahaan juga mengalami kenaikan dari Rp 39.1 triliun menjadi Rp 40.2 triliun, sedangkan ekuitas naik dari Rp 8.8 triliun menjadi Rp 9.2 triliun. Di sisi lain, liabilitas perusahaan juga meningkat dari Rp 30.2 triliun menjadi Rp 30.9 triliun di kuartal I-2024. Jumlah liabilitas yang lebih tinggi dibandingkan ekuitas menunjukkan bahwa ADHI memiliki tingkat utang yang signifikan dan dapat mengindikasikan kondisi keuangan yang kurang sehat.
Valuasi Saham ADHI | |
Price Earnings Ratio (PER) | 51.34x |
Price Book Value Ratio (PBV) | 0.24x |
Gross Profit Margin (GPM) | 8.60% |
Net Profit Margin (NPM) | 0.39% |
Return on Equity (ROE) | 0.48% |
Return on Assets (ROA) | 0.12% |
Debt to Equity (DER) | 359.16% |
Dari segi valuasi, saham ADHI masih dinilai cukup murah melihat rasio PBV nya yang hanya sebesar 0.24x. Namun, jika dilihat dari rasio PER nya yang menyentuh 51.24x, maka saham ADHI sudah tergolong sangat mahal alias overvalued. Sementara itu, baik rasio GPM dan NPM perusahaan cukup rendah, menandakan bahwa perusahaan memiliki margin laba yang rendah, atau hanya memiliki sedikit keuntungan dari setiap penjualannya.
Selain itu, ROE dan ROA yang juga sangat rendah mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efisien dalam menggunakan ekuitas dan asetnya untuk menghasilkan keuntungan. Dengan margin laba yang rendah, serta perusahaan yang tidak efisien dalam mengelola aset dan ekuitasnya, maka tak heran apabila rasio DER perusahaan sampai menyentuh 359.16%, yang menandakan bahwa perusahaan memiliki utang yang sangat besar.
2. PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP)
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan | 4,611,622,581,548 | 4,363,757,011,445 | 4,280,517,448,134 |
Laba Bersih | 94,600,837,404 | 34,221,584,098 | 28,175,810,014 |
Total Asset | 56,645,983,086,749 | 58,693,767,870,434 | 56,600,083,129,192 |
Total Liabilitas | 41,328,265,269,980 | 43,814,898,697,583 | 42,152,942,104,019 |
Total Ekuitas | 15,317,717,816,769 | 14,878,869,172,851 | 14,447,141,025,173 |
Berdasarkan laporan keuangannya, PTPP mencatat peningkatan pendapatan dari Rp 4.3 triliun menjadi Rp 4.6 triliun di kuartal I-2024. Pendapatan tersebut didominasi oleh segmen jasa konstruksi sebesar Rp 3.81 triliun, segmen Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar Rp 462.07 miliar, dan segmen properti dan realty sebesar Rp 158.89 miliar. Laba bersih perusahaan juga mengalami kenaikan yang signifikan dari Rp 34.2 triliun menjadi Rp 94.6 triliun.
Di sisi lain, aset perusahaan mengalami penurunan dari Rp 58.6 triliun menjadi Rp 56.6 triliun, sedangkan liabilitas turun dari Rp 43.8 triliun menjadi Rp 41.3 triliun, dan ekuitas perusahaan naik dari Rp 14.8 triliun menjadi Rp 15.3 triliun. Meskipun liabilitas perusahaan mengalami penurunan, jumlahnya masih jauh lebih besar daripada ekuitas perusahaan, yang menunjukkan bahwa PTPP memiliki tingkat leverage yang tinggi dan mungkin menghadapi risiko finansial yang signifikan.
Valuasi Saham PTPP | |
Price Earnings Ratio (PER) | 6.36x |
Price Book Value Ratio (PBV) | 0.20x |
Gross Profit Margin (GPM) | 11.45% |
Net Profit Margin (NPM) | 2.05% |
Return on Equity (ROE) | 3.20% |
Return on Assets (ROA) | 0.68% |
Debt to Equity (DER) | 349.37% |
Dari segi valuasi, saham PTPP tergolong cukup murah atau undervalued dengan rasio PER sekitar 6.36x dan PBV sebesar 0.20x. Rasio GPM yang mencapai 11.45% menunjukkan efisiensi dalam biaya produksi atau pengelolaan harga jual yang baik. Meskipun NPM tidak terlalu tinggi, namun masih positif, menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan dari operasinya.
Di sisi lain, ROE yang rendah menandakan bahwa perusahaan perlu meningkatkan efisiensi dalam menggunakan ekuitasnya untuk menghasilkan laba. Meskipun begitu, ROA yang tidak terlalu tinggi ini masih menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan dari penggunaan asetnya. Sementara DER yang sangat tinggi menandakan bahwa perusahaan memiliki utang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ekuitasnya, yang dapat menimbulkan risiko finansial, termasuk potensi kebangkrutan.
3. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA)
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan | 3,531,653,909 | 4,346,673,532 | 3,163,086,631 |
Laba Bersih | (1,132,749,079) | (521,256,563) | 1,328,909 |
Total Asset | 64,622,513,184 | 72,735,442,820 | 69,171,209,456 |
Total Liabilitas | 56,243,167,807 | 55,768,765,467 | 51,724,070,427 |
Total Ekuitas | 8,379,345,377 | 16,966,677,353 | 17,447,139,029 |
Berdasarkan laporan keuangannya, WIKA mengalami penurunan penjualan yang signifikan di kuartal I-2024, turun dari Rp 4.3 triliun menjadi Rp 3.5 triliun. Mayoritas pendapatan berasal dari sektor infrastruktur dan gedung sebesar Rp 1.53 triliun, diikuti oleh pendapatan dari sektor industri, energi, dan industrial plant masing-masing senilai Rp 1.15 triliun dan Rp 585.97 miliar. Pendapatan lainnya termasuk dari sektor hotel sebesar Rp 192.28 miliar, properti dan realty Rp 33.02 miliar, serta investasi Rp 35.81 miliar.
Sejalan dengan penurunan pendapatan, WIKA juga mencatat rugi bersih yang meningkat drastis dari Rp 521.2 miliar menjadi Rp 1.1 triliun di kuartal I-2024. Begitu pula dengan aset dan ekuitas perusahaan yang masing-masing anjlok menjadi Rp 64.6 triliun dan Rp 8.3 triliun. Sementara itu, liabilitas perusahaan justru mengalami peningkatan dari Rp 55.7 triliun menjadi Rp 56.2 triliun. Jumlah liabilitas yang meningkat dan jauh berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan ekuitas perusahaan pun menandakan bahwa perusahaan sudah berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Valuasi Saham WIKA | |
Price Earnings Ratio (PER) | -1.95x |
Price Book Value Ratio (PBV) | 1.92x |
Gross Profit Margin (GPM) | 8.06% |
Net Profit Margin (NPM) | -32.07% |
Return on Equity (ROE) | -98.12% |
Return on Assets (ROA) | -7.00% |
Debt to Equity (DER) | 1218.14% |
Dari segi valuasi, saham WIKA sudah cukup mahal melihat rasio PBV nya yang hampir menyentuh angka 2. Sementara itu, PER yang negatif ini pun wajar mengingat perusahaan memang mengalami kerugian bersih. Di sisi lain, rasio GPM yang rendah, serta NPM, ROE, dan ROA negatif, ditambah dengan DER yang sangat tinggi, mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki masalah serius dalam profitabilitas dan pengelolaan utang. Kondisi ini mengindikasikan risiko yang sangat tinggi bagi investor dan menunjukkan bahwa perusahaan ini perlu restrukturisasi keuangan yang signifikan atau perubahan besar dalam operasi untuk bisa kembali ke jalur yang lebih sehat.
Kesimpulan
Secara fundamental, saham-saham BUMN Karya ini sebenarnya tidak layak untuk diinvestasikan mengingat besarnya utang yang dimiliki. Jika perusahaan tidak mampu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi utangnya, ada risiko tinggi bahwa perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Selain itu, saham-saham ini tidak memberikan dividen, sehingga secara risk-reward, risikonya lebih tinggi. Selain itu, model bisnis mereka menunjukkan tingkat margin keuntungan yang rendah, yang berarti pertumbuhan bisnis jangka menengah hingga pendek akan terbatas oleh kewajiban utang yang signifikan. Meskipun begitu, mengingat sentimen positif di sektor konstruksi saat ini, saham-saham ini masih dapat dipertimbangkan untuk ditrading jangka pendek.
Adapun untuk investasi jangka panjang, investor bisa mempertimbangkan saham konstruksi swasta, seperti salah satunya adalah PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL). Berdasarkan laporan keuangannya, TOTL mencatatkan kinerja yang cukup positif, dimulai dari pendapatannya yang meningkat dari Rp 618.8 miliar menjadi Rp 818.8 miliar, laba bersih yang juga turut naik dari Rp 29.6 miliar menjadi Rp 52.7 miliar, dan aset perusahaan yang juga turut meningkat dari Rp 3.06 triliun menjadi Rp 3.4 triliun.
Di sisi lain, liabilitas tercatat mengalami peningkatan dari Rp 1.7 triliun menjadi Rp 2.3 triliun, dan ekuitas juga mengalami penurunan dari Rp 1.26 triliun menjadi Rp 1.19 triliun di kuartal I-2024. Total liabilitas yang meningkat dan jauh lebih besar dibandingkan ekuitas perusahaan pun mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin berada dalam kondisi yang tidak begitu solid. Namun, melihat kinerjanya yang positif serta melihat utangnya yang jauh lebih kecil dibandingkan saham-saham konstruksi lainnya pun menjadikan saham TOTL masih cukup menarik dan aman untuk dikoleksi dalam jangka waktu panjang.
Q1 – 2024 | Q1 – 2023 | Q1 – 2022 | |
Pendapatan | 818,876,157,000 | 618,868,112,000 | 596,176,208,000 |
Laba Bersih | 52,719,130,000 | 29,683,211,000 | 27,318,900,000 |
Total Asset | 3,488,204,644,000 | 3,064,382,003,000 | 3,098,779,500,000 |
Total Liabilitas | 2,368,371,955,000 | 1,794,511,145,000 | 1,839,590,379,000 |
Total Ekuitas | 1,119,832,689,000 | 1,269,870,858,000 | 1,259,189,121,000 |
Dari segi valuasi, saham TOTL memang tergolong cukup mahal dengan rasio PER sekitar 9.22x dan PBV sebesar 1.73x. Meskipun begitu, TOTL menunjukkan GPM yang kuat sebesar 16.13%, menandakan efisiensi dalam pengelolaan biaya produksi dan kemampuan untuk menghasilkan laba kotor yang solid dari penjualannya. Selain itu, NPM sebesar 6.44% menunjukkan bahwa TOTL efisien dalam mengubah pendapatan menjadi laba bersih, mencerminkan operasional yang baik.
Tingkat ROA dan ROE yang tinggi juga menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dari ekuitas pemegang sahamnya, yang merupakan indikator positif bagi investor. Meskipun begitu, tingginya DER menjadi perhatian utama karena menunjukkan risiko finansial yang signifikan akibat ketergantungan yang besar pada utang. Namun, jika dibandingkan dengan pesaingnya seperti PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON) dan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), TOTL tetap menjadi pilihan yang lebih baik dari segi profitabilitas dan kinerja operasional, dengan margin laba yang kuat, ROE dan ROA yang tinggi, meskipun dengan risiko finansial yang perlu diperhatikan.
TOTL | JKON | NRCA | |
Price Earnings Ratio (PER) | 9.22x | 388.96x | 7.42x |
Price Book Value Ratio (PBV) | 1.73x | 0.52x | 0.70x |
Gross Profit Margin (GPM) | 16.13% | 15.51% | 11.10% |
Net Profit Margin (NPM) | 6.44% | 0.15% | 4.02% |
Return on Equity (ROE) | 18.80% | 0.12% | 9.36% |
Return on Assets (ROA) | 6.04% | 0.08% | 5.04% |
Debt to Equity (DER) | 211.03% | 39.66% | 86.13% |
Adapun hingga semester I-2024, hingga semester I-2024, TOTL berhasil mencatatkan nilai kontrak sebesar Rp 3,3 triliun, yang mengalami kenaikan sebesar 44% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, TOTL juga termasuk salah satu saham yang rajin dalam pembagian dividen. Pada tahun 2023, TOTL membagikan dividen sebesar Rp 136,4 miliar dari laba bersihnya, yang setara dengan 79% dari total laba bersih TOTL tahun tersebut sebesar Rp 172,70 miliar. Dengan begitu, jumlah dividen tunai per saham mencapai Rp 40 per saham. Jadi, melihat saham konstruksi yang berprospek cerah karena didorong oleh penurunan suku bunga dan juga pembangunan IKN, maka saham TOTL layak untuk mendapatkan rekomendasi BUY.
Disclaimer:
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Aurel Fawz Finansial Indonesia